Hati adalah pusat dari segala aktifitas yang dilakukan manusia. Hati yang baik akan menuntun seluruh tubuh untuk melakukan aktifitas yang baik, diridlai Allah, sesuai dengan ketentuan syariat. Kebersihan hati mutlak diperlukan agar manusia mampu mengemban amanah yang diberikan kepadanya sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al baqarah ayat 30 :
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً
قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ
الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ
مَا لَا تَعْلَمُونَ (30)
Artinya : Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para
malaikat, “sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah di bumi”, mereka
berkata: “apakah Engkau akan menciptakan seseorang yang membuat kerusakan dan
menumpahkan darah disana sementara kami senantiasa bertasbih dengan memuji dan mensucikanMu”,
Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang tidak kalian
ketahui”. (Q.S. Al Baqarah: 30)
Dalam ayat diatas Allah SWT menegaskan bahwa tugas manusia dibumi
adalah sebagai seorang khalifah. Kata khalifah dalam bahasa arab memiliki arti
pengganti, pemimpin. Dengan demikian manusialah yang bertanggung jawab dalam
memimpin dan menjadikan bumi ini sebagai tempat yang aman, nyaman dan tentram.
Untuk kepentingan tersebut Allah SWT menganugerahkan akal kepada
manusia. Akal mengambil peranan penting dalam rangka melaksanakan tugas sebagai
khalifah. Dengan akal manusia mampu membedakan antara kebaikan dan keburukan,
manfaat dan madlarat.
Meskipun akal dapat membedakan kebaikan dan keburukan, manfaat dan
madlarat, akan tetapi akal bukanlah penentu dari aktifitas dan perilaku
manusia. Hal ini terbukti dengan banyaknya perilaku dan tindakan yang tidak sesuai
dengan apa yang ditentukan oleh syariat bahkan merugikan yang lain akan tetapi
tetap saja dilakukan. Ini menunjukkan bahwa seberapa besar peran akal, ia
hanyalah sebagai tempat pertimbangan bukan pengambil keputusan. Hatilah yang
menjadi penentu dalam mengambil keputusan atas tindakan dan perilaku manusia.
Oleh karena hati memiliki peran penting dalam kehidupan manusia,
maka membersihkan hati menjadi suatu keharusan. Hati yang terus menerus
dibersihkan akan bersih dari kotoran – kotoran yang menyebabkan ia mengambil
keputusan yang benar. Proses pembersihan hati dari kotoran hati ini disebut tazkiyatun
nafsi.
Ulama’ sufi sepakat bahwa:
تَزْكِيَةُ النَّفْسِ عَنِ
الرَّذَائِلِ وَاجِبَةٌ.
Artinya: “Membersihkan hati dari kotoran – kotoran hati adalah wajib”.
Dengan demikian sudah menjadi keharusan bagi setiap manusia untuk
melakukan tazkiyatun nafsi untuk membersihkan hati dari berbagai macam penyakit
hati. Berbagai upaya telah dilakukan oleh para ulama’ untuk membersihkan hati
umat dan masyarakat, mengarahkan mereka untuk kembali kejalan yang diridlai
Allah SWT. Saat ini banyak stasiun televisi dan radio yang menyiarkan berbagai
kegiatan keagamaan baik berupa majlis ta’lim, dialog agama, ceramah maupun gema
shalawat diberbagai tempat yang disiarkan secara live. Akan tetapi nampaknya
hal ini belum mampu menjawab kebutuhan umat. Hal ini barangkali karena sasaran
dari kegiatan tersebut lebih banyak menyentuh akal fikiran manusia daripada
hati yang menjadi pusat aktifitas manusia.
Hati manusia akan menjadi bersih manakala hati itu mendapat
hidayah dari Allah SWT. Hidayah dapat diusahakan sebagaimana firman Allah SWT
dalam al qur’an surat al ankabut ayat 69:
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ
لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ (69)
Artinya
: “Dan orang – orang yang bersungguh – sungguh menuju kepadaKu maka pasti akan
Aku tunjukkan jalan – jalanKu, sesungguhnya Allah pasti bersama orang – orang
yang berbuat kebaikan”.
Berkaitan
dengan hal ini Imam Al Ghazali menyebutkan bahwa:
اَلْمُجَاهَدَةُ مِفْتَاحُ الْهِدَايَةِ
لاَمِفْتَاحَ لَهَا سِوَاهَا
Artinya:
“Mujahadah adalah kunci hidayah tidak ada kunci hidayah melainkan mujahadah”.
Komentar
Posting Komentar