Maka Nikmat Tuhanmu Yang Manakah Yang Engkau Dustakan?



Maka Nikmat Tuhanmu Yang Manakah Yang Engkau Dustakan?

Andai saja kita berusaha menghitung nikmat yang diberikan Allah, pasti kita tidak mampu menghitungnya. Pemberian-Nya tak terhingga, tak berbilang jumlahnya. Mulai terbuka hingga terpejamnya mata. Tanpa karunia-Nya, semua akan sirna, hancur tak berbekas.

Amat disayangkan, tak berbilangnya jumlah nikmat yang diberikan-Nya ternyata belum mampu menjadikan kita sebagai makhluk yang pandai bersyukur. Alih-alih bersyukur atas nikmat dan karunia-Nya, sebaliknya kita lebih banyak disibukkan dengan keluh-kesah yang kerapkali terlontar dari lisan saat bala’ datang menyapa. Ya, benar memang kata peribahasa, “Karena nila setitik, rusak sudah susu sebelanga”. Karena sedikit ujian yang diselipkan dibalik anugerah rizki-Nya yang tak terbatas,  mata dan telinga kita tertutup. Lisan terasa kelu berucap hamdalah kepada-Nya. Yang ada hanya menggerutu, berucap sumpah serapah dan seabrek kata yang tak sepantasnya dilontarkan, bila dihadapkan pada karunia-Nya yang tiada tara.


Memang, kita lebih siap menerima nikmat daripada bala’. Buktinya, saat nikmat datang, rasa bahagia kerap menyelinap dalam kehidupan kita, bahkan bisa jadi berlebihan.  Tidak jarang kebahagiaan itu menjadikan kita lupa akan pertanggung jawaban penggunannya saat menghadap kepada-Nya kelak di akhirat. Di hari dimana semua amal perbuatan dan segala kenikmatan yang diberikan-Nya akan dimintai pertanggung jawaban. Apakah digunakan sesuai kehendak-Nya atau sebaliknya, digunakan untuk hal-hal tak berguna atau bahkan bertentangan dengan kehendak-Nya.

 Sebaliknya, saat bala’ datang menyapa, hampir semua orang merasa gerah, berharap ia akan sesegera mungkin hilang dari sisinya, menjauh dan terus menjauh. Padahal, bila saja kita berpikir lebih mendalam, selalu saja ada hikmah dibalik ujian yang diberikan-Nya. Ujian yang diberikan-Nya kerapkali adalah wujud kasih sayang-Nya yang tiada batas untuk kita, hamba-Nya. Sayangnya banyak yang tidak menyadari akan hal itu dan lebih memilih untuk tidak menerima kehadirannya. Mengeluh, dan terus mengeluh. Itulah sifat bawaan manusia pada umumnya. Sedikit saja diantara mereka yang menyadari bahwa semua itu adalah anugerah besar dari-Nya.

Salah satu anugerah besar dari-Nya adalah nikmat sehat. Tanpa kesehatan, semua nikmat ragawi tidak ada artinya. Ok, mungkin anda seorang yang berlimpah harta. Tinggal disebuah istana nan megah. Dilayani ribuan pelayan yang siap memberikan apa saja yang anda inginkan. Tetapi, saat raga anda jauh dari kata “sehat”, tentu anda tidak akan bisa menikmati kemewahan yang anda punya. Benarlah ungkapan cerdik pandai yang mengatakan, “Kesehatan adalah mahkota yang tidak mampu melihatnya melainkan orang sakit”.

Banyak orang yang saat sehat, merasa sulit mensyukuri nikmat mata yang sehat. Mereka tidak mampu menemukan hikmah dibalik karunia-Nya, berupa mata yang sehat. Lain halnya saat sakit mata tiba. Betapa dia berharap diberikan mata yang sehat agar mampu melihat dan menyaksikan segala yang ada dengan sempurna. 

Berapa banyak orang yang mengabaikan kesehatan gigi saat tidak sakit gigi. Tetapi, saat anda sedang sakit gigi? Ya, begitulah sifat dasar manusia. Lupa disaat anugerah diberikan dan mengeluh saat kenikmatan meninggalkannya.

Diantara bentuk nikmat yang diberikan-Nya adalah diciptakan untuknya pasangan dari jenisnya sendiri. Bagi anda yang sudah menikah, kiranya patut bersyukur bahwa Allah telah mengizinkan anda untuk menemukan tulang rusuk anda yang sempat hilang. Berapa banyak para pencari tulang rusuk yang tak kunjung menemukannya? Karena itu, sekali lagi, perlu untuk selalu mensyukuri nikmat yang kita terima. Dahulukan bersyukur kepada-Nya, daripada bersumpah serapah, berkeluh-kesah atas bala’ yang ditimpakan-Nya.

Sebagian anugerah besar bagi seorang yang telah menemukan pasangan hidupnya adalah kehadiran buah hati sebagai buah kasih sayangnya. Islam tidak pernah melarang jatuh cinta dan rasa saling menyanyangi. Islam menegaskan bahwa semua itu adalah sifat alami yang dimiliki tiap manusia. Seorang berakal tentu akan memiliki ketertarikan pada lawan jenisnya. Bila tidak sama sekali, artinya dia sudah tidak normal. Karena itulah Islam mensyariatkan pernikahan sebagai ikatan suci yang akan menjembatani jalinan cinta dan kasih sayang tersebut.

Alhamdulillah saya termasuk seorang yang beruntung dan patut bersyukur kepada-Nya. Meski harus diakui intensitas syukur itu masih kurang bila dibandingkan kufurnya. Saya telah menikah. Artinya, ketampanan saya diakui (Hehehe… sory, ukuran tampan dan cantik itu dilihat dari belum/sudah menikah, -menurut saya). Memang, saya menikah cukup terlambat. Usia saya saat menikah adalah 28 tahun. Namun, sekali lagi saya patut bersyukur dan harus banyak bersyukur karena anugerah Allah yang tiada terkira yang diberikan-Nya untuk saya dan keluarga kecil saya. Bagi anda yang belum beruntung, segera saja mantapkan niat, berusaha sungguh-sungguh agar Allah percepat jodoh anda sebelum kiamat datang mendahului. Hehehe… tetapi yang mesti diingat, jika niatan menikah anda masih 99,99 %, artinya jodoh anda masih jauh. Jodoh anda akan mendekat saat niat anda telah bulat 100%.

Saya menikah tahun 2012, tepatnya di penghujung bulan Agustus. Tanggal 30 Agustus 2012. Relatif masih seumur jagung usia pernikahan itu. Kalau dihitung-hitung masih berkisar antara lima tahun. 

Jujur saja, saya tidak pernah membayangkan hidup seperti saat ini. Meski masih seumur jagung, Alhamdulillah Allah telah menganugerahkan rumah sederhana, meski masih beralaskan tanah, namun saya merasakan bahwa “Baiti Jannati”, rumahku surgaku.

Dari pernikahan itu, Allah memberikan amanah kepada keluarga kecil yang baru kamu bangun. Dia berikan kepada kami tiga buah hati. Buah hati yang menjadi pemicu semangat saat sedang kendor. Pelipur lara saat duka nestapa datang menyapa. Anak pertama saya berjenis kelamin putri. Lahir di Kepung Pare Kediri pada tanggal 4 September 2013. Saya memberinya nama ‘Izzatun Nisa’ Amalia Fathoni. Anak kedua juga berjenis kelamin putri. Lahir pada tanggal 23 Juli 2016 setahun yang lalu. Namanya Lathifatul Karimah Shidqiya Fathoni. Sementara yang ketiga berjenis kelamin laki-laki. Lahir pada hari Jum’at, 3 November 2017, pukul 02.00 wib. Lahir dengan berat badan 3,5 kg dan panjang 50 cm. Mengenai nama masih dalam rencana. Semoga saja mereka semua akan tumbuuh menjadi anak-anak yang shalih dan shalihah, berilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi sesama, manfaat dunia dan akhirat. Amin. Lantas, nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang engkau dustakan?

 Semoga bermanfaat...
Allahu A'lam...

Komentar