Negeri ini ditakdirkan oleh Tuhan menjadi negeri yang indah.
Penduduk dunia menyebutnya sebagai surga dunia karena keindahan alam yang
terhampar luas di dalamnya. Negeri yang kaya raya akan hasil buminya, tak heran
ia mengundang seluruh mata dunia untuk sekadar memandang atau lebih dari itu
ingin merebut dan menguasai seluruh kekayaan yang ada di dalamnya. Tak
berlebihan kiranya bila dunia internasional menyebut negeri ini sebagai zamrud
katulistiwa. Ya, itulah Indonesia kita, negeri dimana kita dilahirkan dan
dibesarkan oleh asuhan ibu pertiwi. Negeri yang gemah ripah loh jinawi.
Tanahnya subur, kaya akan bahan tambang dan disini terbentang lautan luas yang
kaya akan aneka ragam satwa laut dan tetumbuhannya.
Keindahan dan kekayaan negeri ini sudah sejak lama menjadi dambaan
setiap bangsa yang pernah singgah di pelabuhannya. Sebelum Majapahit berdiri,
nyatanya sudah banyak bangsa manca nagari yang berdatangan dan ingin mengambil
alih kekuasaan. Kubhilai Khan, raja dari kerajaan Tar – Tar Mongolia, mengutus
seorang utusan yang meminta kepada Raja Kertanagara dari Singasari untuk membayar
upeti sebagai tanda bahwa negeri ini telah bertekuk lutut dan tunduk dalam
kekuasaannya. Kalau menolak akibatnya dia akan menyerang dan membumi hanguskannya.
Negeri ini negeri kesatria,
tak semudah membalikkan telapak tangan untuk sekadar menundukkannya. Maka
jawabannya jelas, lebih baik mati berkalang tanah daripada hidup terjajah.
Namun, sebelum pasukan Tar – Tar datang dan menyerang, Kertanegara sudah keburu
meninggal dunia karena ia harus tewas ditangan Jayakatwang, seorang pemberontak
dari Kediri yang haus akan kekuasaan. Alhasil Jayakatwanglah yang kemudian
menjadi amukan kemarahan pasukan Tar – Tar atas tipu muslihat menantu
Kertanegara yang ingin kembali merebut tahta, Raden Wijaya, pendiri dan Raja
pertama Majapahit yang bergelar Sri Kertajasa Jayawardhana.
Setelah berdiri kerajaan baru yang diberi nama Majapahit, ternyata
tidak serta merta langsung bisa hidup dengan damai dan tentram sebagaimana yang
menjadi harapan. Bahkan, para pejuang yang dahulu berjibaku, bahu membahu untuk
mengusir bangsa asing yang menjajah justru kemudian saling sikut - menyikut
untuk berebut pangkat, jabatan dan kekuasaan. Ranggalawe, Lembu Sora, Nambi dan
sederetan pejuang lain telah menjadi korban dalam ambisi perebutan kedudukan.
Di era kerajaan Islam Demak, kerajaan Islam yang dianggap pertama
kali berdiri di tanah Jawa ini, yang merupakan simbol kejayaan Islam di negeri
ini, nyatanya juga tidak lepas dari budaya sikut – menyikut antar sesama. Sunan
Prawoto yang merupakan sultan keempat kerajaan ini dibunuh oleh saudara
sepupunya adipati Jipang Arya Penangsang. Kemunculan tokoh wali songo yang
melegenda dan tokoh kontroversial Syaikh Siti Jenar juga tidak lepas dari
konflik. Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai konflik yang
melatarbelakanginya.
Selepas masa kerajaan berakhir ternyata keindahan negeri ini masih
memiliki pesona yang seolah tiada pernah luntur. Portugis, Belanda, Inggris dan
Jepang ternyata juga terpesona dengan keelokan negeri ini. Belanda-lah bangsa
yang paling lama bercokol dan menjajah negeri ini, meski kemudian dia harus
pergi karena di usir oleh Jepang yang saat itu menjadi penguasa di Asia Raya.
Hingga saat kesadaran para pemuda bangkit dan pada akhirnya mampu mengusir
mereka untuk memproklamirkan diri sebagai negeri yang merdeka, berdaulat dengan
nama Indonesia.
Masa kemerdekaan membawa angin segar dan harapan bagi bangsa ini
untuk bisa hidup lebih baik dari sebelumnya. Berusaha menstabilkan keadaan dan
sedikit demi sedikit memperbaiki kesejahteraan dengan melakukan pembangunan.
Segala sektor diperbaiki dan dibangun sedemikian rupa hingga pada masa rezim
orba berkuasa sampailah bangsa ini pada era tinggal landas. Kesejahteraan mulai
dirasakan, swasembada pangan diraih dan anak negeri ini berhasil menciptakan
pesawat sendiri. Namun, ternyata semua itu hanya semu, kebobrokan rezim orba
menyisakan persoalan yang luar biasa bagi bangsa ini. Hutang yang mencekik
setiap anak bangsa yang baru lahir akibat kesalahan segelintir orang yang
serakah dengan harta. Terjadilah reformasi yang menelan banyak korban, baik
harta maupun nyawa, memaksa rezim yang berkuasa untuk turun dari singgasana.
Turunlah bapak dari singgasana dan datanglah penguasa baru sebagai gantinya.
Seolah tak pernah berujung, budaya sikut – sikutan tetap saja
menjadi sesuatu yang diidolakan untuk mendapatkan kekuasaan. Sepak sana, sepak
sini, terjang sana, terjang sini, pukul sana, pukul sini masih saja terus
mewarnai. Seolah tak akan pernah berakhir sampai digulungnya jagat ini. Ya,
pemandangan yang tak pernah kita tahu kapan berakhirnya.
Saat ini, negeri ini juga masih tetap saja dilanda penyakit sikut –
sikutan. Pilkada DKI yang sebentar lagi digelar agaknya menjadi alasan yang
tepat untuk memunculkan budaya sikut – sikutan. Mulai dari yang sekedar menebar
isu sampai yang menebar fitnah. Masya Allah,… sungguh pemandangan yang memilukan.
Masih terngiang jelas diingatan kita kasus yang dianggap penodaan
agama yang dilakukan oleh Gubernur petahana Basuki Tjahaja Purnama yang dikenal
dengan nama Ahok. Kasus ini pun tidak lepas dari budaya sikut – sikutan yang
seolah telah mengakar dan mendarah daging. Ribuan umat Islam memadati Jakarta
untuk menuntut keadilan. Menuntut agar Ahok diadili dan dipenjarakan. Terlepas
dari siapa yang benar, dan saya tidak mau ambil pusing dengan menghabiskan
waktu memikirkan kejadian ini, bangsa ini sepertinya mendambakan seorang ‘Ratu
Adil’ yang dalam istilah umat Islam dikenal dengan ‘Imam Mahdi’. Sosok pemimpin
yang mampu mendamaikan, membuat kehidupan bangsa ini menjadi lebih baik dan
bermartabat. Menjadi negeri yang aman damai sejahtera dan diridlai oleh Tuhan.
Sebagai generasi muda seyogyanya mempersiapkan diri dengan menempa
diri, belajar dengan giat, memperkuat keimanan, ketaqwaan dan keshalihan diri.
Ingat, seperti apa masa depan negeri ini, tercermin dalam diri pemuda hari ini.
Miris rasanya melihat anak bangsa yang saling sikut sana, sikut sini demi untuk
mendapatkan posisi yang diminati. Semoga anak – anak negeri ini mampu mengubah
citra negeri sikut – sikutan ini menjadi negeri aman dan damai. Amin…
Semoga Bermanfaat…
Allahu A’alam…
Komentar
Posting Komentar