Sabtu, 31 Januari 2015

Tazkiyatun Nafsi


Hati adalah pusat dari segala aktifitas yang dilakukan manusia. Hati yang baik akan menuntun seluruh tubuh untuk melakukan aktifitas yang baik, diridlai Allah, sesuai dengan ketentuan syariat. Kebersihan hati mutlak diperlukan agar manusia mampu mengemban amanah yang diberikan kepadanya sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al baqarah ayat 30 :
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ (30)
Artinya : Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah di bumi”, mereka berkata: “apakah Engkau akan menciptakan seseorang yang membuat kerusakan dan menumpahkan darah disana sementara kami senantiasa bertasbih dengan memuji dan mensucikanMu”, Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang tidak kalian ketahui”. (Q.S. Al Baqarah: 30)
Dalam ayat diatas Allah SWT menegaskan bahwa tugas manusia dibumi adalah sebagai seorang khalifah. Kata khalifah dalam bahasa arab memiliki arti pengganti, pemimpin. Dengan demikian manusialah yang bertanggung jawab dalam memimpin dan menjadikan bumi ini sebagai tempat yang aman, nyaman dan tentram.
Untuk kepentingan tersebut Allah SWT menganugerahkan akal kepada manusia. Akal mengambil peranan penting dalam rangka melaksanakan tugas sebagai khalifah. Dengan akal manusia mampu membedakan antara kebaikan dan keburukan, manfaat dan madlarat.
Meskipun akal dapat membedakan kebaikan dan keburukan, manfaat dan madlarat, akan tetapi akal bukanlah penentu dari aktifitas dan perilaku manusia. Hal ini terbukti dengan banyaknya perilaku dan tindakan yang tidak sesuai dengan apa yang ditentukan oleh syariat bahkan merugikan yang lain akan tetapi tetap saja dilakukan. Ini menunjukkan bahwa seberapa besar peran akal, ia hanyalah sebagai tempat pertimbangan bukan pengambil keputusan. Hatilah yang menjadi penentu dalam mengambil keputusan atas tindakan dan perilaku manusia.
Oleh karena hati memiliki peran penting dalam kehidupan manusia, maka membersihkan hati menjadi suatu keharusan. Hati yang terus menerus dibersihkan akan bersih dari kotoran – kotoran yang menyebabkan ia mengambil keputusan yang benar. Proses pembersihan hati dari kotoran hati ini disebut tazkiyatun nafsi.
Ulama’ sufi sepakat bahwa:
تَزْكِيَةُ النَّفْسِ عَنِ الرَّذَائِلِ وَاجِبَةٌ.
Artinya: “Membersihkan hati dari kotoran – kotoran hati adalah wajib”.
Dengan demikian sudah menjadi keharusan bagi setiap manusia untuk melakukan tazkiyatun nafsi untuk membersihkan hati dari berbagai macam penyakit hati. Berbagai upaya telah dilakukan oleh para ulama’ untuk membersihkan hati umat dan masyarakat, mengarahkan mereka untuk kembali kejalan yang diridlai Allah SWT. Saat ini banyak stasiun televisi dan radio yang menyiarkan berbagai kegiatan keagamaan baik berupa majlis ta’lim, dialog agama, ceramah maupun gema shalawat diberbagai tempat yang disiarkan secara live. Akan tetapi nampaknya hal ini belum mampu menjawab kebutuhan umat. Hal ini barangkali karena sasaran dari kegiatan tersebut lebih banyak menyentuh akal fikiran manusia daripada hati yang menjadi pusat aktifitas manusia.
Hati manusia akan menjadi bersih manakala hati itu mendapat hidayah dari Allah SWT. Hidayah dapat diusahakan sebagaimana firman Allah SWT dalam al qur’an surat al ankabut ayat 69:
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ (69)
Artinya : “Dan orang – orang yang bersungguh – sungguh menuju kepadaKu maka pasti akan Aku tunjukkan jalan – jalanKu, sesungguhnya Allah pasti bersama orang – orang yang berbuat kebaikan”.
Berkaitan dengan hal ini Imam Al Ghazali menyebutkan bahwa:
اَلْمُجَاهَدَةُ مِفْتَاحُ الْهِدَايَةِ لاَمِفْتَاحَ لَهَا سِوَاهَا
Artinya: “Mujahadah adalah kunci hidayah tidak ada kunci hidayah melainkan mujahadah”.





Izinkan Aku


 
Duhai Tuhan…
Engkaulah Dzat Yang Maha Mengetahu semua rahasia
Tidak ada satu hal didunia ini yang luput dari pengetahuanMU

Tuhan…
Gemerlap dunia telah mengubah naluri seorang hamba menjadi seekor serigala
Mereka rela menerkam dan memangsa sesamanya
Sahabat handai tolan dan kerabat pun tak lagi dihiraukan

Tuhan…
Sungguh aku memohon perlindungan
Hanya Engkaulah yang mampu menolong
tanpaMu seluruh hidupku tak ada artinya
tanpaMu semua terasa hampa
tanpaMu hidupkuu sia – sia

Tuhan…
Aku sadar …
Betapa diriku adalah makhluk yang hina
Tak pantas rasanya aku bersanding dengan para manusia kekasihMu
Tetapi Tuhan …
Tanpa mereka hidupku tak punya arah
Tanpa mereka hidupku hanyalah sebatang kara
Tanpa mereka hidupku bagaikan sampah

Tuhan…
Izinkan aku..
Mendekat kepada para kekasihMu
Berharap akan tetesan barakah
Berharap akan tetesan kasih sayang
Hingga aku bisa sadar wushul kehadiratMu….
Al Fatihah….

Kamis, 29 Januari 2015

Hati Nurani




Hati nurani atau intuisi merupakan tempat dimana manusia dapat memperoleh saluran ilham dari Tuhan. Hati nurani diyakini selalu cenderung kepada kebaikan. Hati nurani merujuk pada suara hati yang paling dalamsebagai bisikan dari Tuhan.
Setiap manusia memiliki hati nurani. Mereka mampu membedakan mana yang baik dan buruk dengan hati nurani yang mereka miliki. Hati nurani selalu bergerak seirama dengan kehendak  Tuhan. Ia ada dalam liputan kekuasaan Tuhan.
Pada kenyataannya kita selalu melihat dan dihadapkan dengan berbagai hal yang tidak sesuai dengan kata nurani kita. Banyak orang yang melakukan hal – hal yang menyimpang dari norma – norma baik social, adat maupun agama. Hal ini bukan berarti bahwa mereka tidak memiliki nurani, akan tetapi nurani mereka telah tertutup oleh berbagai perbuatan buruk yang mengakibatkan nurani itu tidak mampu mengarahkan saraf – saraf tubuh sesuai dengan keinginannya.
Dalam perspektif islam pusat dari seluruh aktifitas manusia berada dalam hati. Hal ini sesuai dengan apa yang disebutkan dalam hadis nabi:
إِنَّ فِي الْجَسَدِ لَمُضْغَةً إِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ (أَخْرَجَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ فِي صَحِيحِهِ وَالْبَيْهَقِيُّ فِي شُعَبِ الْإِيمَانِ وَابْنُ أَبِي الدُّنْيَا)
Artinya: Sesungguhnya  didalam jasad manusia terdapat segumpal darah, jika segumpal darah itu baik maka baiklah seluruh jasad dan jika segumpal darah itu rusak maka rusaklah seluruh jasad, ingatlah segumpal darah itu adalah hati. (dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam kitab shahihnya, Imam Baihaqi dalam kitab Syu’abil Iman dan Ibnu Abi al Dunya)
Inti sari hadis diatas menjelaskan bahwa di dalam tubuh manusia terdapat satu organ berupa segumpal darah yang apabila ia baik maka seluruh tubuh akan baik dan apabila rusak maka seluruh tubuh akan rusak, organ itu adalah hati. Hati bisa dimaknai sebagai hati yang sebenarnya berupa bagian dari organ tubuh manusia yang berupa segumpal darah berbentukk lonjong menyerupai bunga pisang (ontong).
Pada kenyataannya organ hati memang memiliki peran yang sangat penting dalam siklus kehidupan manusia. Apabila hati sehat maka tubuh juga sehat, aktifitas berjalan dengan baik dan seluruh saraf bekerja dengan baik. Akan tetapi apabila hati telah sakit maka akan timbul berbagai penyakit yang menggerogoti tubuh manusia yang berujung pada kematiannya.
Makna kedua dari hati dalam hadis diatas adalah hati dalam bentuk ruhani, yaitu sesuatu yang telah diciptakan oleh Tuhan yang berperan sebagai pusat dari seluruh aktifitas manusia. Jika hati ini sehat (baik), maka seluruh aktifitas dan perbuatan yang dilakukan manusia akan baik, tetapi jika ia buruk maka aktifitas dan perbuatan yang ditimbulkan juga berdampak negative baik secara individu maupun social. Makna kedua inilah yang tampaknya sesuai dengan hati nurani.
Pada dasarnya setiap manusia dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang patut dan mana yang tidak patut, hanya saja dalam prakteknya seringkali manusia menyimpang dari kebenaran. Perilaku manusia yang tidak sesuai dengan apa yang ada dalam hati nurani mereka ini disebabkan oleh karena dosa yang sering mereka lakukan sehingga mata hati mereka telah tertutup dan tidak mampu melihat kebenaran yang ada. Oleh sebab itulah setiap manusia harus melakukan “tazkiyatun nafs” untuk mengembalikan kondisi hati mereka seperti semula.
Demikianlah hati nurani manusia mengambil posisi sangat penting dalam kehidupan. Sudah seharusnya setipa manusia menjaga hati nuraninya agar terus bersinar dan menyinari diri mereka sehingga tercermin dalam setiap perilaku mereka yang baik dan seiring dengan norma – norma yang berlaku dalam kehidupan.