Kemuliaan Seseorang Terletak pada Kualitas Ketaqwaannya

 

Kemuliaan Seseorang Terletak pada Kualitas Ketaqwaannya



الحمد لله القائل فى كتابه الكريم أعوذبالله من الشيطان الرجيم بسم الله الرحمن الرحيم  يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (13) أشهد أن لا إله إلا الله، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله لا نبي بعده. اللهم صل على سيدنا محمد عبدك ورسولك النبي الأمي وعلى أله وصحبه وسلم تسليما كثيرا. أما بعد فيا أيها الناس اتقواالله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون

Hadirin jama’ah jum’ah yang dimuliakan Allah

Marilah pada kesempatan jum’ah yang penuh dengan keberkahan ini, kita senantiasa meningkatkan kualitas iman dan taqwa kepada Allah, dengan berusaha sekuat mungkin untuk menjalankan seluruh perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Dengan berbekal iman dan taqwa ini lah kita akan menjadi pribadi yang beruntung dalam kehidupan di dunia, terlebih saat kembali kepada-Nya kelak di hari kiamat.

Jama’ah jum’ah yang dimuliakan Allah,

Salah satu diantara sunnatullah di dunia ini, adalah diciptakannya makhluk di dunia ini dengan berbagai ragam perbedaan. Ada bangsa jin, manusia, malaikat, binatang, tumbuhan, dan lain sebagainya. Satu jenis ciptaan pun juga masih memiliki keragaman yang dengan keragaman tersebut diantara mereka bisa saling mengenal satu dengan yang lainnya.

Keragaman ciptaan Allah dalam jenis manusia, diabadikan dalam Al-Qur’an, Surat Al-Hujurat (49); 13:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (13)

Artinya; Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.(Qs. Al-Hujurat (49); 13)

Jama’ah jum’ah yang dimuliakan Allah,

Melalui ayat ini, Allah menegaskan kepada kita semua, bahwa diciptakannya keragaman manusia, baik dalam hal jenisnya, bangsanya, sukunya, maupun keragaman yang lain bertujuan agar manusia bisa saling mengenal satu dengan lainnya. Keragaman bukan alasan untuk saling bercerai berai dan bermusuhan satu dengan yang lainnya. Akan tetapi, sebaliknya keragaman menunjukkan kekayaan, keindahan dan saling melengkapi.

Oleh sebab itulah pilihan kata yang digunakan oleh Allah swt di dalam ayat ini adalah kata “Al-Nas”. KataAl-Nas yang berarti manusia, jika ditelusuri secara lebih mendalam ternyata memiliki makna yang berbeda dengan kata Al-Insan, Al-Ins, dan Al-Basyar yang sama-sama diterjemahkan dengan arti manusia. Meskipun dalam bahasa Indonesia, sama, namun ternyata penggunaan kata Al-Nas ini lebih ditujukan kepada manusia dalam arti makhluk sosial, yakni makhluk yang selalu membutuhkan kepada yang lain dan tidak bisa hidup sendiri tanpa yang lainnya. Itulah sebabnya, jika kita meneliti setiap ayat Al-Qur’an yang menggunakan kata al-nas, selalu saja disertai dengan petunjuk bahwa manusia selalu berdampingan dan berinteraksi dengan yang lain.

Jama’ah jum’ah yang dimuliakan Allah,

Oleh sebab itulah ayat ini menegaskan bahwa kedudukan manusia adalah sama dihadapan Allah swt. Kedudukan manusia di sisi Allah, tidak ditentukan dari mana ia berasal, apakah dari Arab, China, Jepang, Jawa atau yang lainnya. Tidak pula karena alasan warna kulitnya, bahasanya, atau yang lainnya, termasuk tidak pula karena nasab.

Nasab memang taqdir dari Allah. Siapapun tidak bisa memilih dilahirkan dari orangtua mana. Semua merupakan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah, sesuai dengan qudrah dan iradat-Nya. Meskipun memiliki nasab dari seorang yang mulia, namun apabila seseorang tidak berjuang dan berusaha mempertahankan kemuliaan nasab yang diterimanya, maka nasab itu tidak akan mampu menolongnya. Disebutkan dalam Kitab Al-Jami’ fi Al-Hadits Li ibn Wahab:

فَقَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ: «ذَلِكَ يُوسُفُ، نَبِيٌّ ابْنُ نَبِيٍّ ابْنِ نَبِيٍّ ابْنِ خَلِيلِ الرَّحْمَنِ، إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَفَاخَرُ بِالرَّجُلِ، وَإِنَّهُ لَمِنْ أَهْلِ جَهَنَّمَ، إِنْ أَبْطَأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ»

Artinya: “Ibnu Ma’ud berkata: Itu adalah Yusuf, Seorang Nabi yang menjadi putra nabi, putra seorang nabi, yang menjadi putra seorang nabi putra Khalilurrahman (Ibrahim as). Sesungguhnya pastilah seorang itu berbangsa dengan orangtuanya. Dan sesungguhnya seseorang itu pasti menjadi penghuni neraka jahannam jika amalnya lambat, maka nasabnya tidak bisa mempercepatnya.”

Jama’ah jum’ah yang dimuliakan Allah,

Demikianlah, setiap orang memiliki kedudukan yang sama di sisi-Nya. Tidak ada yang membedakan satu-sama lainnya, kecuali taqwanya. Ayat diatas secara tegas menjelaskan bahwa sesungguhnya yang paling mulia diantara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa.

Dengan demikian, tidak ada alasan bagi siapapun untuk merasa lebih baik daripada yang lain karena alasan hartanya, warna kulitnya, sukunya, maupun nasab keturunannya. Yang paling mulia adalah mereka yang memiliki kualitas ketaqwaan yang paling baik. Seberapa patuh seseorang melaksanakan perintah Allah? Seberapa kuat ia meninggalkan larangan-Nya? Seberapa tulus keikhlasan hatinya dalam menjalani ketaatan tersebut? Itulah yang nanti akan menjadi penentu kemuliaannya di sisi Allah swt.

Di penghujung syawal ini, marilah kita instrospeksi diri. Bagaimana kualitas iman dan taqwa kita kepada-Nya. Setelah sebulan lamanya ditempa melalui puasa Ramadhan, benarkah saat ini kita telah “syawal”, meningkat. Meningkat dalam arti kuantitas dan kualitas kita kepada Allah swt. atau sebaliknya, justru semakin merosot. Semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita semua, sehingga kita bisa meningkat dalam arti yang sesungguhnya. Dan semoga, saat Allah berkenan memanggil kita menghadap-Nya, Dia panggil kita dengan husnul khatimah. Aamiin.

 

Komentar