Selasa, 31 Januari 2017

Melawan Lupa





Membaca judul ini mungkin mengingatkan kita pada salah satu acara di televisi nasional. Tetapi, sejatinya judul ini melintas begitu saja saat menelusuri belantara pemikiran Dr. Ngainun Naim, M.Ag. dalam bukunya “The Power of Writing” yang saya beli beberapa waktu lalu.

Tuhan memberikan kelebihan kepada setiap manusia yang menjadikannya lebih mulia bila dibandingkan dengan makhluk yang lain. Kelebihan itu berupa akal, yang dengan akal itu kita mampu mencerna, berfikir dan mengambil keputusan yang tepat dalam kehidupan. Dengan keputusan yang tepat tentunya kita akan mendapatkan hasil yang maksimal sesuai dengan apa yang kita harapkan dan kita cita – citakan.

Dalam menciptakan makhluk-Nya, Tuhan selalu memberikan keseimbangan di dalamnya. Keseimbangan disini dimaksudkan agar tercipta kemaslahatan tentunya kembali kepada pribadi makhluk itu sendiri. Akan tetapi dalam proses perjalanannya tidak semua makhluk mampu untuk menjaga keseimbangan yang pada mulanya telah diamanatkan oleh Tuhan kepadanya. Sebagai contoh adalah keseimbangan Tuhan dalam menciptakan ala mini. Semua yang ada di alam ini diciptakan secara seimbang. Ekosistem alam yang seimbang ini menjadi timpang gara – gara polah manusia yang sering berbuat sekehendaknya sendiri. Populasi antara ular sawah dan tikus misalnya, sebenarnya Tuhan ciptakan dalam keadaan yang seimbang, akan tetapi karena manusia banyak membunuh ular sawah pada akhirnya tikus menjadi merajalela sehingga tanaman mereka yang mestinya menghasilkan panen yang bisa menopang hidupnya seringkali mengalami ‘gagal panen’ karena serangan tikus. Pun pula bila kita mencoba memperhatikan beberapa kasus di beberapa tempat. Ada beberapa tempat yang saat ini tidak kita jumpai lagi tanaman pohon kelapa. Mengapa? Alasannya setiap menanam kelapa meski masih kecil sudah habis dimakan ‘kwawong’. Lagi – lagi ini juga polah dari manusia yang dengan membabi buta memberangus si tupai.

Apa korelasi uraian saya di atas dengan judul tulisan ini? Saya hanya ingin menyampaikan bahwa kelebihan yang diberikan oleh Tuhan kepada kita berupa akal pikiran itu harus kita syukuri dan kita potensikan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Tuhan. Tuhan memberikan akal fikiran tentunya adalah agar kita gunakan untuk berfikir, mencerna setiap kejadian yang kita lihat dan alami untuk kemudian mengambil sikap dan tindakan demi kebaikan kedepan. Itu saja.

Kok melawan lupa? Bukankah setiap kejadian yang kita lihat dan alami adalah sebagai sarana untuk belajar? Bagaimana mungkin kita bisa belajar dari setiap peristiwa dan kejadian yang kita alami serta kita lihat manakala kita lupa dengan kejadian itu? Inilah kata kuncinya.

Ya, Tuhan menciptakan akal untuk manusia memang termasuk diantaranya adalah untuk mengingat, tetapi tentunya tidak semua peristiwa bisa kita ingat dan perlu kita ingat. Ada beberapa peristiwa dan kejadian yang harus kita ingat, tetapi ada juga beberapa peristiwa yang harus kita lupakan. Beberapa kejadian harus kita lupakan, misalnya adalah kejadian – kejadian yang membuat kita menjadi takut, trauma dan sebagainya harus kita lupakan. Bila tidak, boleh jadi justru kita akan menjadi stress dan berputus asa dalam menjalani kehidupan.

Di sisi lain kejadian yang membahagiakan perlu untuk kita ingat sebagai sebuah motivasi dalam menjalani kehidupan berikutnya. Semangat kita dalam hidup akan tumbuh manakala kejadian – kejadian yang membahagiakan itu kita ingat, semisal kesuksesan dalam meraih sesuatu dalam hidup. Ini penting untuk diingat.

Sekarang urusannya adalah soal ilmu pengetahuan. Ilmu adalah sarana membuka cakrawala kehidupan. Tentu ilmu itu harus kita ingat dan kita ikat dalam pikiran kita sehingga dalam menjalani kehidupan ini kita semakin terarah kepada hal yang positif dan progressif. Masalahnya? Seringkali dalam mengingat informasi dan ilmu pengetahuan itu kita kesulitan. Banyak orang yang telah menghabiskan waktunya untuk membaca tetapi selesai dia membaca, dia telah melupakan kandungan isi buku yang dibacanya. Boro – boro mengingat isinya, terkadang mengingat ‘Judul Buku’ yang dibaca saja tidak ingat. Terus bagaimana?

Di sinilah sebenarnya masalah yang harus kita atasi. Memang kapasitas akal manusia itu terbatas. Tidak semua hal itu bisa direkam dan diingat oleh akal. Tetapi Tuhan memberikan kepada kita sepasang tangan, yang dengan tangan itu, kita bisa menorehkan sekedar catatan untuk membantu kerja akal dalam mengingat. Membuat catatan tentang apa yang sudah kita pelajari, kita baca dan alami menjadi sesuatu yang penting untuk melawan lupa yang ada pada diri kita.

Nah, dalam buku “The Power of Writing” ini Dr. Ngainun Naim, M.Ag. mengajak kita selain menjadi seorang yang rakus dalam membaca, juga menjadi orang yang giat dalam menorehkan catatan – catatan meski hanya dalam sebuah buku tulis murahan. Jangan melihat ‘murahannya’ tetapi lihat fungsinya. Tidak ada bedanya antara buku tulis murahan dengan yang ‘mahal’, fungsinya sama, bedanya hanya dalam hal kualitas kertasnya.

Membaca itu penting, karena membaca bisa menambah wawasan kita. Dengan membaca kita bisa membuka cakrawala dunia yang masih tertutup. Beliau mengatakan, “Membacalah yang mampu membuat seseorang keluar dari tempurung pengetahuannya yang kerdil.” Ya, acap kali memang seseorang merasa bahwa dirinya adalah orang yang cerdas. Bahkan memproklamirkan diri sebagai orang tercerdas di lingkungannya. Mungkin, karena seringnya dipakai oleh masyarakat dalam event – event tertentu, semisal maulidan, tahlilan dan hari besar lainnya. Wajar dong bila lantas ‘GR’ dan merasa orang terhebat, padahal  ya, bila dipertemukan dengan yang lainnya atau diluar daerahnya, ya belum ada apa – apanya. Inilah mungkin yang saya pahami dari ‘tempurung pengetahuannya yang kerdil’.

Karena otak kita tidak bisa merekam dan mengingat semuanya, di sinilah kita bisa melawan lupa itu dengan cara mencatat. Mencatat sebenarnya adalah bagian dari menulis. Menulis yang paling sederhana tanpa embel – embel ‘analisis’ yang ribet. Tentu mudah hanya sekedar mencatat apa yang didengar, dibaca atau dilihat. Kelihatannya sih mudah. Tetapi nyatanya mencatat yang menjadi bagian dari media melawan lupa itu juga tidak semudah yang dibayangkan. Buktinya, ada banyak orang yang tidak mau atau tidak telaten dalam mencatat. Mereka lebih senang mendengar, melihat dan berbicara. Padahal usia kan semakin bertambah. Dengan bertambahnya usia sudah barang tentu urusan yang kita hadapi semakin bertumpuk dan boleh jadi menjadi beban dalam pikiran kita. Nah, semakin banyaknya urusan kita dan seiring dengan usia yang menua tentunya kekuatan akal semakin berkurang. Akibatnya seringkali hal – hal penting yang mestinya kita ingat menjadi kita lupakan begitu saja.

Namun demikian, bagi sebagian orang mencatat adalah hal yang mudah karena mereka selalu membiasakan membuat catatan. Taruhlah sebagai contoh ‘Diary’ yang menjadi media bagi cewek – cewek khususnya, -mungkin juga cowok- sekedar untuk mengabadikan peristiwa yang mereka alami dalam kehidupan sehari – hari. Tentu hal ini memiliki satu nilai tersendiri yang membuat mereka bisa mengingat – ingat peristiwa yang ‘bersejarah’ dalam hidupannya. Begitu pula dengan mencatat ilmu pengetahuan.

Dr. Ngainun Naim, M. Ag. Menyitir sebuah pepatah, “Ingatan lupa, maka catatan akan ingat”. Di sinilah sebenarnya nilai pentingnya mencatat ilmu pengetahuan. Meminjam istilah Imam Ali bin Abi Thalib, “Ikatlah ilmu dengan pena”. Sebenarnya ungkapan beliau ini juga memiliki makna yang sama dengan pepatah di atas. Meski Imam Ali seorang yang di sabdakan Rasul SAW sebagai ‘Gerbang Pengetahuan’, nyatanya beliau masih menyarankan pentingnya menulis ilmu dengan pena.

Terlepas dari semua pendapat yang setuju dan tidak dengan tulisan ini, saya hanya ingin mengingatkan diri saya khususnya, syukur – syukur ada yang mau mengikuti, memang membaca itu penting, tetapi jangan hanya berhenti dengan bacaan kita, cobalah goreskan tinta kita, sayang bila tinta itu kering tanpa kita gunakan. Cobalah menggerakkan jari – jari lentik itu di atas ‘keyboard’ barangkali saja bisa menghasilkan tulisan. Cobalah publish tulisan itu dalam media sosial kali saja ada orang yang mau membaca, syukur – syukur menjalankan. Bila tidak ya, tidaklah mengapa yang penting kita sudah berupaya berkarya. Barangkali saja kita akan tertawa suatu ketika, begitu melihat tulisan kita yang berantakan di media dan jejaring maya. Hehehe…

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…

Menghindarkan Diri dari Kebencian dan Dendam


 
“Jangan biarkan kebencian dan dendam merusakkan fitrah muliamu dan merusuhkan suasana hatimu” (K.H. Musthafa Bisri)

Setiap manusia lahir dengan fitrah ketuhanan. Fitrah yang menjadikan setiap manusia yang lahir memiliki kedudukan yang sama dihadapan Allah SWT. Tidak peduli apakah ia terlahir dari rahim seorang ibu yang taat, shalihah, selalu menjaga hak – hak Allah SWT, atau bahkan dari rahim seorang wanita yang hidup dalam dunia kegelapan, maksiat bahkan anak seorang pezina dan pelacur sekalipun. Semua anak manusia terlahir dalam keadaaan suci, tanpa dosa dan membawa fitrah ketuhanan, ketauhidan dan mengesakan Allah selama dalam kandungan. Bukankah setiap kita pernah ditanya Allah semasa dalam kandungan? Firman Allah: “Bukankah Aku ini Tuhan kalian?” Mareka menjawab; “Ya, kami menjadi saksi”.

Cukuplah kiranya dialaog antara Allah, Tuhan, dengan manusia yang masih dalam kandungan sebagaimana terekam dalam ayat al-Qur’an diatas menjadi bukti atas fitrah ketuhanan yang ada pada diri setiap anak manusia yang baru dilahirkan ke dunia. Tidak ada alasan bagi kita untuk mendiskriminasikan satu dengan yang lain. Tidak ada bukti yang menguatkan kita bahwa anak seorang kyai lebih mulia daripada anak seorang penggembala dan seterusnya. Hanya syak wasangka dan hati yang tidak mendapat hidayahlah yang kemudian menganggap anak kyai lebih mulia daripada anak penggembala. Hakikatnya semua sama di hadapan Allah SWT. Urusan setelah itu karena pendidikan yang diberikan orang tua kepada anaknya, lantas menjadikan anak itu lebih mulia dari yang lain, itu adalah urusan lain, selebihnya sama.

Menjaga hati adalah urusan sulit. Barangkali ini mudah kita ucapkan akan tetapi dalam prakteknya ternyata sangat sulit. Memang setiap manusia tidak  bisa hidup sendiri tanpa ia harus bersinggungan dan bersentuhan dengan yang lain. Itulah kodrat dan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang selalu membutuhkan yang lain. Disinilah pentingnya mengelola hati agar hati tidak terkotori oleh hal – hal yang bisa merusakkan nurani, kebijaksanaan tertinggi yang ada pada setiap diri manusia yang menjadikannya mampu berfikir sehat, adil, netral tanpa ada pengaruh dari rasa kebencian ataupun dendam sebagai akibat dari perselisihan antar sesama manusia.

Dalam berhubungan dengan sesama manusia tentunya kita tidak akan pernah bisa terlepas dari perselisihan dan perbedaan pendapat atau bahkan perbedaan keyakinan. Apa yang menurut kita benar, belum tentu benar menurut yang lain. Apa yang menurut kita baik belum tentu menurut yang lain baik. Disinilah pentingnya mengelola hati agar tidak terperosok dalam lembah kebencian dan dendam.

Pada awalnya kebencian itu muncul dari perselisihan antara apa yang kita yakini dengan keyakinan yang lain. Awalnya hanya sebatas tidak sepemikiran, lama – lama jurang perbedaan itu semakin jauh dan semakin tajam hingga berujung pada rasa ketidak sukaan. Seringkali orang yang diliputi kebencian tidak bisa bersikap netral dalam mengambil keputusan. Akal sehat dan nuraninya telah tertutup oleh kebencian yang mendahuluinya. Hal ini pulalah yang sebenarnya justru menimbulkan masalah baru dalam kehidupan. Betapa tidak, orang yang diliputi rasa kebencian selalu berusaha untuk menjatuhkan setiap pendapat orang yang dibenci tanpa dia berfikir secara waras tentang akibat dari tindakan yang dilakukannya. Tidak jarang kebencian itu berujung pada tindakan yang sama sekali tidak dibenarkan baik oleh hukum positif maupun hukum agama yang berlaku dalam norma kehidupan.

Seperti halnya kebencian menutup akal sehat manusia dalam berfikir, begitu pula manusia yang diliputi oleh rasa dendam. Dendam sebagaai akibat dari perselisihan yang kemudian menimbulkan rasa sakit dalam hati, seringkali menimbulkan tindakan – tindakan yang tidak dibenarkan. Orang yang memiliki rasa dendam dalam hati seringkali berbuat nekat untuk membalas orang yang pernah melukainya, akibatnya sama dengan kebencian yang menutup akal sehat manusia dari fitrahnya yang mulia.

K.H. Musthafa Bisri mengingatkan kepada kita dengan kata – katanya yang indah dan lembut yang terpancar dari hati yang disinari oleh rasa kasih sayang kepada makhluk. Beliau berkata: “Jangan biarkan kebencian dan dendam merusakkan fitrah muliamu dan merusuhkan suasana hatimu”. Dengan kata – kata ini Gus Mus (panggilan akrabnya) ingin mengajak kita untuk menjadi pribadi yang pemaaf, mulia, dan sesuai dengan fitrah ketuhanan yang ada pada diri kita semenjak lahir. 

Sebagai seorang mukmin kita harus bisa menjaga hati kita agar tidak terkotori dengan sifat kebencian dan dendam. Hal ini tentu tidak mudah, tetapi bukan berarti tidak bisa. Oleh karena itu dibutuhkan banyak latihan dan upaya dalam mengelola hati. Berusaha untuk senantiasa memaafkan setiap kesalahan yang dilakukan oleh orang lain dan berusaha untuk selelu mengoreksi diri, apakah yang kita lakukan sudah sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah SWT.

Dalam hal menjaga hati, para ulama’ salafus shalih menganjurkan kepada kita agar melakukan operasi mental yang disebut dengan mujahadah. Mujahadah adalah bersungguh – sungguh di dalam memerangi hawa nafsu untuk diarahkan kepada ketaatan kepada Allah SWT wa Rasulihi SAW. Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumi al-Din mengatakan; “Mujahadah adalah kunci hidayah, tidak ada kunci hidayah selain mujahadah”.

Mujahadah penting dilakukan untuk menghindarkan diri dari sifat – sifat yang buruk yang bercokol dalam hati, termasuk diantaranya adalah sifat benci dan dendam. Dengan terus berupaya yang dalam istilah al-Ghazali disebut dengan Mujahadah, maka seseorang akan mendapatkan hidayah dan petunjuk dari Allah SWT dalam hidupnya. Dengan hidayah maka seseorang tidak akan terjebak dalam perilaku – perilaku yang dilarang oleh Allah SWT wa Rasulihi SAW yang termasuk di dalamnya adalah sifat benci dan dendam.

Kebencian dan dendam yang menguasai hati akan menghilangkan fitarh ketuhanan yang merupakan sifat bawaan setiap manusia semenjak ia lahir. Oleh karenanya setiap manusia harus melakukan operasi mental dengan memperbanyak dzikir, shalawat dan istighfar sehingga bisa dihindarkan dari sifat yang dibenci Allah ini. Dengan senantiasa ingat kepada Allah dimanapun kita berada akan menjadikan kita selalu dipelihara Allah dalam setiap tindakan, ucapan dan gerak gerik kita. Hati kita akan menjadi tenang dengan selalu mengingat Allah SWT. 

Dengan memperbanyak shalawat maka akan tumbuh rasa mahabbah dan cinta kita kepada Rasulullah SAW. Mencintai Rasulullah SAW akan mengantarkan kita pada sikap ingin meneladani seluruh perbuatan dan sifat – sifat beliau semasa hidupnya. Selain itu mencintai Rasulullah SAW juga merupakan manifestasi dari rasa cinta kita kepada Allah SWT.

Istighfar menjadikan kita pribadi yang mudah merasa bersalah dan merasa dosa dihadapan Allah SWT. Oleh karena itu dengan memperbanyak istighfar hati kita akan mudah untuk memaafkan orang lain karena sifat Ghafur Allah akan tertanam dalam diri kita, tercermin dalam setiap perbuatan dan menjadikan kita pribadi yang jauh dari sifat dendam.

Semoga kita mampu untuk menjauhkan diri kita dari rasa benci dan dendam yang menenggelamkan kita ke dalam keterpurukan. Terpuruk dalam bersikap, bertindak, dan mengambil keputusan. Semoga kita senantiasa mendapat hidayah dari Allah untuk selalu membenahi diri kita dalam setiap aspek kehidupan, sehingga kita bisa menjadi pribadi ideal sebagaimana harapan Allah dan Rasulullah SAW. Amin.

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam….

Minggu, 29 Januari 2017

Menjaga Hak Allah



Seringkali dalam kehidupan ini kita mengalami kegundahan dalam diri. Dalam kondisi semacam ini, tidak jarang kita merasa seolah kita sendirian menjalani hidup ini. Tidak lagi ada sanak saudara, handai tolan dan sahabat yang mau berbagi dengan kita. Banyak orang yang mendekat kepada kita saat kita berada dalam keadaan jaya dan bahagia, tetapi sedikit sekali diantara mereka yang mau mendengar akan keluh kesah kita ketika kita sedang berada dalam keterpurukan.

Demikian itu sangat wajar terjadi pada diri kita. Namun, yang mesti kita ingat jangan sampai kita merasa putus asa dari rahmat Allah SWT. Keputus asaan akan rahmat Allah sesungguhnya justru akan menjadikan kita semakin terpuruk dan jauh dari apa yang kita harapkan.

Agar dalam menjalani kehidupan ini kita senantiasa memiliki sandaran dan semangat dalam menjalaninya, ada baiknya kita memperhatikan hadis Rasulullah SAW berikut. Rasulullah SAW bersabda:

احفظ الله يحفظك احفظ الله تجده أمامك تعرف إلى الله في الرخاء يعرفك في الشدة واعلم أن ما أصابك لم يكن ليخطئك وما أخطأك لم يكن ليصيبك وأن الخلائق لو اجتمعوا على أن يعطوك شيئًا لم يرد الله أن يعطيكه لم يقدروا على ذلك أو يصرفوا عنك شيئا أراد الله أن يعطيكه لم يقدروا على ذلك وأن جف القلم بما هو كائن إلى يوم القيامة فإذا سألت فاسأل الله وإذا استعنت فاستعن بالله وأن النصر مع الصبر وأن الفرج مع الكرب وأن مع العسر يسرًا.)ورواه الترمذي   (

Artinya: “Peliharalah (hak) Allah, maka Ia akan menjagamu, peliharalah (hak) Allah, maka engkau akan menemukan-Nya di depanmu, kenalilah Allah dalam kelapanganmu, maka Ia akan mengalimu dalam kesempitanmu, dan ketahuliah, bahwa sesungguhnya apa yang(ditakdirkan Allah) menimpamu tidak akan pernah luput darimu, dan apa yang (ditakdirkan Allah) luput darimu tidak akan pernah menimpamu, dan sesungguhnya para makhluk seandainya mereka bersepakat untuk memberikan kepadamu sesuatu yang Allah tidak menginginkannya untuk memberikan kepadamu, mereka tidak akan mampu untuk itu (memberikan itu kepadamu), atau mereka (sepakat) hendak  menolak sesuatu darimu yang Allah hendak memberikanya kepadamu, maka mereka tidak akan sanggup untuk itu (menolak itu), sesungguhnya pena telah diangkat sampai datangnya kiamat, maka ketika engkau meminta, mintalah kepada Allah, ketika engkau mohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Allah, sesungguhnya pertolongan itu ada setelah kesabaran, kelapangan ada sesudah kesusahan, dan sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (H.R. Turmudzi)

Hadis di atas memberikan peringatan kepada kita agar senantiasa menjaga hak – hak Allah dalam setiap kesempatan. Ketika kita berada dalam keadaan lapang maka berusahalah untuk selalu mengingat dan mengenal Allah. Menjaga hak – haknya dengan senantiasa beribadah kepada-Nya. Kebanyakan orang lupa kepada hak – hak Allah di saat mereka sedang mengalami masa kejayaan, bergelimang harta, seolah dunia hanyalah miliknya, sementara Allah yang telah memberikan semua itu tidak dihiraukannya. Jika kita bisa mengenal dan mengingat Allah, menjaga hak – hak-Nya disaat kita sedang lapang, maka Allah akan mengenal kita disaat kita sedang berada dalam kesempitan. Ia akan selalu menemani, menjaga dan memberikan harapan kepada kita.

Peliharalah hak – hak Allah, maka Allah akan menjaga kita. Peliharalah hak – hak Allah maka kita akan menemukan Allah ada di depan kita. Manakala kita selalu menjaga hak – hak Allah maka Allah akan selalu memebrikan petunjuknya kepada kita dimanapun dan kapanpun kita berada. Kalau seandainya Allah menjaga kita tentulah tidak lagi ada yang perlu kita takutkan dan khawatirkan karena pemeliharaan Allah adalah yang terbaik diantara yang lainnya.

Saat kita jatuh dalam keterpurukan, maka jangan mudah berputus asa. Susah senang, bahagia dan nestapa memang selalu menjadi bagian dalam kehidupan manusia yang tidak bisa dihindarkan. Dalam menghadapi silih bergantinya keadaan tentu keimanan kepada Allah-lah yang akan menjadi benteng terkuat pertahanan. Dengan keimanan kita tidak akan mudah berputus asa. Dengan keimanan kita selalu memiliki harapan.

Keimanan yang kuat kepada Allah akan memberikan kesadaran kepada diri kita bahwa semua apa yang terjadi adalah bagian dari takdir yang tidak bisa kita hindarkan. Takdir tidak selalu berkonotasi negatif. Takdir itu ada yang baik dan buruk. Semua takdir berasal dari Allah. Oleh karena itu sebagai seorang mukmin sudah seharusnya kita menyadari dan beriman kepadanya. Keimanan kita kepada takdir baik Allah akan menjadikan kita sebagai hamba yang taat, tawadlu dan selalu mengagumi sifat keagungan Allah. Keimanan kita terhadap takdir buruk akan menjadikan kita sebagai pribadi yang kuat, sabar, tawakkal dan qana’ah. Kita akan menyadari bahwa semua itu adalah kehendak-Nya sehingga semakin kuatlah hati kita dalam menghadapinya.

Memang kehidupan ini adalah rahasia yang tidak ada satu orang pun yang mengetahuinya. Rahasia itu akan terungkap manakala kita telah menjalaninya, yakni ketika proses perjalanan itu kita alami. Penyair Arab mengatakan:

ستبدي لك الأيام ماكنت جاهلا        ويأتيك بالأخبار مالم تزود

Artinya: “Hari – hari itu akan menjelaskan kepadamu tentang sesuatu yang sebelumnya belum engkau ketahui, ia akan datang kepadamu dengan membawa kabar – kabar (informasi) yang belum engkau persiapkan”

Hari – hari yang akan kita jalanilah yang akan menjawab semua rahasia dalam kehidupan. Apa yang kita alami dan kita jalani hari ini mungkin sekali belum pernah terbesit dalam pikiran kita. Itulah kehidupan yang penuh dengan rahasia.

Hadis di atas juga menjelaskan kepada kita bahwa setiap apa yang terjadi dan kita alami semua atas kehendak Allah SWT. Tidak ada satu dari peristiwa yang kita alami melainkan atas iradah-Nya. Bahkan seandainya seluruh makhluk di dunia ini sepakat untuk memberikan sesuatu kepada kita yang Allah tidak berkehendak memberikannya kepada kita, pasti sesuatu itu tidak akan pernah kita terima. Sebaliknya andai seluruh makhluk di dunia sepakat untuk merampas sesuatu yang dikehendaki Allah diberkan kepada kita, maka tidak ada yang mampu mengambi dan merampasnya dari kita. Itulah Allah yang memiliki kehendak mutlak. Tiada sekutu bagi-Nya.

Alhasil dalam menjalani hidup ini, kita harus berupaya untuk husnudzan. Berbaik sangka bahwa setiap apa yang kita alami adalah bagian dari skenario yang telah ditetapkan Allah untuk kita. Jangan pernah merasa bahwa Allah tidak sayang kepada kita. Allah selalu menyertai hamba-Nya yang mau menjaga hak – hak-Nya. Maka, berusahalan untuk selalu menjaga hak-hak-Nya. Jangan sampai kita terlena dengan kehidupan dunia yang serba fana. 

Sebagai mukmin seharusnya kita selalu meminta hidayah dan petunjuk kepada-Nya. Minta kepada Allah agar selalu dijaga dan dipelihara hati kita terutama dalam mengabdikan diri kepada-Nya. Mohon kepada Allah agar hati kita tidak dipalingkan dari kebenaran. Perbanyak do’a kepada-Nya:

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ (8)

Artinya: “Duhai Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada  kami rahmad dari sisi Engkau, karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia) (Q.S. Ali Imran (3); 8)

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…