Seandainya Kiamat Tiba dan di Tangan Kalian Terdapat Pena



Seandainya Kiamat Tiba dan di Tangan Kalian Terdapat Pena

Menulis menjadi hal penting bagi manusia. Tulisan yang dihasilkan seseorang akan menjadi bukti eksistensi seseorang di dunia ini. Untuk menghasilkan tulisan yang berkualitas, tentu tidak semudah yang dibayangkan. Memang semua orang bisa menulis. Akan tetapi jika kebiasaan menulis tidak dijadikan budaya, tulisan yang dihasilkan akan terasa kaku dan kurang bisa dinikmati para pembacanya.

Bahasa tulis jelas tidak sama dengan bahasa lisan. Banyak orang yang ahli dalam bahasa lisan/oral, tetapi lemah dalam bahasa tulis. Kelemahan itu sesungguhnya bisa diatasi dengan terus-menerus menempa diri. Berlatih dan istiqamah menulis setiap harinya. Menorehkan huruf demi huruf dan merangkai kata demi kata. Tidak perlu banyak, mungkin bisa satu atau dua alinea. Awalnya akan terasa sulit. Lama-lama akan terbiasa dan menjadi sebuah kebiasaan yang bisa jadi membuat kecanduan.


Mereka yang telah memiliki nama besar dalam dunia tulis-menulis pernah menapaki tangga demi tangga menuju kesuksesan puncaknya. Tidak ada yang ujug-ujug. Semua membutuhkan ketelatenan, kesabaran, keistiqamahan dan kesungguhan. Tanpa hal itu, sulit rasanya mencapai tujuan yang diharapkan dalam dunia literasi. Pun pula dunia profesi lainnya.

Menulis memiliki arti penting dalam kehidupan. Dengan menulis anda  bisa berbagi banyak hal kepada orang lain. Tidak hanya kepada mereka yang hidup sezaman dengan anda. Bahkan boleh jadi anda bisa berbagi dengan generasi yang jauh dari zaman dimana anda hidup. Ya, begitulah adanya.
Tulisan yang kita tinggalkan akan menjadi kabar dan informasi bagi mereka yang datang kemudian. Mungkin kita menganggap bahwa apa yang kita tulis tidak bernilai. Tetapi mungkin saja hal itu justru berharga bagi orang lain yang membaca. Terkadang sampah juga bisa bernilai di tangan para ahlinya, bahkan kotoran sekalipun.

Banyak orang cerdas di dunia ini. Namun, jumlah para penulis diantara mereka tidak seberapa jumlahnya. Ini sangat disayangkan. Pengetahuan dan ilmu yang mereka miliki hanya diberikan kepada segelintir orang yang bersua dengannya. Sementara bagi orang yang tidak bersua, jelas tidak bisa mendapatkan manfaat dari pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu mereka tidak bisa ditularkan kepada generasi sesudahnya. Kalaupun ada yang mewarisi jumlahnya tidak seberapa.

Menulis itu sama artinya dengan menebar manfaat. Dengan tulisan yang dihasilkan seseorang bisa memberikan manfaat kepada siapa saja yang membaca tulisannya. Mungkin diantara mereka ada yang tidak setuju atau bahkan menolak apa yang tertulis di artikel tersebut. Tetapi, tidak menutup kemungkinan bila ada salah satu diantara para pembaca tersebut yang terpengaruh oleh pemikiran penulis. Kemudian mengamalkan dan bahkan mengembangkannya menjadi ilmu baru di kurun berikutnya.

Menulislah untuk keabadian. Abadi karena ketika jasad telah hancur-lebur di perut bumi, nama kita masih dikenal dan diperbincangkan di tengah masyarakat yang hidup. Sebut saja al-Ghazali, al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, al-Jabiri, dan sederetan nama penulis besar lain. Mereka masih tetap saja diperbicangkan dan dikenal karena karya-karya tulis mereka sampai saat ini masih menjadi bahan kajian generasi sekarang. Jangan sebaliknya, fisik masih ada tetapi sudah tidak dianggap keberadaannya. Karena keburukan perangai, kebodohan dan seabrek lebel ‘buruk’ yang ditujukan, keberadaan kita justru diabaikan oleh umat.

Seandainya kiamat tiba, sementara di tangan anda terdapat pena dan anda mampu menulis sebelum anda berdiri, maka tulislah. Abadikan semua itu dalam baris-baris tulisan anda. Semua tulisan itu akan menjadi sejarah yang dikenang oleh banyak orang. Dilirik oleh setiap generasi yang datang kemudian hingga saat anda tiada, nama anda akan harum di tengah-tengah mereka. 

Ungkapan di atas menggambarkan tentang arti penting menulis. Menulis adalah ruh para ilmuan. Senjata bagi seorang alim terletak pada penanya. Artinya, dengan tulisan yang dihasilkannya, ia mampu menjadi pemenang di setiap zaman. Jika anda masih pemula, -seperti saya, nikmati saja prosesnya. Tidak perlu memaksakan diri. Bila saatnya tiba, giliran kita lah yang akan menggantikan para senior di masa yang akan datang. Hehehe… Bukankah semua hal itu dipergilirkan atas manusia?
Lihat saja presiden di negeri ini. Saat masa jabatannya habis, mereka pun harus ikhlas dan rela menjalani hidupnya sebagai rakyat sebagaimana yang lain. Begitu sebaliknya mereka yang awalnya sebagai warga biasa begitu sampur diserahkan kepadanya, maka mereka harus sanggup untuk menjalani amanah yang diberikan kepadanya.
 Semoga bermanfaat...
Allahu A'lam...

Komentar