Kang Yahya Fuad yang Ku Kenal
Oleh: Muhamad Fatoni
Perkenalan
Tahun 2002 merupakan tahun pertama bagi saya untuk memulai belajar
di luar daerah. Sejak dilahirkan sampai jenjang pendidikan menengah atas,
kehidupan saya sebatas berkutat di sekitar rumah saja. Belum pernah sekalipun
mempunyai pengalaman hidup di perantauan atau setidaknya jauh dari orangtua.
Hal itu pula agaknya yang menjadikan saya agak “kurang percaya diri” untuk
bepergian sendiri.
Baru, di tahun itu lah saya mulai hidup jauh dari orangtua. Setidaknya ini menjadi pengalaman bagi saya untuk bisa belajar mandiri, meskipun masih jauh dari kata “mandiri” yang sebenarnya.
Saya memulai pengalaman jauh dari orangtua di “Bumi Ngrawa,” kota
Tulungagung. Satu kota kecil di pesisir selatan Jawa. Kota yang dikenal dengan
“Kota Marmer,” karena dari kota ini lah marmer berasal. Kedatangan saya di kota
ini adalah untuk menimba ilmu di kampus STAIN Tulungagung. Satu perguruan tinggi
yang belum banyak dikenal masyarakat waktu itu, karena masih belum banyak
mahasiswanya, dan belum megah gedungnya.
Pendidikan Bahasa Arab itu lah prodi yang saya ambil. Prodi yang
saya bayangkan hanya sekadar mempelajari bahasa Arab sepanjang harinya. Namun,
ternyata masih ada juga matakuliah lain yang diajarkan.
Pertama kali di Tulungagung, saya tinggal di sebuah rumah kos di
Desa Tanjungsari. Yakni di rumah KH. Zainal Fanani di lingkungan Masjid Al-Huda
Tanjungsari. Saya tinggal di sini bertiga, yakni saya, Lukman Hakim Romli dan
Mohamad Choirul Rasyidin. Namun, kami tidak lama tinggal di sini. Karena
mungkin belum adaptasi dan agak jauh dari keramaian, akhirnya satu persatu
pamit untuk pindah ke tempat yang lain.
Untuk beberapa saat, saya berangkat dari rumah. Baru setelah
lebaran saya memutuskan untuk tinggal di pesantren dekat kampus. Tepatnya di
belakang kampus STAIN Tulungagung, yakni Pondok Pesantren Sirojuth Tholibin,
Desa Srigading Kecamatan Udanawu Kabupaten Blitar. Di sini lah saya bertemu dan
berkenalan dengan Kang Yahya Fuad.
Pribadi Sederhana dan Supel
Kang Yahya Fuad merupakan pribadi yang sederhana. Ia mudah bergaul
dengan sesama teman. Di pondok Kang Fuad terkenal sebagai pribadi yang tidak
banyak tingkah. Ia hanya berbicara dikala dibutuhkan.
Terkadang kami kumpul bareng dengan teman-teman untuk berbagai
kegiatan. Kegiatan yang cukup intens di lakukan adalah diskusi mingguang.
Maklum, di pondok ini yang tinggal adalah para mahasiswa yang sedang menempuh
kuliah di STAIN Tulungagung. Tidak banyak jumlahnya. Keseluruhan putra dan
putri berkisar antara 30 an orang.
Saat diskusi, Kang Fuad tergolong kritis. Ia banyak menyumbangkan
ide, gagasan, dan pemikirannya. Seingat saya, Kang Fuad berasal dari program
studi Ahwalu Syahsiyah. Ada beberapa teman yang berasal dari prodi ini,
diantaranya adalah Kang Nurrohim (almarhum), dan Kang Ahmad Dani. Ketiga
tiganya adalah orang yang cukup kritis dan memiliki bacaan cukup luas. Hal ini
bisa dipahami dari isi ide, gagasan, serta pemikiran yang disampaikannya.
Tidak jarang ketiganya berdebat panjang tentang satu persoalan.
Terkadang diskusi sempat agak “hangat’. Maklum saat itu kami masih menjadi
santri dan juga mahasiswa yang tentunya masih diliputi dengan jiwa “idealis”
dalam mempertahankan pendapat, ide, dan gagasan masing-masing. Bahkan, saya dan
Kang Nurahim pernah terlibat diskusi intens membedah kitab “Bidayatul Hidayah”
karya Syaikh Abi Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali. Diskusi ini diluar
diskusi yang dijadwalkan karena mungkin ketertarikan Kang Nurahim untuk
mengurai bersama saya di tiap malam. Diskusi kadang berlangsung sampai pukul
02.00 WIB dini hari. Namun, diskusi ini hanya berlangsung kisaran 2 minggu
karena Kang Nurrohim sudah tidak berkenan lagi.
Kang Fuad Yahya selalu aktif dalam berbagai diskusi serta kegiatan
di pondok. Ia juga tergolong mahasiswa yang tekun sehingga bisa menyelesaikan
studinya di waktu yang tepat.
Wirausahawan
Kang Fuad Yahya juga seorang wirausahawan. Meski masih menjadi
mahasiswa aktif di STAIN Tulungagung waktu itu, ia juga tidak enggan untuk
berwirausaha. Ia banyak bercerita tentang usahanya bersama dengan orangtua.
Seingat saya, usaha yang ditekuninya bersama dengan orangtua adalah
usaha “Kecap Manis.” Sebagai wirausaha ia tidak segan untuk memasarkan
usaha tersebut serta menunjukkan spesifikasi yang dimiliki oleh kecap yang
diproduksinya. Ia juga membawakan “tester” sebagai sample yang bisa
dimanfaatkan oleh teman-teman saat “masak bareng” di pondok.
Kabar yang Mengejutkan
Setamat dari kuliah S1, saya tidak lagi mendengar kabar tentang
beliaunya. Memang di masa kami kuliah, belum ada Whatsap yang bisa
menjadi sarana silaturahim meski berjauhan tempat. Whatsap baru marak di
akhir-akhir ini sehingga silaturahim mudah dilakukan meski jarang bertemu
secara fisik.
Akan tetapi sebenarnya sudah ada group whatsap. Namun
agaknya nomor Kang Yahya Fuad belum tergabung di group tersebut. Hanya beberapa
nama saja yang ada di dalamnya. Banyak teman alumni yang belum masuk.
Sehari sebelum wafatnya, seorang kolega kampus, Dr. Ahmad Fikri
Amrullah, M.Pd.I. bertanya tentang jam besuk di Rumah Sakit Iskak. Kebetulan
saya barusan saja menjenguk saudara sekaligus tetangga yang dirawat disana.
Sakitnya adalah gagal ginjal. Alhamdulillah sekarang sudah dirumah dan
berangsur-angsur membaik meski masih tetap rutin untuk kontrol.
Saya menanyakan kepadanya tentang siapa yang sedang dirawat di
sana. Ia hanya menjawab bahwa temannya sesama Pengurus Cabang Nahdhatul Ulama
di Kota Blitar sedang sakit dan dirawat. Sakitnya juga sama dengan saudara
saya, yaitu gagal ginjal. Kemudian saya menyampaikan tentang jam besuk yang
biasanya bisa dimanfaatkan pengunjung.
Sehari setelah itu, (jika tidak salah) tiba-tiba ada kabar di group
WA alumni pondok. Isinya adalah berita duka telah berpulangnya Kang Yahya Fuad
disertai dengan flayer yang menunjukkan keterangan sakitnya gagal ginjal dan
keterangan pengurus PCNU kota Blitar.
Saya kaget. Saya langsung menforward flayer itu ke kolega kampus
saya, sembari menanyakan apakah benar yang dijenguknya kemarin adalah orang
yang sama. Ternyata benar, orangnya sama dengan yang di flayer. Kang Yahya Fuad
telah berpulang ke rahmatullah.
Ternyata setamat dari STAIN Tulungagung, ia banyak berkecimpung dan
berkontribusi di kepengurusan Nahdhatul Ulama Kota Blitar. Ia banyak memberikan
kontribusi terhadap kemajuan organisasi ini. Kang Yahya Fuad, seorang yang
sederhana, supel, dan aktif dalam berbagai kegiatan telah memberikan dedikasi
besar bagi masyarakat. Semoga diterima semua amal baiknya dan diampuni semua
kesalahan dan do’anya. Sugeng tindak Kang, in syaa Allah ‘Husnul Khatimah’.
Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar