Menghindarkan Diri dari Kebencian dan Dendam


 
“Jangan biarkan kebencian dan dendam merusakkan fitrah muliamu dan merusuhkan suasana hatimu” (K.H. Musthafa Bisri)

Setiap manusia lahir dengan fitrah ketuhanan. Fitrah yang menjadikan setiap manusia yang lahir memiliki kedudukan yang sama dihadapan Allah SWT. Tidak peduli apakah ia terlahir dari rahim seorang ibu yang taat, shalihah, selalu menjaga hak – hak Allah SWT, atau bahkan dari rahim seorang wanita yang hidup dalam dunia kegelapan, maksiat bahkan anak seorang pezina dan pelacur sekalipun. Semua anak manusia terlahir dalam keadaaan suci, tanpa dosa dan membawa fitrah ketuhanan, ketauhidan dan mengesakan Allah selama dalam kandungan. Bukankah setiap kita pernah ditanya Allah semasa dalam kandungan? Firman Allah: “Bukankah Aku ini Tuhan kalian?” Mareka menjawab; “Ya, kami menjadi saksi”.

Cukuplah kiranya dialaog antara Allah, Tuhan, dengan manusia yang masih dalam kandungan sebagaimana terekam dalam ayat al-Qur’an diatas menjadi bukti atas fitrah ketuhanan yang ada pada diri setiap anak manusia yang baru dilahirkan ke dunia. Tidak ada alasan bagi kita untuk mendiskriminasikan satu dengan yang lain. Tidak ada bukti yang menguatkan kita bahwa anak seorang kyai lebih mulia daripada anak seorang penggembala dan seterusnya. Hanya syak wasangka dan hati yang tidak mendapat hidayahlah yang kemudian menganggap anak kyai lebih mulia daripada anak penggembala. Hakikatnya semua sama di hadapan Allah SWT. Urusan setelah itu karena pendidikan yang diberikan orang tua kepada anaknya, lantas menjadikan anak itu lebih mulia dari yang lain, itu adalah urusan lain, selebihnya sama.

Menjaga hati adalah urusan sulit. Barangkali ini mudah kita ucapkan akan tetapi dalam prakteknya ternyata sangat sulit. Memang setiap manusia tidak  bisa hidup sendiri tanpa ia harus bersinggungan dan bersentuhan dengan yang lain. Itulah kodrat dan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang selalu membutuhkan yang lain. Disinilah pentingnya mengelola hati agar hati tidak terkotori oleh hal – hal yang bisa merusakkan nurani, kebijaksanaan tertinggi yang ada pada setiap diri manusia yang menjadikannya mampu berfikir sehat, adil, netral tanpa ada pengaruh dari rasa kebencian ataupun dendam sebagai akibat dari perselisihan antar sesama manusia.

Dalam berhubungan dengan sesama manusia tentunya kita tidak akan pernah bisa terlepas dari perselisihan dan perbedaan pendapat atau bahkan perbedaan keyakinan. Apa yang menurut kita benar, belum tentu benar menurut yang lain. Apa yang menurut kita baik belum tentu menurut yang lain baik. Disinilah pentingnya mengelola hati agar tidak terperosok dalam lembah kebencian dan dendam.

Pada awalnya kebencian itu muncul dari perselisihan antara apa yang kita yakini dengan keyakinan yang lain. Awalnya hanya sebatas tidak sepemikiran, lama – lama jurang perbedaan itu semakin jauh dan semakin tajam hingga berujung pada rasa ketidak sukaan. Seringkali orang yang diliputi kebencian tidak bisa bersikap netral dalam mengambil keputusan. Akal sehat dan nuraninya telah tertutup oleh kebencian yang mendahuluinya. Hal ini pulalah yang sebenarnya justru menimbulkan masalah baru dalam kehidupan. Betapa tidak, orang yang diliputi rasa kebencian selalu berusaha untuk menjatuhkan setiap pendapat orang yang dibenci tanpa dia berfikir secara waras tentang akibat dari tindakan yang dilakukannya. Tidak jarang kebencian itu berujung pada tindakan yang sama sekali tidak dibenarkan baik oleh hukum positif maupun hukum agama yang berlaku dalam norma kehidupan.

Seperti halnya kebencian menutup akal sehat manusia dalam berfikir, begitu pula manusia yang diliputi oleh rasa dendam. Dendam sebagaai akibat dari perselisihan yang kemudian menimbulkan rasa sakit dalam hati, seringkali menimbulkan tindakan – tindakan yang tidak dibenarkan. Orang yang memiliki rasa dendam dalam hati seringkali berbuat nekat untuk membalas orang yang pernah melukainya, akibatnya sama dengan kebencian yang menutup akal sehat manusia dari fitrahnya yang mulia.

K.H. Musthafa Bisri mengingatkan kepada kita dengan kata – katanya yang indah dan lembut yang terpancar dari hati yang disinari oleh rasa kasih sayang kepada makhluk. Beliau berkata: “Jangan biarkan kebencian dan dendam merusakkan fitrah muliamu dan merusuhkan suasana hatimu”. Dengan kata – kata ini Gus Mus (panggilan akrabnya) ingin mengajak kita untuk menjadi pribadi yang pemaaf, mulia, dan sesuai dengan fitrah ketuhanan yang ada pada diri kita semenjak lahir. 

Sebagai seorang mukmin kita harus bisa menjaga hati kita agar tidak terkotori dengan sifat kebencian dan dendam. Hal ini tentu tidak mudah, tetapi bukan berarti tidak bisa. Oleh karena itu dibutuhkan banyak latihan dan upaya dalam mengelola hati. Berusaha untuk senantiasa memaafkan setiap kesalahan yang dilakukan oleh orang lain dan berusaha untuk selelu mengoreksi diri, apakah yang kita lakukan sudah sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah SWT.

Dalam hal menjaga hati, para ulama’ salafus shalih menganjurkan kepada kita agar melakukan operasi mental yang disebut dengan mujahadah. Mujahadah adalah bersungguh – sungguh di dalam memerangi hawa nafsu untuk diarahkan kepada ketaatan kepada Allah SWT wa Rasulihi SAW. Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumi al-Din mengatakan; “Mujahadah adalah kunci hidayah, tidak ada kunci hidayah selain mujahadah”.

Mujahadah penting dilakukan untuk menghindarkan diri dari sifat – sifat yang buruk yang bercokol dalam hati, termasuk diantaranya adalah sifat benci dan dendam. Dengan terus berupaya yang dalam istilah al-Ghazali disebut dengan Mujahadah, maka seseorang akan mendapatkan hidayah dan petunjuk dari Allah SWT dalam hidupnya. Dengan hidayah maka seseorang tidak akan terjebak dalam perilaku – perilaku yang dilarang oleh Allah SWT wa Rasulihi SAW yang termasuk di dalamnya adalah sifat benci dan dendam.

Kebencian dan dendam yang menguasai hati akan menghilangkan fitarh ketuhanan yang merupakan sifat bawaan setiap manusia semenjak ia lahir. Oleh karenanya setiap manusia harus melakukan operasi mental dengan memperbanyak dzikir, shalawat dan istighfar sehingga bisa dihindarkan dari sifat yang dibenci Allah ini. Dengan senantiasa ingat kepada Allah dimanapun kita berada akan menjadikan kita selalu dipelihara Allah dalam setiap tindakan, ucapan dan gerak gerik kita. Hati kita akan menjadi tenang dengan selalu mengingat Allah SWT. 

Dengan memperbanyak shalawat maka akan tumbuh rasa mahabbah dan cinta kita kepada Rasulullah SAW. Mencintai Rasulullah SAW akan mengantarkan kita pada sikap ingin meneladani seluruh perbuatan dan sifat – sifat beliau semasa hidupnya. Selain itu mencintai Rasulullah SAW juga merupakan manifestasi dari rasa cinta kita kepada Allah SWT.

Istighfar menjadikan kita pribadi yang mudah merasa bersalah dan merasa dosa dihadapan Allah SWT. Oleh karena itu dengan memperbanyak istighfar hati kita akan mudah untuk memaafkan orang lain karena sifat Ghafur Allah akan tertanam dalam diri kita, tercermin dalam setiap perbuatan dan menjadikan kita pribadi yang jauh dari sifat dendam.

Semoga kita mampu untuk menjauhkan diri kita dari rasa benci dan dendam yang menenggelamkan kita ke dalam keterpurukan. Terpuruk dalam bersikap, bertindak, dan mengambil keputusan. Semoga kita senantiasa mendapat hidayah dari Allah untuk selalu membenahi diri kita dalam setiap aspek kehidupan, sehingga kita bisa menjadi pribadi ideal sebagaimana harapan Allah dan Rasulullah SAW. Amin.

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam….

Komentar