Senin, 13 Januari 2025

Kang Yahya Fuad yang Ku Kenal

 

Kang Yahya Fuad yang Ku Kenal



Oleh: Muhamad Fatoni

Perkenalan

Tahun 2002 merupakan tahun pertama bagi saya untuk memulai belajar di luar daerah. Sejak dilahirkan sampai jenjang pendidikan menengah atas, kehidupan saya sebatas berkutat di sekitar rumah saja. Belum pernah sekalipun mempunyai pengalaman hidup di perantauan atau setidaknya jauh dari orangtua. Hal itu pula agaknya yang menjadikan saya agak “kurang percaya diri” untuk bepergian sendiri.

Baru, di tahun itu lah saya mulai hidup jauh dari orangtua. Setidaknya ini menjadi pengalaman bagi saya untuk bisa belajar mandiri, meskipun masih jauh dari kata “mandiri” yang sebenarnya.

Saya memulai pengalaman jauh dari orangtua di “Bumi Ngrawa,” kota Tulungagung. Satu kota kecil di pesisir selatan Jawa. Kota yang dikenal dengan “Kota Marmer,” karena dari kota ini lah marmer berasal. Kedatangan saya di kota ini adalah untuk menimba ilmu di kampus STAIN Tulungagung. Satu perguruan tinggi yang belum banyak dikenal masyarakat waktu itu, karena masih belum banyak mahasiswanya, dan belum megah gedungnya.

Pendidikan Bahasa Arab itu lah prodi yang saya ambil. Prodi yang saya bayangkan hanya sekadar mempelajari bahasa Arab sepanjang harinya. Namun, ternyata masih ada juga matakuliah lain yang diajarkan.

Pertama kali di Tulungagung, saya tinggal di sebuah rumah kos di Desa Tanjungsari. Yakni di rumah KH. Zainal Fanani di lingkungan Masjid Al-Huda Tanjungsari. Saya tinggal di sini bertiga, yakni saya, Lukman Hakim Romli dan Mohamad Choirul Rasyidin. Namun, kami tidak lama tinggal di sini. Karena mungkin belum adaptasi dan agak jauh dari keramaian, akhirnya satu persatu pamit untuk pindah ke tempat yang lain.

Untuk beberapa saat, saya berangkat dari rumah. Baru setelah lebaran saya memutuskan untuk tinggal di pesantren dekat kampus. Tepatnya di belakang kampus STAIN Tulungagung, yakni Pondok Pesantren Sirojuth Tholibin, Desa Srigading Kecamatan Udanawu Kabupaten Blitar. Di sini lah saya bertemu dan berkenalan dengan Kang Yahya Fuad.

 

 

Pribadi Sederhana dan Supel

Kang Yahya Fuad merupakan pribadi yang sederhana. Ia mudah bergaul dengan sesama teman. Di pondok Kang Fuad terkenal sebagai pribadi yang tidak banyak tingkah. Ia hanya berbicara dikala dibutuhkan.

Terkadang kami kumpul bareng dengan teman-teman untuk berbagai kegiatan. Kegiatan yang cukup intens di lakukan adalah diskusi mingguang. Maklum, di pondok ini yang tinggal adalah para mahasiswa yang sedang menempuh kuliah di STAIN Tulungagung. Tidak banyak jumlahnya. Keseluruhan putra dan putri berkisar antara 30 an orang.

Saat diskusi, Kang Fuad tergolong kritis. Ia banyak menyumbangkan ide, gagasan, dan pemikirannya. Seingat saya, Kang Fuad berasal dari program studi Ahwalu Syahsiyah. Ada beberapa teman yang berasal dari prodi ini, diantaranya adalah Kang Nurrohim (almarhum), dan Kang Ahmad Dani. Ketiga tiganya adalah orang yang cukup kritis dan memiliki bacaan cukup luas. Hal ini bisa dipahami dari isi ide, gagasan, serta pemikiran yang disampaikannya.

Tidak jarang ketiganya berdebat panjang tentang satu persoalan. Terkadang diskusi sempat agak “hangat’. Maklum saat itu kami masih menjadi santri dan juga mahasiswa yang tentunya masih diliputi dengan jiwa “idealis” dalam mempertahankan pendapat, ide, dan gagasan masing-masing. Bahkan, saya dan Kang Nurahim pernah terlibat diskusi intens membedah kitab “Bidayatul Hidayah” karya Syaikh Abi Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali. Diskusi ini diluar diskusi yang dijadwalkan karena mungkin ketertarikan Kang Nurahim untuk mengurai bersama saya di tiap malam. Diskusi kadang berlangsung sampai pukul 02.00 WIB dini hari. Namun, diskusi ini hanya berlangsung kisaran 2 minggu karena Kang Nurrohim sudah tidak berkenan lagi.

Kang Fuad Yahya selalu aktif dalam berbagai diskusi serta kegiatan di pondok. Ia juga tergolong mahasiswa yang tekun sehingga bisa menyelesaikan studinya di waktu yang tepat.

Wirausahawan

Kang Fuad Yahya juga seorang wirausahawan. Meski masih menjadi mahasiswa aktif di STAIN Tulungagung waktu itu, ia juga tidak enggan untuk berwirausaha. Ia banyak bercerita tentang usahanya bersama dengan orangtua.

Seingat saya, usaha yang ditekuninya bersama dengan orangtua adalah usaha “Kecap Manis.” Sebagai wirausaha ia tidak segan untuk memasarkan usaha tersebut serta menunjukkan spesifikasi yang dimiliki oleh kecap yang diproduksinya. Ia juga membawakan “tester” sebagai sample yang bisa dimanfaatkan oleh teman-teman saat “masak bareng” di pondok.

Kabar yang Mengejutkan

Setamat dari kuliah S1, saya tidak lagi mendengar kabar tentang beliaunya. Memang di masa kami kuliah, belum ada Whatsap yang bisa menjadi sarana silaturahim meski berjauhan tempat. Whatsap baru marak di akhir-akhir ini sehingga silaturahim mudah dilakukan meski jarang bertemu secara fisik.

Akan tetapi sebenarnya sudah ada group whatsap. Namun agaknya nomor Kang Yahya Fuad belum tergabung di group tersebut. Hanya beberapa nama saja yang ada di dalamnya. Banyak teman alumni yang belum masuk.

Sehari sebelum wafatnya, seorang kolega kampus, Dr. Ahmad Fikri Amrullah, M.Pd.I. bertanya tentang jam besuk di Rumah Sakit Iskak. Kebetulan saya barusan saja menjenguk saudara sekaligus tetangga yang dirawat disana. Sakitnya adalah gagal ginjal. Alhamdulillah sekarang sudah dirumah dan berangsur-angsur membaik meski masih tetap rutin untuk kontrol.

Saya menanyakan kepadanya tentang siapa yang sedang dirawat di sana. Ia hanya menjawab bahwa temannya sesama Pengurus Cabang Nahdhatul Ulama di Kota Blitar sedang sakit dan dirawat. Sakitnya juga sama dengan saudara saya, yaitu gagal ginjal. Kemudian saya menyampaikan tentang jam besuk yang biasanya bisa dimanfaatkan pengunjung.

Sehari setelah itu, (jika tidak salah) tiba-tiba ada kabar di group WA alumni pondok. Isinya adalah berita duka telah berpulangnya Kang Yahya Fuad disertai dengan flayer yang menunjukkan keterangan sakitnya gagal ginjal dan keterangan pengurus PCNU kota Blitar.

Saya kaget. Saya langsung menforward flayer itu ke kolega kampus saya, sembari menanyakan apakah benar yang dijenguknya kemarin adalah orang yang sama. Ternyata benar, orangnya sama dengan yang di flayer. Kang Yahya Fuad telah berpulang ke rahmatullah.

Ternyata setamat dari STAIN Tulungagung, ia banyak berkecimpung dan berkontribusi di kepengurusan Nahdhatul Ulama Kota Blitar. Ia banyak memberikan kontribusi terhadap kemajuan organisasi ini. Kang Yahya Fuad, seorang yang sederhana, supel, dan aktif dalam berbagai kegiatan telah memberikan dedikasi besar bagi masyarakat. Semoga diterima semua amal baiknya dan diampuni semua kesalahan dan do’anya. Sugeng tindak Kang, in syaa Allah ‘Husnul Khatimah’. Aamiin.

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam

  Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam   اُلله أَكْبَرُ (×٣) اُلله أَكْبَرُ (×٣) اُلله اَكبَرُ (×٣) اُلله أَكْبَرُ كُلَّمَا...