Salah satu ciri khas umat islam di Indonesia yang mungkin tidak akan dijumpai di beberapa negara muslim lain adalah adanya fenomena yasinan. Yasinan akrab dengan masyarakat muslim di Indonesia khususnya di masyarakat Jawa.
Yasinan biasanya dilaksanakan pada
malam hari Jum’at. Akan tetapi ada juga sebagian diantara masyarakat yang
melaksanakan diluar hari jum’at. Kegiatan ini dilaksanakan oleh umat islam yang
menyebut diri mereka sebagai ahlus Sunnah wal jamaah khususnya mereka yang
tergabung dalam organisasi Nahdlatul Ulama’. Jam’iyyah ini didirikan oleh
Hadlratusy Syaikh Hasyim Asy’ari, pendiri pondok pesantren Tebu Ireng Jombang
Jawa Timur.
Pada masyarakat Jawa, seolah tradisi
yasinan adalah tradisi yang wajib dilakukan. Hal ini terbukti dari semangat
masyarakat dalam melaksanakan dan melestarikan tradisi yasinan ini. Biasanya masyarakat
di lingkungan RT disebuah desa berkumpul untuk melaksanakan tradisi ini. Kegiatan
ini di laksanakan secara bergiliran dari rumah kerumah. Dalam satu desa
biasanya bisa terdiri dari beberapa jamaah.
Malam jum’at dipilih sebagai
pelaksanaan kegiatan ini karena malam jum’at di percaya sebagai malam yang
lebih baik dari yang lain. Ini tidak berarti menafikan hari yang lain, akan
tetapi menurut beberapa riwayat bahwa hari jum’at adalah sayyidul ayyam.
Hal inilah yang kemudian menyebabkan malam jum’at dianggap sebagai malam yang
paling baik dalam melaksanakan kegiatan keagamaan semisal yasinan, dziba’an,
barzanzi, dan beberapa kegiatan keagamaan lain di lingkup masyarakat Nahdliyyin
di Jawa.
Yasinan dalam tradisi masyarakat
Jawa memiliki manfaat yang banyak. Kegiatan ini bisa menjadi sarana
silaturrahmi bagi masyarakat setempat untuk semakin meningkatkan rasa
solidaritas dan kebersamaan. Selain itu dalam tradisi ini dimaksudkan juga
untuk mendo’akan ahli kubur yang telah meninggal dunia agar mereka diampuni
oleh Allah SWT.
Namun demikian tradisi ini juga
menimbulkan kontroversi dikalangan masyarakat, khususnya mereka yang anti
terhadap tahlilan, yasinan dan tawasulan serta kegiatan serupa yang lain. Meski
demikian tradisi ini berkembang dengan sangat subur di lingkungan masyarakat
khususnya masyarakat Jawa. Dengan dalih bahwa semua kegiatan tersebut tidak
pernah dicontohkan oleh rasulullah saw sebagai pembuat syari’at. Mereka selalu
menanyakan dalil nash baik dari al Qur’an maupun hadits.
Terlepas dari semua kontroversi tentang yasinan, nyatanya yasinan
mampu menjadi media perekat umat yang mujarab. Masyarakat dengan berbagai
variannya duduk bersanding dan berdampingan dengan akrab dan hangat penuh
keakraban. Selain itu tradisi ini menciptakan suasana yang tenang dan damai di
masyarakat. Mereka hidup saling menghormati dan menghargai. Oleh karenanya
menurut hemat penulis tradisi ini perlu dilaksanakan dan dilestarikan agar
kehidupan yang damai, aman dan sejahtera terwujud di negeri yang subur makmur
seperti ini.
Komentar
Posting Komentar