Wisata Religi di Penghujung Tahun 2016


Al-hamdulillah puji syukur kehadirat Allah yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya yang tak terhingga sehingga di penghujung 2016 saya kembali bisa mengikuti kegiatan wisata religi ziarah ke makam auliya’ di wilayah Jawa Timur. Berbeda dari tahun sebelumnya, tahun ini tujuan ziarah ditambah dengan ziarah ke makam Syaikhana Khalil, Bangkalan, Madura.

Perjalanan kami dimualai dari desa Ngunut, tepatnya dari halaman LPI Qurrata A’yun di LK 02, Beji Ngunut Tulungagung. Rombongan ini diikuti kurang lebih 60 orang dengan mengendarai bus dari PO Bimario, Ponggok Blitar. Sebagai Imam Ziarah adalah Kyai Supriyono, Pengasuh Pondok Pesantren dan Madrasah Far’u Hidayatul Mubtadi’in Ngunut, LK 02 Beji Ngunut Tulungagung. Beliau adalah salah satu santri dari KH. Ali Shadiq Umman, Pendiri Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Ngunut yang kemudian diambil menantu oleh kakaknya Kyai Ali.

Siang itu selepas shalat jum’at, kira – kira pukul 13.30 WIB, perlahan bus mulai bergerak membawa 60 peziarah yang di dominasi oleh warga LPI Qurrata A’yun yang dikepalai oleh Drs. Imam Muslimin. Sebelum melaju terlebih dahulu, direktur sekaligus kepala sekolah ini memberikan pengarahan kepada seluruh peserta, khususnya kepada anak – anak bahwa perjalanan ziarah ini adalah dalam rangka wujud syukur kepada Allah atas nikmat iman, islam dan ihsan yang diberikan dengan bersyukur kepada orang yang menjadi perantara nikmat dalam hal ini adalah pembawa islam ke tanah Jawa yang dikenal dengan auliya’. Beliau juga mengingatkan agar perjalanan ziarah ini diniatkan semata – mata untuk beribadah kepada Allah bukan yang lain. Selama perjalanan diusahakan hati untuk senantiasa memperbanyak dzikir kepada Allah khususnya dengan memperbanyak membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Beliau juga menjelaskan bahwa dahulu ketika umat islam masih lemah imannya, Rasulullah SAW pernah melarang umatnya untuk menziarahi makam  karena khawatir kalau – kalau mereka keliru niat dan justru terjerumus ke dalam kemusyrikan. Akan tetapi setelah Rasulullah SAW merasa iman umat islam sudah kuat beliau menganjurkan umat islam untuk berziarah ke makam karena dengan ziarah makam hati mudah mengingat kematian. Pesan beliau yang terpenting adalah di makam kita berdo’a dan meminta kepada Allah bukan kepada para auliya’ yang ada di dalam makam tersebut. Ini penting untuk diketahui agar tidak terjadi kesalahan yang boleh jadi berujung kepada kemusyrikan.

Sebagai tujuan pertama adalah makam K.H. Ali Shadiq Umman beserta istrinya Nyahi Fatimah. Setelah tiba di makam, jamaah kemudian secara khusyu’ mengikuti setiap do’a, dzikir dan tahlil yang di pandu oleh Kyai Supriono. Perlu diketahui bahwa K.H. Ali Shadiq Umman adalah seorang ulama’ besar di Tulungagung pendiri Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin yang lebih dikenal dengan nama pondok Ngunut. Ziarah ke makam ini tidak lepas karena keberadaan LPI Qurrota A’yun yang berdekatan dengan pondok disamping latar belakang Kyai Supriono sebagai salah satu santri pondok Ngunut. Oleh karenanya kewajibannya adalah berbakti kepada guru, bersyukur atas jasa – jasanya.

Setelah dirasa cukup, para jamaah segera bergegas menuju ke bus untuk melanjutkan perjalanan. Tidak sebagaimana biasa Stono Gedong, makam Syaikh Wasil yang biasanya menjadi tujuan kedua, kali ini tidak diziarahi. Kali ini yang menjadi tujuan kedua adalah makam Syaikh Ihsan Dakhlan al-Jampesi, ulama’ besar dari Kediri, pendiri Pondok Jampes. Beliau menjadi ulama’ kesohor di Kediri khususnya, Indonesia bahkan di luar negeri karena karya besarnya yaitu kitab “Sirajut Thalibin” yang merupakan Syarah dari kitab Minhajul ‘Abidin karya Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali. Sebelum ke makam jamaah menunaikan shalat ashar berjamah di masjid, selanjutnya ziarah kemakam dengan dzikir dan tahlil sebagaimana biasa.

Perjalanan selanjutnya menuju ke makam Syaikh Sulaiman Jombang. Sebagaimana yang lain di tempat ini peserta dengan khusyu’ melakukan doa dan dzikir bersama. Setelah dirasa cukup, perjalanan selanjutnya di teruskan ke makam Troloyo, tempat Syaikh Jumadil Kubro yang dianggap sebagai salah satu leluhur wali songo di makamkan. Kompleks pemakaman ini berada di daerah Trowulan Mojokerto. Tempatnya berdekatan dengan situs sejarah kerajaan Majapahit yang masyhur. Kerajaan Jawa yang mampu mempersatukan Nusantara di bawah pemerintahan Raja Hayam Wuruk dengan maha patih Gajah Mada. Boleh dibilang bahwa kompleks pemakaman ini adalah yang terluas bila dibandingkan makam auliya’ yang lain. Saat ini area makam ini masih direnovasi agar lebih baik. Mudah – mudahan renovasi segera bisa di selesaikan sehingga para peziarah kembali bisa merasakan kenyamanan dalam melakukan do’a di area makam ini.

Selesai dari makam Troloyo kami melanjutkan perjalanan ke pulau garam Madura melintasi jembatan terpanjang di Asia Tenggara, Jembatan Suramadu. Tempat yang dituju adalah makam Syaikhana Khalil Bangkalan Madura. Syaikh Khalil adalah ulama’ karismatik dan berpengaruh di dunia pesantren khususnya para ulama’ Jawa. Hampir semua ulama’ besar tanah Jawa pada zamannya pernah berguru kepada Syaikh Khalil yang terkenal akan karomah, kealiman dan juga ke-nylenehan-nya. Sebut saja professor do’a dari Kediri K.H. Mohammad Ma’ruf pendiri pondok pesantren Kedunglo, K.H. Abdul Karim dari Lirboyo, dan pendiri jam’yyah Nahdlatul Ulama’ Syaikh Hasyim Asy’ari. Ketiga ulama’ besar ini adalah murid kinasih dari Syaikh Khalil. Kami sampai di makam Syaikh Khalil yang berada di area Masjid Agung Bangkalan sekitar pukul 23.30 WIB dini hari.

Setelah dirasa cukup berdo’a sekaligus dzikir di makam Syaikh Khalil, kami melanjutkan perjalanan ke makam Kanjeng Sunan Ampel, seorang auliya’ yang makamnya berada ditengah – tengah kota Surabaya. Makam ampel seakan tidak pernah sepi dari peziarah yang datang silih berganti dari seantero tanah air. Sunan Ampel  merupakan sosok wali yang dianggap sebagai pemimpin wali songo. Di area makam ini juga terdapat makam Mbah Bolong, dan Mbah Soleh. Keduanya adalah pengikut Sunan Ampel. Konon saat pembangunan masjid ampel banyak yang meragukan apakah arah pengimaman sudah benar – benar lurus ke arah kiblat. Karena keraguan itu akhirnya Mbah Bolong membuat lobang pada pengimaman dan setiap orang diminta untuk melihatnya. Anehnya setiap orang yang melihat ke lubang tersebut dapat melihat ka’bah secara langsung. Inilah sebabnya nama Mbah Bolong lebih dikenal daripada nama aslinya Sonhaji sampai saat ini. Sementara Mbah Soleh adalah orang yang pekerjaannya membersihkan masjid ampel. Makamnya sejumlah tujuh. Konon setelah meninggal saat masjid ampel kotor, ketika Sunan Ampel mengatakan “kalau mbah Sholeh masih hidup masjid ini pasti bersih”, beliau hidup lagi, begitu seterusnya sampai tujuh kali.

Dari ampel perjalanan diteruskan ke makam Sunan Giri. Beliau memiliki nama asli Raden Paku putra dari maulana Ishaq. Makamnya berada di Gresik di daerah Giri Kedaton. Untuk menuju ke area makam peziarah bisa memanfaatkan jasa ojek atau dokar yang sudah siap berjajar di area parkir. Kami tiba di Giri menjelang subuh. Sebelum ke makam kami melaksanakan shalat subuh terlebih dahulu karena waktu sudah hampir habis. Baru setelah itu kami menuju ke makam untuk berziarah, berdoa dan tahlil bersama.

Perjalanan berikutnya adalah ke makam Sunan Gresik atau Syaikh Maulana Malik Ibrahim. Seorang wali yang dianggap sebagai peletak dasar pertama pesantren di tanah Jawa. Beliau juga disebut – sebut sebagai sesepuh wali songo. Selanjutnya perjalanan dilanjutkan ke makam Drajat tempat Sunan Drajat dimakamkan, tepatnya di daerah Sedayu yang merupakan area perbukitan. Selesai berdoa dan berdzikir kami menyempatkan diri untuk mengunjungi museum Drajat yang tidak jauh dari area makam. Di museum ini terdapat beberapa peninggalan dari Sunan Drajat.

Selepas dari Drajat, perjalanan diteruskan ke Tuban ke makam Syaikh Ibrahim al-Samarkhandiy yang dikenal dengan Syaikh Asmorokondi. Letak makam ini di pesisir pantai utara. Disinilah para jamaah istirahat sambil menikmati segarnya air untuk mandi setelah menahan penat sehari semalam tanpa mandi.

Selesai dari asmorokondi kami menuju makam Kanjeng Sunan Bonang yang merupakan tujuan terakhir dari ziarah wali. Letaknya berada di pusat kota dekat dengan alun – alun kota. Untuk menuju ke area makam kami memanfaatkan jasa tukang becak atau kalau ingin berolah raga bisa dengan berjalan kaki. Jaraknya cukup lumayan sehingga bisa dimanfaatkan untuk membakar lemak yang menumpuk. Di sini pula biasanya selesai ziarah dan berdoa di makam, para jamaah menghabiskan waktunya untuk berbelanja memborong oleh – oleh untuk sanak famili, keluarga dan tetangga di rumah.

Setelah puas dengan belanja,kami melanjutkan perjalanan pulang menuju Tulungagung . Sepanjang perjalanan hampir semua peserta ziarah terlelap dalam tidurnya , mungkin  karena kelelahan selama perjalanan ziarah. Kami sampai di area LPI Qurrota A’yun pada sekitar pukul 23.55 WIB sebelum pergantian tahun. Akhirnya kedatangan kami pun disambut dengan suara letusan petasan dan percikan kembang api sebagai tanda pergantian tahun, dari 2016 ke 2017.

Semoga bermanfaat…


Allahu A’lam bish Shawab… 

Komentar