Perihal “Panggilan Kepada Nabi Muhammad SAW”
Keagungan Baginda Nabi Muhammad saw telah jamak diakui oleh
penghuni dunia. Keagungan ini tidak hanya diakui oleh umat muslim sebagai
pemeluk agama islam saja, akan tetapi juga oleh non muslim yang tidak mengimani
kerasulan-Nya.
Keagungan ini bukan klaim semata, namun fakta. Sebagai buktinya
buku yang ditulis oleh seorang nashrani bernama Michael H. Hart menempatkan
Baginda Nabi Muhammad saw sebagai tokoh yang menduduki peringkat pertama yang
paling berpengaruh di dunia.
Pengakuan Michael Hart ini bukan tanpa alasan. Ia mengakui bahwa pengaruh dari Baginda Nabi Muhammad saw begitu kuat, sehingga namanya disebut setiap muslim dalam shalatnya. Selain itu, untuk menyeru umat muslim agar menjalankan shalat secara berjamaah pun, nama itu juga digunakan. Lebih dahsyatnya, dalam hitungan menit bahkan detik, jutaan bahkan miliaran orang segera bergegas untuk menunaikan shalat. Pengaruh ini belum ada tandingannya sampai saat ini, bahkan sampai hari kiamat.
Pada event ibadah haji, semua umat muslim yang telah diberikan
kemampuan, berbondong-bondong menuju ke kota suci Makkah untuk menjalankan
ibadah haji. Meskipun mereka berada di tempat yang jauh dari kota Makkah,
mereka rela menyisihkan sebagian dari harta bendanya untuk menjalankan perintah
haji ini. Bukan saja di bulan-bulan haji, namun juga di bulan lain sepanjang
tahun, kota Makkah tidak sepi dari pengunjung yang menunaikan ibadah umrah. Ini
merupakan pengaruh dari sosok agung Baginda Nabi Muhammad saw.
Keagungan ini, kiranya telah diisyaratkan oleh Allah swt di dalam
Al-Qur’an. Al-Qur’an dalam semua ayatnya, tidak pernah sekalipun menyebut nama
Baginda Nabi Muhammad saw secara langsung, tanpa diikuti dengan gelar dan
pangkat keagungannya sebagai nabi atau rasul. Ini mengisyaratkan bagi kita
semua umat muslim agar saat menyebut dan memanggil nama Baginda Nabi Muhammad
saw, hendaknya juga dibarengi dengan mengagungkannya.
Allah swt memuji keagungan Baginda Nabi Muhammad saw dalam Al-Qur’an:
وَإِنَّكَ
لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ (4)
Artinya: Dan sesungguhnya kamu
benar-benar berbudi pekerti yang agung. (Qs. Al-Qalam (68); 4)
Ayat ini mentahbiskan Nabi
Muhammad saw sebagai sosok agung yang keagungannya melebihi makhluk lainnya. Oleh
sebab itu, Allah swt di dalam Al-Qur’an tidak sekalipun menyebut nama Baginda
Nabi Muhammad saw melainkan Ia juga menyertakan pangkatnya yang agung. Berbeda dengan
saat Ia menyebut Nabi dan Rasul lain selain Baginda Nabi Muhammad saw yang
umumnya langsung dengan namanya.
Oleh sebab itu, maka isyarat Allah
swt di dalam Al-Qur’an ini, hendaknya kita pahami sebagai umat muslim. Jangan sekalipun
menyebut nama Baginda Nabi Muhammad saw langsung dengan namanya. Akan tetapi
hendaknya, kita memanggil beliau dengan sebutan yang sepadan dengan keagungan
derajat dan pangkatnya. Secara tegas dalam ayat yang lain Allah swt menjelaskan:
لَا
تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا قَدْ
يَعْلَمُ اللَّهُ الَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنْكُمْ لِوَاذًا فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ
يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ
أَلِيمٌ (63)
Artinya: Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu
seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya
Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kamu
dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi
perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (Qs. Al-Nur (24); 63)
Ayat ini mempertegas agar umat
muslim tidak menyebut Rasul dengan sebutan sebagaimana mereka menyebut sebagian
diantara mereka. Hendaknya panggilan penghormatan lah yang digunakan sebagai
bentuk penghormatan kepadanya, terlebih Baginda Nabi Muhammad saw.
Benar dalam sebuah riwayat, Rasul
pernah mensabdakan, “Janganlah kalian memanggilku dengan panggilan “sayyid”
di dalam sholat”. Namun, perintah ini sesungguhnya bermuara pada sikap
Baginda Nabi Muhammad saw yang tawadhu’. Padahal sejatinya Baginda Nabi
Muhammad saw merupakan “Sayyid” bagi anak cucu Adam. Sabda Baginda Nabi
Muhammad saw:
نَظَرَتْ
عَائِشَةُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ: يَا
سَيِّدَ الْعَرَبِ، فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: «أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ وَلَا فَخْرَ، وَأَبُوكِ سَيِّدُ كُهُولِ
الْعَرَبِ، وَعَلِيٌّ سَيِّدُ شَبَابِ الْعَرَبِ»
Artinya: Aisyah memandang kepada
Nabi saw kemudian ia (Aisyah) berkata: “Duhai pemimpin orang Arab”, kemudian
Rasulullah saw bersabda: “Aku pemimpin anak cucu Adam tetapi (aku) tidak
sombong, ayahmu (Abu Bakar) adalah pemimpin orang-orang tua Aran dan Ali adalah
pemimpin para pemuda Arab.” (HR. Ahmad)
Nah, sebagai seorang muslim, maka hendaknya kita
menempatkan beliau pada posisi sebagaimana keagungan posisi Baginda Nabi
Muhammad saw. Jangan sampai kita menyebut namanya, -meskipun dalam sholat tanpa
kata “sayyid” yang inti muaranya adalah bentuk penghormatan kepadanya.
Ayat diatas juga mempertegas bahwa ada sebagian orang
yang berangsur-angsur telah keluar dengan berlindung kepada kawannya. Ini mengisyaratkan
ada sebagian orang yang tanpa sadar mulai memudar rasa mahabbah dan cintanya,
serta berkurang rasa hormatnya kepada Baginda Nabi Muhammad saw dengan dalih
beliau adalah manusia biasa sebagaimana yang lain, padahal mereka telah
berangsur berkurang keimanannya. Na’udzubillahi min dzalik.
Semoga Allah selamatkan hati kita dari sikap memandang
Baginda Nabi Muhammad saw sebagaimana manusia umumnya, namun kita memandang
beliau sebagai Baginda Nabi yang penuh dengan keagungan yang telah Allah swt
limpahkan kepadanya. Dan semoga kelak kita dikumpulkan bersamanya di surga.
Aamiin yaa Mujiibassaailiin…
Komentar
Posting Komentar