Orientalis adalah para sarjana barat
yang memiliki kecenderungan untuk mempelajari Islam. Para sarjana barat banyak
yang berkecimpung dalam hal ini. Islam memang seolah menjadi topik yang menarik
untuk selalu dikaji, dikaji dan dikaji. Tidak salah bila banyak para ilmuan dan
intelektual baik muslim maupun non muslim yang lantas ingin melakukan
eksplorasi secara mendalam tentang wacana ke-Islam-an.
Motif dalam mempelajari Islam juga
beragam. Adakalanya mereka mempelajari Islam untuk kepentingan pemahaman yang
sesungguhnya, mendudukkan islam pada posisi yang sebenarnya, adapula yang
sebaliknya belajar Islam untuk kepentingan mencari titik kelemahan dalam Islam.
Setelah titik kelemahan Islam mereka dapatkan, mereka berusaha untuk menyerang
Islam, tentu bukan dengan menyerang secara frontal dengan kekuatan senjata,
mengangkat bendera perang atau yang sejenisnya. Akan tetapi serangan mereka
adalah melalui tulisan dan wacana – wacana diskursus yang mereka lontarkan.
Peperangan semacam ini justru sangat berbahaya apabila generasi islam tidak
waspada.
Kejelian kita dalam mengkaji dan
memahami buku – buku karya orientalis mutlak diperlukan. Kejelian ini penting
agar kita tidak terjerumus dalam kesalahpahaman terhadap ajaran – ajaran Islam
yang benar ala madzhabi Ahli Sunnah wa al-Jama’ah tentunya. Seringkali
ditemukan dalam buku – buku dan karya para orientalis yang kemudian mengangkat
sisi – sisi yang musykil, syadz dan bahkan diingkari oleh para ulama salaf
soleh, akan tetapi dikemas dalam bentuk diskursus yang seolah ramai
dibicarakan. Ini harus diteliti. Kalau tidak boleh jadi urusan musykil, syadz
atau musykil justru dianggap sebagai satu hal yang benar. Bila ini yang terjadi
sangat berbahaya.
Memang benar tidak semua orientalis
memiliki orientasi demikian. Ada sementara orientalis yang memang bersifat
netral dan objektif dalam menilai Islam. Tidak jarang mereka yang pada awalnya
mempelajari Islam untuk mencari kelemahan dan kemudian menyerang Islam,justru
berbalik arah dan masuk Islam karena menemukan fakta yang benar dan tak
terbantahkan. Hal ini banyak dialami oleh para orientalis yang memiliki
kepentingan untuk misioneris. Tetapi Allah justru memberikan hidayah kepada
mereka. Ya Alhamdulillah…
Nah, inilah yang penting bagi kita
generasi Islam untuk senantiasa berhati – hati. Selektif dalam mengambil
referensi dan hati – hati dalam memahami karya – karya mereka. Apakah kita
tidak boleh mempelajari? Oh, bukan begitu, justru kita harus mempelajari. Kalau
kita tidak mempelajari justru ini menyebabkan kita semakin lemah dalam membaca
dan mengantisipasi serangan pemikiran yang mereka lancarkan.
Serangan wacana tentunya harus
dilawan dengan cara yang sama, dengan menciptakan karya yang bisa menandingi
karya mereka. Nah, inilah yang sampai saat ini, saya merasa bahwa banyak
diantara generasi Islam yang lemah. Umat islam banyak yang ahli dalam berdebat,
diskusi oral yang luar biasa, tetapi mereka lemah dalam menuangkan ide dan
karyanya melalui wacana teks yang dibukukan. Hal ini sungguh sangat disayangkan.
Budaya literasi saat ini harus di
galakkan pada generasi islam. Ini menjadi satu keharusan untuk membentengi
serangan – serangan mereka yang digulirkan melalui berbagai media baik cetak
maupun elektronik. Dengan adanya gerakan literasi yang digalakkan akan menjadi
kekuatan penyeimbang yang bisa menandingi dan mengcounter pendapat – pendapat
yang berusaha untuk menebar pemahaman – pemahaman yang salah. Gerakan literasi
ini sebenarnya bukanlah hal baru dalam Islam, akan tetapi merupakan gerakan
yang sudah ada semenjak dulu yang tenggelam pasca serangan salibis terhadap
umat Islam.
Di era kejayaan Islam, gerakan
literasi sangat marak. Mereka yang menerjemah buku, menulis buku dan sebagainya
mendapatkan pengahargaan yang luar biasa dari khalifah. Khalifah – khalifah
terutama pada masa dinasti Abasiyah adalah khalifah yang memilki kecenderungan
serius dalam gerakan literasi. Mereka sangat menghargai ilmu pengetahuan. Tak heran, jika dalam
pemerintahan mereka banyak di bangun madrasah – madrasah, perpustakaan dan
pusat – pusat kajian keilmuan. Semua itu dalam rangka untuk memperkuat literasi
umat Islam kala itu. Dari tempat – tempat itulah muncul ulama – ulama besar
yang saling berlomba dan berkarya untuk memajukan pengetahuan.
Tidak berhenti dalam ilmu agama,
ilmu – ilmu yang nota benenya hari ini dikenal dengan ilmu umum juga banyak
menyedot perhatian ulama muslim. Gerakan penerjemahan terhadap karya – karya
Yunani dan Romawi klasik marak dalam dunia Islam. Tak tanggung – tanggung dari
rahim umat Islam lahir ulama – ulama besar dalam kajian ilmu filsafat,
matematika, sains, fisika, kimia, astronomi dan sederetan ilmu yang lain. Semua
itu tidak terlepas dari upaya dan kerja keras khalifah dalam memajukan
peradaban umat Islam. Alhasil, Islam menjadi pusat perhatian dunia, menjadi
pelopor dalam berbagai bidang kehidupan. Generasi Islam pun terbentengi dengan
berbagai literasi yang dilahirkan oleh ulama muslim, sehingga akidah dan
pengetahuan mereka semakin memperkuat keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
Pasca runtuhnya kekuasaan Gereja
akibat kesadaran pemikir – pemikir Barat yang bersentuhan dengan pemikir muslim
saat belajar di Universitas Cordova, bangsa barat memulai babak baru dalam
kesejarahannya. Persentuhan pemikiran dengan pemikir muslim telah menjadikan
mereka terbuka cakrawalanya dan berlomba – lomba untuk melakukan penelitian dan
pelayaran ke penjuru dunia. Konsekuensi dari semua ini adalah munculnya para
peneliti dan ilmuan handal yang kemudian membuat perubahan besar bagi bangsa
barat. Bangsa yang kala itu masih dalam kegelapan berubah menjadi bangsa yang
maju dan berperadaban karena ilmu pengetahuan.
Saat ini, bangsa barat banyak
melakukan kajian – kajian tentang Islam yang tujuan dari proses pembelajaran
itu bersifat variatif. Banyak kita temukan di berbagai took buku yang tersebar
di berbagai belahan nusantara dihiasi dengan karya – karya orientalis yang
tersebar secara bebas. Boleh jadi di antara karya – karya itu berisi pemahaman
yang kurang benar atau bahkan bertentangan dengan syariat Islam. Oleh karena
itu menjadi tanggung jawab kita untuk selalu berhati – hati dalam mempelajari
karya – karya tersebut. Selain itu, seyogyanya untuk umat Islam berusaha
menumbuhkan budaya baca dan tulis sebagaimana yang dahulu telah dirintis dan
diperjuangkan oleh para ulama dan umara pendahulu kita.
Allahu A’lam bish Shawab…
Semoga bermanfaat…
Komentar
Posting Komentar