Tampilkan postingan dengan label Ulumul Qur'an. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ulumul Qur'an. Tampilkan semua postingan

Selasa, 13 Juni 2017

Nuzulul Qur'an



Nuzulul Qur’an

Telat sesungguhnya ketika saya mencoba menorehkan tulisan ini. Tetapi tidak mengapa, daripada saya tidak menulis. Memang benar istiqamah itu butuh diperjuangkan. Tidak semudah membalikkan tangan. Meski hanya sebentar, ternyata menyisihkan waktu untyuk sekedar menulis, dengan tulisan ringan saja, beratnya minta ampun. Apalagi tulisan berat dan berbobot. Hmmm... tak mengapa, niat saya masih belajar. Itu saja, tidak lebih. Urusan lain, belakangan saja. Hehehe...

Kamis, 27 April 2017

Menggugat Keummiyan Nabi Muhammad SAW

Menggugat Keummiyan Nabi Muhammad SAW


Sudah menjadi rahasia umum bagi kalangan muslim bahwa Nabi Muhammad SAW yang menjadi panutannya adalah seorang nabi yang ummi. Kata ummi umumnya diartikan sebagai ketidak mampuan nabi dalam membaca dan menulis.

Para ulama salaf dan umumnya kyai pesantren banyak yang beranggapan sebagaimana pandangan di atas. Mereka berargumen bahwa keadaan nabi yang ummi, tidak memiliki kemampuan membaca dan menulis semakin menunjukkan keotentikan dan kemurnian al-Qur’an sebagai kitab suci.

Ini wajar, karena tidak mungkin bagi seorang yang tidak bisa membaca dan menulis mencipta dan mengarang kitab suci sebagaimana al-Qur’an. Kitab yang sampai detik ini belum ditemukan karya sastra yang mampu menandinginya. Setidaknya inilah yang dijadikan argument oleh para ulama utamanya salaf shalih dan kyai pesantren tentang keummian Nabi Muhammad SAW.

Berbeda dengan pendapat pada umumnya yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seorang yang buta huruf, tidak bisa membaca dan menulis. Aksin Wijaya mengajukan satu argumen yang -menurut saya, menarik untuk dicermati dan paling tidak bisa menjadi bahan rujukan yang berbeda dari pendapat pada umumnya.

Dalam bukunya “Arah Baru Studi Ulum al-Qur’an”, ia mengatakan bahwa argumen yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seorang nabi yang buta huruf, tidak bisa membaca dan menulis, dan belum pernah membaca kitab – kitab umat terdahulu adalah satu argumen yang sesungguhnya merendahkan kredibilitas Nabi Muhammad SAW. sebagai seorang nabi dan rasul yang dibekali oleh sifat fathanah/cerdas.

Aksin Wijaya mengatakan, “Logika berpikir yang mengartikan “Nabi yang ummi” sebagai yang buta huruf menurut saya justru merendahkan Muhammad sendiri, dan juga merendahkan nilai al-Qur’an sebagai wahyu yang berasal dari Tuhan. Bukankah nilai al-Qur’an sebagai wahyu ilahi itu akan lebih mulia andaikata ia diturunkan pada manusia yang sempurna, yang bukan hanya pandai beretorika, menghafal, tetapi juga membaca dan menulis.”

Beliau mengatakan bahwa untuk menolak tuduhan – tuduhan orang kafir terhadap nabi, tidak selayaknya menggunakan logika yang justru merendahkan Nabi Muhammad SAW. Fakta bahwa Nabi Muhammad SAW adalah orang yang dibekali kecerdasan akal yang sempurna oleh Allah merupakan fakta yang tak terbantahkan oleh siapapun.

Sebagai misal adalah saat – saat beliau mengalami kesulitan karena hijrahnya dari Makkah ke Madinah. Saat tiba saja telah terjadi peristiwa yang boleh jadi bila tidak diselesaikan dengan cara cerdas akan berbuntut pada pertumpahan darah.

Saat Rasul tiba di Madinah, semua orang ingin agar Rasul tinggal di rumahnya. Namun, kecerdasan Rasul mengambil sebuah solusi yang bijak dan tidak menyakiti siapapun dengan mengatakan bahwa di mana unta beliau berhenti, maka di situlah beliau akan tinggal. Sungguh satu kecerdasan yang luar biasa. Coba saja seandainya beliau langsung memutuskan bahwa beliau akan tinggal di rumah si Fulan, tentu akan banyak orang yang merasa dikecewakan oleh keputusannya itu.

Tidak hanya itu beliau juga mengambil solusi tepat saat dihadapkan pada situasi sulit. Situasi di mana beliau tinggal di tempat baru, di satu sisi ada muhajirin Makkah yang merupakan pengikut setianya selama di Makkah, ada penduduk anshar yang telah menolong mereka dan ada suku – suku dan kabilah yang tinggal di Yatsrib, kala itu yang sering terlibat dalam baku hantam dan saling serang.

Sungguh satu situasi dan kondisi sulit yang menuntut beliau agar mengambil tindakan bijak dan penuh kecerdasan. Akhirnya beliau berinisiatif untuk membuat perjanjian yang kemudian hari dikenal dengan Piagam Madinah.

Nah, fakta – fakta sejarah yang tak terbantahkan ini, merupakan bukti kecerdasan Nabi Muhammad SAW yang sesungguhnya semakin memustahilkan keummiyan, “kebuta hurufan”, beliau sebagai Rasul Allah.

Lantas bagaimana dengan dialog yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW saat beliau ditemui oleh Malaikat Jibril di Gua Hira? Bukankah riwayat menunjukkan bahwa beliau menjawab perintah Malaikat Jibril dengan mengatakan, “Ma Aqra’” atau “Ma Ana biqariin”. Bukankah semua itu menunjukkan keummiyan Nabi Muhammad SAW?

Pak Aksin mengajukan argumen atas dialog ini. Beliau mengatakan bahwa kedua kata ini bukan mengandung naïf, melainkan istifham. Jika diartikan sebagai istifham maka kedua kata ini akan menunjuk pada arti, “Apa yang harus saya baca?”

Beliau menambahkan bahwa sebagai seorang yang manusia sempurna yang memiliki kemampuan membaca dan menulis, pemaknaan demikian juga dikarenakan di dalam dialog tersebut, sang komunikator, roh al-Amin tidak memberikan teks kepada Nabi Muhammad SAW untuk dibaca. Karena tidak adanya teks yang harus dibaca maka Rasul menanyakan perihal apa yang harus beliau baca.

Lantas, apakah dengan tidak mengartikan kata “ummi” sebagai buta huruf, tidak lantas mengurangi keberadaan al-Qur’an sebagai wahyu Tuhan yang bersih dari campur tangan manusia karena diturunkan pada nabi yang cerdas dan bisa membaca dan menulis? Jawabnya tentu tidak. Al-Qur’an memiliki dimensi kemukjizatan tersendiri yang karena kemukjizatannya itulah ia mampu mengalahkan musuh – musuhnya bahkan dengan surat terpendek yang terdapat di dalamnya.

Kemukjizatan al-Qur’an juga tercermin dari tantangan yang diberlakukannya kepada para penentangnya untuk membuat satu surat semisal al-Qur’an dengan mendatangkan semua para penolongnya selain Allah. Dan nyatanya, sampai saat ini belum atau bahkan tidak akan pernah ada seorangpun yang mampu menjawab tantangan al-Qur’an itu.

Nah, oleh karenanya untuk menunjukkan keotentikan al-Qur’an tidak perlu menggunakan argumen yang justru merendahkan kredibilitas Nabi Muhammad SAW. Beliau adalah seorang Rasul yang dibekali dengan kesempurnaan akal dan kecerdasan. Sebagai umat Islam harus tetap menjaga kredibilitas dan menempatkan beliau sebagai pribadi Agung yang dilebihi kelebihan di atas yang lainnya, baik dari sisi dhahirnya, bathinnya, fisiknya, kesempurnaan akal kecerdasannya dan lain sebagainya.

Disinilah sesungguhnya nilai dari penghormatan dan pengagungan kepada Rasul sebagai utusan Allah SWT. Lantas bagaimana dengan anda? Apakah anda masih tetap bersikukuh dengan pendapat yang mengatakan tentang kebuta hurufan Nabi Muhammad SAW atau mencoba bergeser pada pemahaman baru sebagaimana yang ditawarkan oleh Pak Aksin Wijaya.

Terlepas dari berbagai perbedaan dan perselisihan yang ada, yang jelas al-Qur’an adalah kitab suci yang tetap pada keotentikannya. Rasulullah Muhammad SAW adalah nabi panutan kita yang memiliki keagungan dan kesempurnaan melebihi yang lain dalam semua hal termasuk di dalamnya dalam hal kecerdasannya. Terlepas dari mereka yang mensyaratkan kemampuan membaca dan menulis sebagai syarat kecerdasan, maupun orang yang tidak mensyaratkannya.

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam..



Kamis, 16 Juni 2016

Sekilas Ilmu Tajwid


Dalam membaca al Qur’an kita tidak boleh melupakan kaidah – kaidah ilmu tajwid. Tajwid adalah bentuk mashdar dari kata jawwada yang artinya adalah membaguskan, menyempurnakan, memantapkan. Sebagian ulama’ mengatakan pengertian tajwid adalah الإتيان بالجيد  yang artinya “memberikan dengan baik”.
 
Menurut istilah:

اَلتَّجْوِيْدُ هُوَ عِلْمٌ يُعْرَفُ بِهِ إِعْطَاءُ كُلِّ حَرْفٍ حَقَّهُ وَمُسْتَحِقَّهُ مِنَ الصِّفَاتِ وَالْمُدُوْدِ وَغَيْرِ ذَلِكَ كَالتَّرْقِيْقِ وَالتَّفْخِيْمِ وَنَحْوِهِمَا

Artinya: “Ilmu tajwid adalah ilmu yang berguna untuk mengetahui bagaimna cara memenuhkan/memberikan hak huruf dan mustahaqnya. Baik yang berkaitan dengan sifat, mad dan sebagainya, seperti tarqiq dan tafkhim dan selain keduanya.”

Dengan demikian ilmu tajwid memiliki manfaat besar dalam membaca al qur’an dengan tepat, memberikan hak yang dimiliki oleh huruf, sesuai dengan sifat asli yang dimilikinya. Oleh karenanya seorang muslim diharuskan untuk mempelajari ilmu tajwid sehingga bacaan al Qur’annya sesuai dengan standar tilawah yang diharapkan.

Adapun hukum mempelajari ilmu tajwid para ulama’ mengatakan sebagai fardlu kifayah. Fardlu kifayah adalah satu kewajiban yang harus dikerjakan oleh setiap orang muslim apabila tidak dikerjakan berdosa,  akan tetapi apabila ada sebagian diantara umat islam yang telah mempelajarinya maka menjadi gugurlah kewajiban itu. Hal ini bisa kita ketahui dari qaul dibawah ini:

اَلْعِلْمُ بِهِ فَرْضُ كِفَايَةٍ وَالْعَمَلُ بِهِ فَرْضُ عَيْنٍ عَلَى كُلِّ قَارِئٍ مِنْ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَةٍ

Artinya: “Mempelajari ilmu tajwid (hukumnya) fardlu kifayah dan mengamalkannya fardlu ‘ain bagi setiap pembaca al Qur’an (qar’) dari umat Islam (laki – laki dan perempuan).

Mempelajari al Qur’an membutuhkan ketelatenan agar memperoleh hasil maksimal. Niatan yang benar dan ketelatenan akan berbuah pada tercapainya tujuan yang diharapkan. Keindahan dalam membaca al Qur’an memberi satu nilai plus tersendiri. Akan tetapi yang perlu diperhatikan keindahan bacaan jangan sampai keluar dari kaidah tata baca al Qur’an yang benar. Semoga bermanfaat. Amin…

Selasa, 24 Mei 2016

Panduan Tahsin Tilawah al Qur’an Dan Ilmu Tajwid


Panduan Tahsin Tilawah al Qur’an Dan Ilmu Tajwid adalah salah satu buku yang membahas tentang tata kaidah didalam membaca al Qur’an secara benar baik dari sisi kaidah ilmu shifatil huruf maupun kaidah ilmu tajwid. Buku ini ditulis oleh DR. H. Ahmad Annuri, MA. Seorang yang memiliki perhatian dan keseriusan dalam memahami dan mendalami al Qur’an. 
 
Sudah maklum bagi kita bersama bahwa al Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan oleh Allah SWT kepada manusia pilihan yang menjadi kekasihNya yaitu Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat Jibril yang sampai kepada kita dengan jalan mutawatir dan membacanya bernilai ibadah. Oleh karena itu al Qur’an memiliki keistimewaan – keistimewaan yang tidak dimiliki oleh kitab yang lain. Ia mengandung mu’jizat yang dengan surat terpendek saja dapat digunakan untuk mengalahkan dan melemahkan setiap musuhnya. Tak berlebihan kiranya bahwa al Qur’an itu semakin ditentang maka ia akan semakin menunjukkan kebenarannya.

Sampai saat ini al Qur’an terbukti telah mampu menunjukkan keotentikannya tanpa tercampuri oleh tahrif yang diupayakan oleh pihak yang ingin merusak keotentikan al Qur’an. Allahlah yang selalu menjaga al Qur’an sehingga tidak satu manusiapun yang mampu untuk merubah dan menodai keotentikannya. 

Meski al Qur’an terbilang kitab suci yang cukup tebal dan terdiri dari 30 juz, toh nyatanya banyak orang yang mampu menghafal al Qur’an. Inilah salah satu wujud penjagaan yang dilakukan Allah untuk al Qur’an. Bahkan meski al Qur’an terbilang mengandung nilai sastra yang sangat tinggi dan tidak tertandingi namun nyatanya banyak orang yang mampu menghafal, memahami dan mengerti maksud al Qur’an. Inilah barangkali yang dimaksud oleh Allah dalam firmanNya:

وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْأَنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُذَّكِّرٍ (القمر :17)

Artinya: “Dan sungguh Kami mudahkan al Qur’an untuk dipelajari, maka adakah orang yang mau mempelajarinya?” (Al Qamar; 17)

Ayat diatas memberikan jaminan Allah kepada orang – orang yang mau mempelajari al Qur’an. Allah akan memberikan kemudahan bagi mereka untuk mempelajari dan memahami al Qur’an. Sungguh hal ini adalah satu keistimewaan yang dimiliki al Qur’an yang tidak dimiliki oleh kitab – kitab yang lain. 

Salah satu kemu’jizatan yang dimiliki al Qur’an adalah al Qur’an memiliki cara baca yang berbeda dengan kebanyakan kitab yang lain. Sehingga al Qur’an begitu enak di dengar, tidak membosankan saat dibaca dan di dengarkan. Bahkan orang yang senantiasa istiqamah membaca al qur’an akan merasakan kerinduan ketika dalam sehari saja mereka tidak membaca al qur’an.

Dalam buku Panduan Tahsin Tilawah al Qur’an dan Ilmu Tajwid tersebut penulis mengajak kepada pembaca untuk lebih memahami lagi tentang car abaca al Qur’an yang baik sesuai dengan kaidah yang benar dan telah ditetapkan oleh para ulama’. Sebagaimana kita maklumi bahwa sebagian besar diantara masyarakat kurag memiliki perhatian didalam hal ini. Kebanyakan mereka hanya sekedar bisa membaca al Qur’an dan kurang mengetahui tata cara dan kaidah membaca al Qur’an. Akibatnya banyak kesalahan yang terjadi saat mereka membaca al Qur’an. Oleh karenanya melalui buku ini penulis mengajak para pembaca yang budiman untuk lebih memperhatikan dan mendalami kembali tata kaidah tentang membaca al Qur’an mengingat Allah SWT dalam al Qur’an berfirman dalam surat al Muzammil ayat 4:

وَرَتِّلِ الْقُرْآَنَ تَرْتِيلًا (4)

Artinya: “Dan bacalah al Qur’an dengan setartil – tartilnya” (Q.S. Al Muzammil ;4)

Buku ini disusun secara aplikatif dan komprehensif menggunakan bahasa yang komunikatif sehingga mudah dipahami. Bagi para pemerhati tilawah buku ini layak untuk menjadi bahan rujukan dalam memahami dan mengajarkan al Qur’an. Mudah – mudahan kita dijadikan ahlul Qur’an dan Allah menjadikan al Qur’an sebagai penolong kita di yaumul qiyamah. Amin…

Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam

  Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam   اُلله أَكْبَرُ (×٣) اُلله أَكْبَرُ (×٣) اُلله اَكبَرُ (×٣) اُلله أَكْبَرُ كُلَّمَا...