Rabu, 22 November 2017

Suara Literasi Kaum Santri

Suara Literasi Kaum Santri

Suara literasi sesungguhnya telah disuarakan dan digelorakan oleh umat Islam semenjak dahulu. Bahkan semangat literasi sudah ada semenjak diutusnya Rasul Muhammad SAW di tengah-tengah kaumnya yang ummi. Kaum yang buta huruf, tidak kenal baca tulis. Tentu tidak semua bangsa Arab buta huruf, tetapi karena perbandingan antara yang melek dan buta lebih banyak yang buta, maka bangsa tersebut lebih dikenal dengan bangsa ummi, bangsa buta huruf.

Di antara bukti yang menunjukkan bahwa bangsa Arab juga mengenal tulisan adalah adanya tradisi jahiliyah yang disebut dengan al-mu’allaqat. Al-Mu’allaqat adalah tradisi kaum Arab jahiliyah untuk beradu keindahan syair. Syair yang dinilai indah dan layak untuk dipamerkan akan ditempel di dinding Ka’bah agar bisa dilihat dan dinikmati oleh pengunjung yang datang. Karena itu tradisi ini dikenal dengan al-mu’allaqat dari kata ‘alaqa yang artinya menempel.

Terhapusnya Mata Batin

Terhapusnya Mata Batin

Salah satu tanda kekuasaan-Nya, adalah diciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan. Ada siang yang berpasangan dengan malam, lelaki dan perempuan, timur dan barat, selatan dan utara, jasmani dan ruhani, serta dhahir dan bathin. Semua tercipta atas kehendak-Nya, Yang Maha Kuasa tanpa ada seorangpun yang mampu menolaknya.

Penciptaan alam beserta isinya, sesungguhnya menunjukkan kekuasaan-Nya yang tiada terbatas. Karena itu tidak seharusnya seorang pun diantara makhluk ciptaan-Nya yang dibenarkan meragukan sedikitpun atas segala titah dan kuasa-Nya. Keraguan atas titah dan kuasa-Nya menunjukkan dangkalnya pemahaman orang tersebut terhadap ke-Maha-an-Nya.

Rabu, 15 November 2017

Seandainya Kiamat Tiba dan di Tangan Kalian Terdapat Pena



Seandainya Kiamat Tiba dan di Tangan Kalian Terdapat Pena

Menulis menjadi hal penting bagi manusia. Tulisan yang dihasilkan seseorang akan menjadi bukti eksistensi seseorang di dunia ini. Untuk menghasilkan tulisan yang berkualitas, tentu tidak semudah yang dibayangkan. Memang semua orang bisa menulis. Akan tetapi jika kebiasaan menulis tidak dijadikan budaya, tulisan yang dihasilkan akan terasa kaku dan kurang bisa dinikmati para pembacanya.

Bahasa tulis jelas tidak sama dengan bahasa lisan. Banyak orang yang ahli dalam bahasa lisan/oral, tetapi lemah dalam bahasa tulis. Kelemahan itu sesungguhnya bisa diatasi dengan terus-menerus menempa diri. Berlatih dan istiqamah menulis setiap harinya. Menorehkan huruf demi huruf dan merangkai kata demi kata. Tidak perlu banyak, mungkin bisa satu atau dua alinea. Awalnya akan terasa sulit. Lama-lama akan terbiasa dan menjadi sebuah kebiasaan yang bisa jadi membuat kecanduan.

Selasa, 14 November 2017

Satu Lagi

Satu Lagi

Menekuni dunia literasi bukan persoalan mudah. Selalu saja ada bebatuan terjal yang akan menjadi penghalang. Cobaan demi cobaan, hambatan demi hambatan selalu datang sebagai badai yang menerjang, menghempaskan setiap yang ada di depannya.

Begitulah gambaran perjuangan seorang penulis dalam menghasilkan larik-larik kalimat, baris-baris paragraph dan seterusnya. Semua membutuhkan perjuangan. Mereka yang menikmati hasilnya, hanya mengetahui hasilnya tanpa sedikitpun melirik pada perjuangan berdarah-darah para penulisnya.

Nusammika Bi…

Nusammika Bi…


Beberapa minggu terakhir, fisik, tenaga dan fikiran terfokus pada persoalan rumah tangga, menyambut kedatangan amanah Allah SWT untuk kali ketiga. Ya, putra pertama dari ketiga anak saya telah lahir. Tepatnya hari Jum’at dini hari, pada sekitar pukul 02.00 WIB. Sungguh keberkahan bagi kami sekeluarga atas nikmat dan karunia-Nya yang tiada tara. Sekalipun ribuan kalimah hamdalah kami ucap dan sanjungkan kepada-Nya, kiranya hal itu belumlah sepadan dengan nikmat dan karunia yang telah dianugerahkan-Nya kepada keluarga kami.

Diantara  hak seorang anak adalah mendapatkan nama yang baik dari kedua orang tuanya. Nama memiliki arti penting sebagai wujud harapan dan do’a bagi anak. Masa depan anak kiranya menjadi masa depan orang tua. Di pundak anaklah kebanggaan orang tua di masa yang akan datang. Peribahasa Jawa mengatakan, “Asma kinarya japa”, nama ibarat sebuah do’a.

Rabu, 08 November 2017

Maka Nikmat Tuhanmu Yang Manakah Yang Engkau Dustakan?



Maka Nikmat Tuhanmu Yang Manakah Yang Engkau Dustakan?

Andai saja kita berusaha menghitung nikmat yang diberikan Allah, pasti kita tidak mampu menghitungnya. Pemberian-Nya tak terhingga, tak berbilang jumlahnya. Mulai terbuka hingga terpejamnya mata. Tanpa karunia-Nya, semua akan sirna, hancur tak berbekas.

Amat disayangkan, tak berbilangnya jumlah nikmat yang diberikan-Nya ternyata belum mampu menjadikan kita sebagai makhluk yang pandai bersyukur. Alih-alih bersyukur atas nikmat dan karunia-Nya, sebaliknya kita lebih banyak disibukkan dengan keluh-kesah yang kerapkali terlontar dari lisan saat bala’ datang menyapa. Ya, benar memang kata peribahasa, “Karena nila setitik, rusak sudah susu sebelanga”. Karena sedikit ujian yang diselipkan dibalik anugerah rizki-Nya yang tak terbatas,  mata dan telinga kita tertutup. Lisan terasa kelu berucap hamdalah kepada-Nya. Yang ada hanya menggerutu, berucap sumpah serapah dan seabrek kata yang tak sepantasnya dilontarkan, bila dihadapkan pada karunia-Nya yang tiada tara.

Rabu, 01 November 2017

Keluarnya “al-Anwar al-Rabbaniyyah”



Keluarnya “al-Anwar al-Rabbaniyyah”

Seorang yang sedang menapaki jalan menuju wusul ke al-hadlrah al-qudsiyyah-Nya Allah Swt. (suluk) harus memperhatikan dengan baik petunjuk guru (mursyid) yang membimbing proses perjalanannya menuju kepada Allah. Dalam dunia thariqah, mengambil seorang guru (mursyid) adalah satu keharusan agar seorang salik tidak tersesat dalam pengembaraannya menuju al-hadlrah al-qudsiyyah.

Perjalanan menuju kepada Allah adalah satu perjalanan spiritual yang memiliki syarat berat. Tanpa bimbingan dari seorang mursyid dikhawatirkan seorang salik bukannya sampai kepada Allah Swt. melainkan jatuh dalam perangkap nafsu dan Iblis yang justru menyebabkan dirinya semakin jauh dari Allah Swt.