Jumat, 27 Mei 2016

Jangan Terburu - buru



لَا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ (16) إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْأَنَهُ (17) فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْأَنَهُ (18)

            Artinya: “Janganlah engkau terburu – buru menggerakkan lisanmu untuk menghafalnya (al Qur’an) (16) Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya dalam hatimu dan membacakannya (17) Maka ketika Kami telah membacakannya, ikutilah bacaannya(18)”. (Q.S. al Qiyamah; 16 – 18)

Secara eksplisit khitab ayat diatas adalah Nabi Muhammad SAW ketika beliau menerima wahyu dari Allah SWT melalui perantaraan Malaikat Jibril. Disaat Malaikat Jibril menyampaikan al Qur’an beliau ingin segera menghafal dengan mengikuti bacaan Malaikat Jibril meski ia belum selesai membacakan wahyu tersebut. Oleh karena itulah Allah menegur beliau dengan menurunkan ayat ini.

Meski secara eksplisit khithabnya adalah Nabi Muhammad SAW akan tetapi kalua kita mau memperhatikan dan mencermati lebih dalam lagi khitab ini bisa berlaku umum untuk semua umat islam. Ayat ini mengisyaratkan bahwa salah satu sifat naluriah yang ada dalam diri manusia adalah sifat terburu – buru (‘ajalah).

Sifat ‘ajalah atau terburu – buru bukanlah sifat yang baik. Sifat terburu – buru pada hakikatnya berasal dari syaithan. Syaithan adalah musuh yang nyata bagi setiap anak Adam. Oleh karena itu apapun akan dia lakukan demi untuk menyesatkan manusia. Kecenderungan manusia selalu menginginkan hal yang serba instan, cepat dan segera. Sifat semacam ini akhirnya seringkali mendorong manusia untuk berlaku diluar ketentuan yang seharusnya, melanggar norma dan aturan yang ada. Hal inilah yang menyebabkan mereka terjebak dalam kehidupan semu yang tidak membuat hati mereka bahagia.

Di era modern semacam ini kemampuan masyarakat semakin meningkat didukung dengan tersedianya berbagai fasilitas yang mendukung mereka untuk melakukan segala hal dalam waktu sesingkat singkatnya. Dalam hal makanan misalnya,, banyak produk instan yang disuguhkan dan disajikan dengan iklan dan promosi yang sangat menggiurkan tentunya. Masyarakat modern cenderung menikmati hal hal ini sebagai pola keshariannya, padahal kalua mau berfikir efeknya sungguh sangat berbahaya. Demikian halnya dengan minuman dan produk lain semisalnya.

Inilah semestinya hal yang perlu diperhatikan dan perlu diantisipasi oleh setiap manusia. Jangan mudah percaya dengan iklan dan layanan yang serba instan (‘ajalah). Tidak mungkin kesuksesan bisa diraih dengan cara yang instan. Semua hal memerlukan proses yang terus menerus dan berkesinambungan. Usaha yang sungguh – sungguh akan menjadi modal kita neraih kesuksesan dimasa yang akan datang. Ingatlah qaul ba’dlul ‘ulama:

إِجْهَدْ وَلَا تَكْسَلْ وَلَا تَكُ غَافِلًا فَنَدَامَةُ الْعُقْبَي لِمَنْ يَتَكَاسَلُ

Artinya: “Bersungguh – sungguhlah dan jangan malas dan jangan engkau lengah, karena penyesalan itu adalah bagi mereka yang malas.”



Ramadlan Sebentar Lagi




Tanpa terasa waktu berlalu begitu cepat. Rasanya masih kemarin suara takbir, tahlil dan tahmid berkumandang mengiringi datangnya hari ‘Idul Fitri yang dinanti bersama kini Ramadlan bulan mulia lebih mulia dari seribu bulan telah bersiap untuk menyapa setiap mukmin untuk berebut amal dan pahala. Bulan dimana setiap amal kebaikan dilipat gandakan Allah SWT. Sungguh bulan istimewa yang dinantikan setiap mukmin yang bertaqwa.

Di bulan suci Ramadlan umat islam diwajibkan untuk melaksanakan puasa. Puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa mulai terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Perintah puasa ini tertuang dalam firman Allah SWT Surat al Baqarah 183:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (183)

Artinya: “Wahai orang – orang yang beriman telah diwajibkan puasa atas kalian semua sebagaimana diwajibkan atas orang – orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa.” (Q.S. al Baqarah; 183)

Ayat diatas secara tegas menjelaskan kepada kita akan kewajiban umat yang beriman untuk melaksanakan puasa. Khithab dalam ayat diatas adalah orangyang beriman bukan orang muslim. Hal ini menunjukkan bahwa orang yang mau melaksanakan puasa hanyalah orang mukmin yakni orang yang memiliki keyakinan akan perintah Allah SWT bukan orang muslim. Kenyataan menunjukkan bahwa banyak sekali orang yang mengaku islam akan tetapi dalam kesehariannya tidak mencerminkan keislamannya. Banyak diantara mereka disiang hari bulan Ramadlan tetap makan, minum dan merokok di warung, jalan dan di pasar. Hal ini sangat jauh dari pengakuan keislaman mereka.

Puasa memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Secara nafsiah manfaat puasa bisa kita rasakan dengan semakin meningkatnya kesehatan kita. Puasa dapat menjadi sarana istirahat bagi semua organ pencernaan yang selalu bekerja siang dan malam tanpa henti. Puasa juga bisa membantu melancarkan sirkulasi darah, membakar lemak – lemak jenuh dan racun yang masuk tanpa terkontrol kedalam tubuh melalui makanan. Selain itu dengan puasa maka system daya ingat kita akan semakin meningkat, pikiran menjadi tenang dan jauh dari pikiran – pikiran kotor yang merupakan dorongan dari syahwat dan hawa nafsu. Dengan terbebasnya manusia dari keinginan – keinginan duniawi dan dorongan nafsu syahwat maka secara otomatis manusia akan semakin tenang dalam menghadapi kehidupan. Mereka bisa bekerja secara teratur dan maksimal.

Dari sisi social dan muamalah puasa melatih kita untuk merasakan nasib para fakir miskin dan dlu’afa’ yang terkadang bisa makan namun kadangkala mereka harus menahan lapar dan dahaga. Dengan merasakan nasib yang mereka alami maka diharapkan akan muncul sebuah kesadaran dalam diri setiap mukmin untuk membantu saudara – saudara mereka yang masih dalam keadaan kurang mampu. Oleh karena itu disyariatkanlah zakat bagi setiap mukmin dari harta yang mereka miliki. Hal ini dikarenakan karena didalam harta yang kita miliki terdapat hak bagi kaum fakir miskin, dlua’afa yang meminta – minta maupun yang tidak meminta. Oleh karenanya wajib bagi setiap mukmin untuk memiliki rasa kepedulian terhadap sesame makhluk Allah SWT.

Perlu diingat bahwa puasa bukanlah ajang berfoya – foya. Banyak diantara umat islam yang ketika datang bulan puasa seolah ini menjadi ajang bagi mereka untuk memenuhi hasrat mereka yang terpendam. Seringkali mereka berlaku berlebih – lebihan di bulan suci Ramadlan terutama dalam menyajikan menu makan berbuka maupun saat sahur. Mereka menyajikan aneka macam menu makanan dengan harga mahal dengan dalih untuk mengambil kekuatan dalam berpuasa untuk menutupi kehidupan berlebihan yang mereka nikmati. Maka perlu diingat bahwa rasulullah saw selalu bersikap sederhana dalam menikmati menu makanannya. Beliau tidak pernah berlebihan sebagaimana yang saat ini sering kita jumpai dalam kehidupan masyarakat muslim. Justru dalam bulan Ramadlan beliau selalu menganjurkan kepada kita semua umat mukmin untuk memperbanyak shadaqah dan memberi makan bagi fakir dan miskin. Sungguh ini adalah satu kepribadian luhur yang seharusnya kita sebagai umat islam mencontoh perbuatan ini.

Hakikat puasa tidak hanya sekedar kita menahan diri dari makan dan minum belaka, akan tetapi kita juga menahan diri kita dari segala bujukan hawa nafsu yang mengarah kepada bentuk penyelewengan dan kemaksiatan. Berusaha dengan segenap kemampuan agar kita bisa senantiasa menjadi hamba yang ‘muttaqin’. Hamba yang senantiasa patuh pada apa yang menjadi perintahNya dan menjauhi segala laranganNya. Akhirnya mari kita songsong datangnya bulan suci Ramadlan ini dengan suka cita. Kita manfaatkan Ramadlan ini untuk bertaqarrub kepada Allah. Kita bermohon kepada Allah mudah – mudahan kita bisa menjadi hambaNya yang sejati. Hamba yang selalu bersamaNya dalam setiap waktu dan dalam setiap kondisi. Amin….



Rabu, 25 Mei 2016

Do’a Kun Fayakun



اَللهُمَّ تَجَلَّنِى بِإِرَادَتِكَ وَقُدْرَتِكَ وَقُوَّتِكَ وَقَهَّارِكَ وَجَبَّارِكَ وَبِلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئاً أَنْ يَقُوْلَ لَهُ كُنْ فَيَكُوْنُ

Selasa, 24 Mei 2016

Panduan Tahsin Tilawah al Qur’an Dan Ilmu Tajwid


Panduan Tahsin Tilawah al Qur’an Dan Ilmu Tajwid adalah salah satu buku yang membahas tentang tata kaidah didalam membaca al Qur’an secara benar baik dari sisi kaidah ilmu shifatil huruf maupun kaidah ilmu tajwid. Buku ini ditulis oleh DR. H. Ahmad Annuri, MA. Seorang yang memiliki perhatian dan keseriusan dalam memahami dan mendalami al Qur’an. 
 
Sudah maklum bagi kita bersama bahwa al Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan oleh Allah SWT kepada manusia pilihan yang menjadi kekasihNya yaitu Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat Jibril yang sampai kepada kita dengan jalan mutawatir dan membacanya bernilai ibadah. Oleh karena itu al Qur’an memiliki keistimewaan – keistimewaan yang tidak dimiliki oleh kitab yang lain. Ia mengandung mu’jizat yang dengan surat terpendek saja dapat digunakan untuk mengalahkan dan melemahkan setiap musuhnya. Tak berlebihan kiranya bahwa al Qur’an itu semakin ditentang maka ia akan semakin menunjukkan kebenarannya.

Sampai saat ini al Qur’an terbukti telah mampu menunjukkan keotentikannya tanpa tercampuri oleh tahrif yang diupayakan oleh pihak yang ingin merusak keotentikan al Qur’an. Allahlah yang selalu menjaga al Qur’an sehingga tidak satu manusiapun yang mampu untuk merubah dan menodai keotentikannya. 

Meski al Qur’an terbilang kitab suci yang cukup tebal dan terdiri dari 30 juz, toh nyatanya banyak orang yang mampu menghafal al Qur’an. Inilah salah satu wujud penjagaan yang dilakukan Allah untuk al Qur’an. Bahkan meski al Qur’an terbilang mengandung nilai sastra yang sangat tinggi dan tidak tertandingi namun nyatanya banyak orang yang mampu menghafal, memahami dan mengerti maksud al Qur’an. Inilah barangkali yang dimaksud oleh Allah dalam firmanNya:

وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْأَنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُذَّكِّرٍ (القمر :17)

Artinya: “Dan sungguh Kami mudahkan al Qur’an untuk dipelajari, maka adakah orang yang mau mempelajarinya?” (Al Qamar; 17)

Ayat diatas memberikan jaminan Allah kepada orang – orang yang mau mempelajari al Qur’an. Allah akan memberikan kemudahan bagi mereka untuk mempelajari dan memahami al Qur’an. Sungguh hal ini adalah satu keistimewaan yang dimiliki al Qur’an yang tidak dimiliki oleh kitab – kitab yang lain. 

Salah satu kemu’jizatan yang dimiliki al Qur’an adalah al Qur’an memiliki cara baca yang berbeda dengan kebanyakan kitab yang lain. Sehingga al Qur’an begitu enak di dengar, tidak membosankan saat dibaca dan di dengarkan. Bahkan orang yang senantiasa istiqamah membaca al qur’an akan merasakan kerinduan ketika dalam sehari saja mereka tidak membaca al qur’an.

Dalam buku Panduan Tahsin Tilawah al Qur’an dan Ilmu Tajwid tersebut penulis mengajak kepada pembaca untuk lebih memahami lagi tentang car abaca al Qur’an yang baik sesuai dengan kaidah yang benar dan telah ditetapkan oleh para ulama’. Sebagaimana kita maklumi bahwa sebagian besar diantara masyarakat kurag memiliki perhatian didalam hal ini. Kebanyakan mereka hanya sekedar bisa membaca al Qur’an dan kurang mengetahui tata cara dan kaidah membaca al Qur’an. Akibatnya banyak kesalahan yang terjadi saat mereka membaca al Qur’an. Oleh karenanya melalui buku ini penulis mengajak para pembaca yang budiman untuk lebih memperhatikan dan mendalami kembali tata kaidah tentang membaca al Qur’an mengingat Allah SWT dalam al Qur’an berfirman dalam surat al Muzammil ayat 4:

وَرَتِّلِ الْقُرْآَنَ تَرْتِيلًا (4)

Artinya: “Dan bacalah al Qur’an dengan setartil – tartilnya” (Q.S. Al Muzammil ;4)

Buku ini disusun secara aplikatif dan komprehensif menggunakan bahasa yang komunikatif sehingga mudah dipahami. Bagi para pemerhati tilawah buku ini layak untuk menjadi bahan rujukan dalam memahami dan mengajarkan al Qur’an. Mudah – mudahan kita dijadikan ahlul Qur’an dan Allah menjadikan al Qur’an sebagai penolong kita di yaumul qiyamah. Amin…

Nyekar




Nyekar  berasal dari istilah sekar dalam Bahasa Jawa yang artinya adalah bunga. Nyekar adalah tradisi yang dilakukan masyarakat Jawa untuk mengirim arwah para leluhur dengan do’a. Tradisi nyekar ini telah mendarah daging di hati sanubari seluruh masyarakat jawa. 

Tradisi ini dilakukan dengan cara menebar bunga diatas makam para leluhur. Setelah itu dilanjutkan dengan membaca do’a seperti tahlil dan membaca surat yasin diatas makam. Hal ini dimaksudkan untuk mendo’akan para arwah leluhur agar diampuni dosanya dan diberikan kenikmatan dialam kuburnya.

Menjelang datangnya bulan suci Ramadlan masyarakat jawa biasanya memenuhi makam para leluhurnya untuk melakukan tradisi nyekar ini. Tentu hal ini memiliki keunikan tersendiri bagi masyarakat. Satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah membawa bunga dan menaburkan bunga tersebut diatas makam. 

Permintaan bunga yang begitu banyak di awal Ramadlan merupakan anugerah tersendiri bagi para penjual bunga. Mereka dapat meraup keuntungan yang begitu besar dalam satu hari. Harga bungapun mengalami kenaikan yang tinggi. Meski demikian warga masyarakat tetap membelinya. Rasanya tak lengkap bila saat mereka menziarahi makam leluhur tidak ada bunga yang ditabur diatas makam.