Senin, 11 April 2016

PONDOK PESANTREN KEDUNGLO KEDIRI – JAWA TIMUR - DAN SHALAWAT WAHIDIYAH (Part. 1)


 Oleh : Muhammad Arif
BERDIRINYA PONDOK PESANTREN 
KEDUNGLO AL MUNADHDHARAH - KEDIRI

Letak Geografis
Pondok pesantren Kedunglo al Munadhdhoroh terletak di Desa Bandar Lor Kecamatan Mojoroto Kota Kediri Jawa Timur. Desa Bandar Lor berada di pinggiran sungai brantas sebelah barat dan berada + 1 km dari pusat kota Kediri. 
Sesuai dengan data monografi desa Bandar Lor pda tahun 2002, luas desa ini + 111,35 Ha dengan perincian sebagai berikut : pemukiman atau perumahan seluas + 87,50 Ha, sawah dan ladang 9 Ha, jalan seluas 4,5 Ha, jalur hijau seluas 2 Ha, pemakaman seluas 1,5 Ha dan lain-lain 1,3 Ha.
Adapun batas-batas desa Bandar Lor yang menjadi letak Pondok pesantren Kedunglo al Munadhdhoroh adalah :
1.    Sebelah utara desa Mojoroto
2.    Sebelah barat desa Lirboyo
3.    Sebelah selatan desa Bandar Kidul
4.    Sebelah Timur sungai brantas
Pada tahun 2002 jumlah penduduk desa Bandar Lor berjumlah 8.593 jiwa dengan rincian sebagai berikut :
1.    Penduduk laki-laki berjumlah 4.074 orang dengan rincian 4.073 WNI dan 1 WNA
2.    Penduduk perempuan berjumlah 4.519 orang dengan rincian 4.516 WNI dan 3 WNA
Mereka menyebar di 39 RT dan 8 RW, Pondok Pesantren Kedunglo Al Munadzdzarah berada di RT. 17 RW.03.
Sejarah Berdirinya Pondok
1.    Latar Belakang Berdirinya Pondok
Pada akhir tahun 1800-an hingga tahun 1900 banyak oran g islam indonesia mulai menyadari bahwa mereka tidak akan mungkin berkompetisi dengan kekuatan-kekuatan yang menantang islam yaitu dari pihak kolonialisme Belanda, penetrasi kristen dan perjuangan untuk maju di bagian-bagian lain di Asia apabila mereka terus melanjutkan kegiatan dengan cara-cara tradisional dalam menegakkan islam mereka mulai menyadari perlunya perubahan-perubahan .
Salah seorang yang menyadari perlunya perubahan-perubahan tersebut adalah KH. Mohammad Ma'roef. Lalu ia mendirikan sebuah pondok yang bernama “Kedunglo” yang terletak di desa Bandar Lor kecamatan Mojoroto Kediri. KH. Mohammad Ma'roef mendirikan pondok pesantren ini karena melihat semakin berkembangnya masyarakat pada masa penjajahan kolonialisme yang pembinaannya telah didahului oleh ulama-ulama besar di jamannya.
Di kota Kediri, pada awalnya sudah mengenal agama secara luas, termasuk agama islam. Namun pada penerapan ajarannya perlu ditata lagi, karena mereka belum sepenuhnya menerapkan syari’at islam, akan tetapi pada prakteknya masih dicampur dengan adat istiadat yang bertentangan dengan syari’at islam.
KH. Mohammad Ma'roef, puta dari K. Abdul Madjid pendiri pondok pesantren Klampok Arum desa Badal Ngadiluwih kab. kediri ini juga alumni pondok pesantren. Sebagai penerus dari perjuangan ayahnya, ia lantas ingin mendirikan sebuah pondok pesantren, sebagai sarana untuk mewujudkan masyarakat yang religius, masyarakat yang berbudi pekerti dan berakhlak.
Sepulang dari belajar di Makkah al Mukarramah selama + tujuh tahun, KH. Mohammad Ma'roef tampak semakin alim dan waskita . Oleh karena itu, KH. Mohammad Ma'roef disuruh oleh mertuanya - K. Shaleh , Banjarmlati Mojoroto - untuk mencari tanah yang akan dijadikan pondok pesantren .
KH. Mohammad Ma'roef tidak menyia-nyiakan hal tersebut, dia lantas tirakat sambil mengamalkan shalawat nariyah sebanyak 4.444 kali per hari. Akhirnya dia mendapat petunjuk atau hidayah dari Allah swt. bahwa tanah yang cocok untuk dijadikan pondok olehnya adalah tanah yang berada di sebelah barat sungai brantas diantara dua jembatan.
Petunjuk yang diperoleh KH. Mohammad Ma'roef lalu dihaturkan kepada mertuanya, akan tetapi mertuanya, K. Shaleh, dan beberapa orang kerabat dan teman mengecam atau tidak setuju dengan tanah pilihan KH. Mohammad Ma'roef. Hal ini disebabkan karena tanah tersebut dikenal sebagai bumi supit urang, yaitu tanah yang berwujud rawa / perairan semacam danau dan tidak berupa daratan. Namun KH. Mohammad Ma'roef tetap pada pendiriannya memilih tanah tersebut sambil mengemukakan beberapa alasan. Alasan tersebut adalah bahwa KH. Mohammad Ma'roef yakin bahwa pondok yang akan didirikannya suatu saat nanti akan memiliki keistimewaan. Yang pertama, dekat dengan pasar (pasar Bandar, utara lokasi pondok), kedua, dekat dengan sungai, ketiga, dekat dengan pusat kota. Akhirnya alasan tersebut diterima dan jadilah tanah tersebut dibeli.
Setelah tanah dibeli, pada 1800-an KH. Mohammad Ma'roef mendirikan sebuah pondok pesantren. Pondok tersebut kemudian diberi nama “Kedunglo”. Nama ini diambil dari kondisi pondok tersebut dibangun, yaitu pondok didirikan diarea kedung (semacam danau) dan disana tumbuh pohon Lo yang besar .
Karena di lokasi pondok yang pertama sering terjadi banjir sehingga menggenangi sekitar lokasi pondok, maka pada tahun 1901 lokasi pondok pesantren Kedunglo di pindahkan keselatan + 100 m dari lokasi semula. Maka dibangunlah masjid dan pondokan untuk santri, yang mana masjid dan pondokan yang dibangun KH. Mohammad Ma'roef sampai sekarang masih berdiri kokoh dan belum di ganti (pugar).
Setelah KH. Mohammad Ma'roef tinggal di pondok Kedunglo, maka berduyun-duyunlah para santri yang ingin menimba ilmu kepadanya. Namun karena dia kurang suka memiliki banyak santri, maka sebagian santrinya diserahkan kepada K. Abdul Karim , pendiri PP. HM. Lirboyo, yang saat itu santrinya masih beberapa orang saja.
Ketika ditanya mengapa KH. Mohammad Ma'roef tidak suka mempunyai banyak santri ? dia hanya menjawab : “Aku tidak mau memelihara banyak santri. Disamping repot kalau punya banyak santri, pondok ini jadi kotor. Karena itu saya mohon kepada Allah agar santri saya tidak lebih dari empat puluh orang saja. Kalau lebih dari empat puluh nanti ada yang nakal akhirnya pondok ini jadi rusuh”. Memang benar, santri KH. Mohammad Ma'roef tidak pernah lebih dari empat puluh orang. Kalau lebih pasti ada yang pulang.
Selain sebagai pengasuh pondok, KH. Mohammad Ma'roef juga sebagai guru tunggal, tidak ada guru / ustadz selain dia. Karena santri-santrinya ditangani sendiri, maka tak heran bila sepulang dari mondok di Kedunglo para santrinya menjadi orang yang alim dan ampuh. Diantara santrinya yang menjadi orang besar adalah K. Dalhar Watu Congol Magelang jawa Tengah, K. Manab Lirboyo Kediri Jawa Timur (konon meski sudah memiliki banyak santri, K. Manab masih mengaji ke Kedunglo), K. Musyafa’ Kaliwungu Kendal Jawa Tengah, K. Dimyathi Tremas, K. Musthafa Bisri Rembang Jawa Tengah, K. Mubasyir Mundir kediri, K. Marzuki Solo, dan para kyai yang ada di Kediri (pada masanya) yang pada umumnya pernah belajar /mengaji pada KH. Mohammad Ma'roef  .
KH. Mohammad Ma'roef menguasai berbagai macam disiplin ilmu, maka kitab-kitab yang diajarkan juga kitab-kitab yang tinggi. bahkan cara mengajarnya tidak sebagaimana ustadz-ustadz zaman sekarang. Untuk mengajar syarah al Fiyah saja diamping menerangkan syarahnya, dia juga membahas ‘arudnya (balaghahnya), maka satu mata pelajaran yang dibahas sudah meluas ke mata pelajaran yang lain .
Setelah + 56 tahun memimpin pondok pesantren Kedunglo, pada hari Rabu Wage ba’da Maghrib Bulan Muharram 1375 / th 1955 KH. Mohammad Ma'roef berpulang ke rahmatullah, pucuk pimpinan pondok pesantren Kedunglo digantikan kepada putra beliau yang bernama KH. Abdul Madjid Ma'roef.
Pada masa awal kepemimpinan KH. Abdul Madjid Ma'roef keadaan pondok masih seperti pada masa KH. Mohammad Ma'roef, yaitu belum begitu banyak santri yang mondok. Bahkan madrasah secara formalpun belum terbentuk. Baru sekitar tahun 1970-an madrasah pondok baru berdiri.
2.    Dasar dan Tujuan Pondok Pesantren
Yang dijadikan dasar oleh pondok pesantren Kedunglo sebagai lembaga pendidikan islam sama seperti pondok-pondok lain, yaitu melaksanakan tugas penyiaran dan pembinaan ajaran islam serta mengembangkannya serta mewarnai masyarakat dengan warna yang islami. Artinya bahwa pondok pesantren membina akhlak, tingkah laku dan perbuatan yang dilaksanakan masyarakat berdasarkan pada ajaran islam sehingga terciptalah masyarakat yang yang islami.
Pondok pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan umat dan pengembangan agama islam. Dengan memperhatikan masyarakat Indonesia dewasa ini, maka santri pondok pesantren Kedunglo diharapkan dapat dan mampu :
  1. Memiliki wawasan keagamaan yang luas serta pandangan yang kritis terhadap jalannya pembangunan baik mental maupun spiritual.
  2. Mampu mengkontekstualisasikan ajaran islam kepada umat masyarakat.
  3. Menciptakaan struktur kemasyarakatan yang lebih profesional dan madani melalui ajaran islam.
Konsep madani bagi orang arab mengacu pada hal-hal yang ideal, yakni mengacu pada kehidupan Rasul pada periode Madinah dengan pesona keberhasilan Rasul membangun dan membina masyarakat yang plural, demokratis, damai, saling menghormati dengan landasan hukum hak dan tanggung jawab bersama. Kata madani juga ideal dalam kontek sosiologis dunia Arab, dimana kota selalu menjanjikan peradaban yang lebih makmur .
Tindakan-tindakan sebagaimana tersebut diatas akan menjadi kepribadian yang khas dari pondok pesantren Kedunglo. Hal ini bisa dirasakan dari usaha pembinaan santri dalam pembiasaan dan pengertian yang nantinya akan menghasilkan kader-kader yang militan untuk ikut serta membangun umat masyarakat secara kaffah.
3.    Tokoh Pendiri Pondok Pesantren 
       KH. Muhammad Ma’ruf
Tokoh pendiri Pondok Pesantren Kedunglo Al Munadhdharah adalah KH. Mohammad Ma'roef. Dia lahir di dusun Klampok Arum desa Badal kecamatan Ngadiluwih kab. Kediri pada tahun 1852. KH. Mohammad Ma'roef berasal dari keluarga yang taat beragama. Ayahnya adalah K. Abdul Madjid, dia pendiri pondok pesantren Klampok Arum sebelah selatan Masjid Badal dan seorang yang sangat disegani dan ditokohkan didaerahnya.

Konon K. Abdul Madjid, ayah KH. Mohammad Ma'roef, mempunyai kebiasaan tirakat dengan hanya makan kunyit saja. Menurut penuturan KH. Mohammad Ma'roef kepada santrinya, K. Abdul Madjid mempunyai kesabaran yang luar biasa. Sehingga sang istri yang ingin tahu kemarahan sang suami membuatkan sayur tom, sayur yang rasanya sangat pahit, kemudian dihidangkan kepada K. Abdul Madjid. Akan tetapi dengan lahapnya, seolah tidak merasakan pahit, K. Madjid menghabiskan sayur yang telah dihidangkan istrinya. Malah ia tersenyum sembari berkata : “segar sekali sayur buatanmu ini, besuk buatkan sayur seperti ini lagi, ya!”. Pintanya kepada istrinya.
KH. Mohammad Ma'roef adalah putra kesembilan dari sepuluh bersaudara, tiga perempuan dan tujuh laki-laki. Suadara-saudaranya itu adalah : Nyai Bul kijah, KH. Muhajir, K. Ikrom, K. Rahmat, K. Abdul Alim, K. Jamal, Nyai Muttaqin, K. Abdullah, KH. Mohammad Ma'roef, dan Nyai Suratun.
KH. Mohammad Ma'roef tidak lama merasakan kasih sayang ibunya, sebab ibunya wafat ketika dia masih kecil. Akan tetapi dia masih merasakan kasih sayang sang ayah dan saudara-saudaranya. Namun, tak lama kemudian ayahnya menyusul ibunya dipanggil sang khaliq, Allah swt. Setelah itu KH. Mohammad Ma'roef diasuh oleh kakak sulungnya, Nyai Bul Kijah.
Karena kondisi ekonomi Nyai Bul Kijah pas-pasan, maka ketika diusia sekolah, Mohammad Ma'roef belum masuk sekolah. Dia hanya belajar mengaji al Qur’an yang diajari oleh Nyai Bul Kijah, sang kakak. Itupun Nyai bul Kijah sering mengeluh, ini dikarenakan Mohammad Ma'roef kecil sangat bodoh. Apa yang diajarkan kakaknya seakan tidak ada yang diterimanya. Akhirnya Nyai Bul Kijah menyuruhnya untuk puasa senin-kamis.
Tidak lama setelah melaksanakan puasa senin-kamis, Mohammad Ma'roef bermimpi ada seekor ikan emas meloncat masuk ke dalam mulutnya. Mimpi ini diartikan bahwa Mohammad Ma'roef mendapatkan tanda-tanda adri Allah bahwa dia mendapatkan suatu ilmu. 
Suatu ketika Mohammad Ma'roef dimarahi oleh Nyai Bul Kijah dan dipukul dengan ulek-ulek, alat untuk menggerus sambal, oleh Nyai Bul Kijah lalu dia ngambek dan menyusul kakak-kakaknya yang terlebih dulu sudah berada di pondok dengan berjalan kaki, pondok pesantren di desa Cepoko kec. Berbek Kab. Nganjuk.
Di pondok tersebut, Mohammad Ma'roef hanya makan seminggu sekali, itupun pemberian warga sekitar yang setiap malam jum’at mengirim makanan ke pondok. Pada hari-hari biasa , jika lapar ia hanya makan intip   yang masih melekat dipanci dan tak dimakan oleh pemiliknya atau memakan buah pace yang pohonnya dia tanam sendiri dilingkungan pondok.
Kondisi yang memperihatinkan selama nyantri tersebut membuat Mohammad Ma'roef mempunyai kebiasaan puasa dan munajat kepada Allah, sehingga suatu ketika Allah menganugerahkan ilmu laduni  kepadanya. 
Akan tetapi untuk mendapatkan ilmu laduni ini tidaklah mudah. KH. Mohammad Ma'roef muda harus benar-benar tirakat serta riyadhah dengan waktu yang cukup lama. Ilmu laduni yang diberikan Allah kepada KH. Mohammad Ma'roef itu dibidang : Ilmu Fiqh, yaitu bermula dari mimpi yang mengajar kitab kuning di pondok. Setelah kejadian tersebut dia yang sudah mondok selama tujuh tahun dan baru kelas satu Tsanawiyah tiba-tiba bisa membaca kitab kuning. Kemudian ia sowan kepada K. Muh, pengasuh pondok, menceritakan yang telah dialaminya. Kemudian K. Muh mengumumkan kepada seluruh santri kalau besok dia tidak mengajar dan akan digantikan oleh Ma'ruf dari Kediri.
Mendengar pengumuman dari sang kiyai, teman-teman mondok M. Ma'ruf banyak yang mentertawainya bahkan mengejek. “Orang tidak bisa ngaji kok disuruh mengajar, apalagi menggantikan kyai. Apa dia bisa ?”. Namun benar saja, Muhammad Ma'ruf bisa mengajar bahkan ia hafal isi kitab milik gurunya, sehingga berita ini menggemparkan seluruh isi pondok. Muhammad Ma'roef yang dulunya bodoh, tidak bisa mengaji, diremehkan bahkan dibenci oleh teman-temannya tiba-tiba menjadi orang yang ‘alim, seketika itu juga mereka (teman-teman Mohammad Ma'roef) segan dan menghomati Mohammad Ma'roef. Bahkan, menurut cerita, K. Muh sendiri ikut berguru / mengaji kepada Mohammad Ma'roef.
Beberapa lama setelah kejadian itu, Mohammad Ma'roef melanjutkan perburuan mencari ilmu ke Semarang pada K. Shalih. Genap dua tahun mondok pada K. Shalih di Semarang dia pindah ke pondok Langitan Tuban. Setelah setahun belajar di pondok Langitan Tuban, dia pulang ke Kediri. Tak lama berselang, dalam usia 30 tahun, dia diambil menantu oleh K. Shalih dari Banjarmlati Kediri untuk putri sulungnya yang bernama Hasanah. + Dua tahun menikah puta pertama Mohammad Ma'roef dan Ny. Hasanah lahir, namun begitu rasa hausnya akan ilmu membuat dia harus meninggalkan keluarganya untuk menimba ilmu pada K. Khalil Bangkalan Madura yang termasyhur sebagai waliyullah.
Setibanya di pondok K. Khalil Bangkalan dia disambut langsung oleh sang tuan rumah : “ Hai, anak jawa tampaknya kamu lapar, ini saya beri makan, harus dihabiskan”. Kata K. Khalil sambil menyerahkan senampan besar nasi dengan lauk ikan bandeng sebesar betis. “Ya, Kiyai”, jawab Mohammad Ma'roef. Diapun mulai menyantap nasi dan lauk yang dihidangkan tersebut dengan niat menyerap ilmunya K. Khalil.
Selama Mohammad Ma'roef makan, K. Khalil terus mengawasinya dengan berdiri disampingnya. Tangan K. Khalil membawa tongkat yang siap dipukulkan apabila Mohammad Ma'roef tidak mampu menghabiskan makanan tersebut.
Bagi Mohammad Ma'roef yang terbiasa dengan puasa dan berlapar-lapar, menghabiskan makanan yang sebegitu banyak tentu saja tidak akan mudah. Namun karena didorong niat yang kuat untuk menyerap ilmunya sang kiyai, diapun lantas berdo’a kepada Allah agar bisa menghabiskan makanan tersebut. Konon, do’a Mohammad Ma'roef ini bila di baca, maka seberapa banyak makanan yang dimakan, perut tidak akan merasa penuh dan makanan akan tetap bisa masuk ke perut. Dan benar saja, makanan yang dihidangkan K. Khalil habis dimakan Mohammad Ma'roef sendirian.
Selama nyantri pada K. Khalil, KH. Mohammad Ma'roef muda tetap pada kegemarannya untuk senantiasa riyadhoh, bahkan semakin menjadi-jadi. Dan riyadhoh seolah sudah mendarah daging dengan Mohammad Ma'roef. Selama itu pula ia mempunyai kebiasaan berziarah ke makam-makam keramat auliya se- Madura. Di makam-makam tersebut dia bukan hanya berziarah, tapi juga tirakat. Apabila dia belum bertemu dengan wali yang dimakamkan di situ, dia belum mau pergi. Sehingga dia dapat langsung berdialog dengan wali yang sedang diziarahi. Tujuan riyadhohnya adalah ingin mempunyai ilmu laduni.
Terakhir dia riyadhoh di makam yang berada di Bujuk Sangkak, disini dia bertemu dengan yang diziarahi dan berkata : “Hai, anak muda, mengapa kamu tirakat disini, apa yang kamu cari ?”. “Saya santri K. Khalil Bangkalan, ingin jadi orang alim. Do’akan saya agar mendapatkan ilmu laduni”, jawab Mohammad Ma'roef. Penghuni makam tersebut menjawab : “Kamu bisa mendapatkan ilmu laduni, tapi tirakatmu masih kurang”.
Mendengar jawaban itu, Mohammad Ma'roef langsung menangis sedih. Setengah putus asa, kemudian dia kembali ke pondok sambuil terus menangis. Mengetahui hal itu, K. Khalil langsung menegur santinya itu : “Ma'roef sudah berminggu-minggu kamu tidak berada di pondok, pergi kemana kamu ?”. Ma'rufpun menceritakan apa yang dialaminya dan berkata kalau riyadhahnya masih kurang.
“Ada satu makam lagi yang belum kamu datangi, yakni makam Kyai Abu Syamsudin di Batu Ampar. Dia seorang wali besar. Semalam saya bertemu Kyai Abu Syamsudin, dia menyuruh saya menulis dikuburannya, siapa yang bisa menghatamkan Al-Qur’an sekali duduk, apapun keinginannya akan terkabul”. Kata K. Khalil. Mendengar hal itu, Mohammad Ma'roef langsung berangkat ke Batu Ampar dan menghatamkan Al-Qur’an sekali duduk mulai Shubuh sampai Ashar.
Selesai menghatamkan Al-Qur’an, seketika datang angin lesus menerjang tubuh Mohammad  Ma'roef. Perasaannya saat itu, seakan dia ditumpahi nasi kuning hingga dia muntah berak. Ditumpahi nasi kuning ini diartikan bahwa Mohammad Ma'roef diberi ilmu oleh Allah berkah riyadhahnya di makam K. Abu Syamsudin.
Sepulang riyadhah di makam K. Abu Syamsudin, segala kitab yang ada di pondok K. Khalil dikuasainya. Maka tercapailah sudah keinginan Mohammad  Ma'roef untuk mendapatkan ilmu laduni tersebut.
Diantara teman belajar KH. Mohammad Ma'roef’ saat pada K. Khalil Bangkalan adalah KH. Hasyim Asy’ari (Pendiri NU), KH. Abdul Karim Manaf (Pendiri PP. HM. Lirboyo – saudara ipar KH. Mohammad Ma'roef’).
Suatu hari Mohammad Ma'roef dipanggil K. Khalil, “Ma'roef, saya akan pergi haji. Pondok ini saya serahkan kepadamu.” Diserahi pondok bukannya malah senang, dia malah masygul dan susah sekali. “Kyai, saya kesini pengen ngaji kok mau ditinggal. Saya mau ikut panjenengan naik haji saja, kyai.” Apa boleh buat, akhirnya K. Khalil mengabulkan permintaan murid kesayangannya.
Selesai mengikuti gurunya menyempurnakan rukun Islam yang kelima, H. Mohammad Ma'roef menetap di Makkah untuk melanjutkan studi dan membuat rumah di sana. Kepada santrinya KH. Mohammad Ma'roef tidak pernah menceritakan siapa saja yang menjadi gurunya selama belajar di Makkah. Namun karena dia di sana antara tahun 1887 – 1894, dapat diduga bahwa gurunya antara lain : Syekh Nawawi Al Bantani dari Banten, Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi dari Minangkabau, Syekh Makhfud dari Tremas Pacitan, Syekh Abas Al Yamani, Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan Mufti Madzhab Syafi’I di Makah35. Sepulang dari Makkah H. Mohammad Ma'roef mendirikan pondok yang diberi nama pondok pesantren Kedunglo.
Pada tahun 1926, KH. Mohammad Ma'roef menerjunkan diri dalam organisasi kemasyarakatan. Hal ini karena diajak oleh sahabatnya yakni KH. Mohammad Hasyim Asy’ari yang pada waktu itu akan mendirikan Persatuan Nahdhatul Ulama (NU). Saat pendirian NU, KH. Mohammad Ma'roef duduk di Mustasyar NU. Sebagai penasihat di NU, dia kerap menghadiri muktamar-muktamar NU yang diadakan di daerah-daerah. Karena dia sudah terkenal makbul do’anya, maka dia sering didaulat untuk memimpin do’a. Biasanya, jika para ulama NU mengadakan Bahsul  Masail dan menemui jalan buntu, maka jalan keluarnya adalah mereka sowan pada KH. Mohammad Ma'roef untuk meminta petunjuk.
Dalam hal ini KH. Mohammad Ma'roef’ menunjukkan kelas dan kekharismatikannya. Dengan hanya mengatakan : “masalah itu ada di kitab anu……”. Tanpa menjelaskan detail masalahnya. Dia memberi petunjuk tentang penyelesaian dari masalah tersebut.
 Sumbangsih KH. Mohammad Ma'roef kepada negara di zaman perjuangan mengusir penjajah  amatlah besar. Hal ini ditunjukkan saat pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, bersama Mayor Hizbullah Mahfud dan Kyai Hamzah yang juga turut ke medan pertempuran. Dia juga memberi bekal kepada para prajurit yang akan turun ke medan laga dengan do’a-do’anya dengan harapan tidak terlihar oleh musuh dan kebal senjata.
Pada hari-hari terakhir menjelang wafatnya, KH. Mohammad Ma'roef yang memiliki do’a-do’a ampuh untuk segala macam urusan ditulis keseluruhannya di papan tulis. Kemudian dia menyuruh santrinya untuk menulis do’a-do’a yang disukai. Dengan senang hati para santri segera menulis do’a-do’a tersebut lalu disowankan kepada gurunya. Do’a-do’a pilihan yang sudah ditulis di kertas itu oleh KH. Mohammad Ma'roef hanya ditiup saja.
KH. Mohammad Ma'roef juga sering berwasiat kepada para tamu yang sowan dan minta petunjuk, agar mengamalkan sholawat saja. Lebih jelas dia mengatakan kalau di Kedunglo nanti akan lahir sholawat bagus.
Wasiat serupa juga disampaikan kepada mbah Khomsah familinya saat minta restu akan mengikuti bai’at thariqah yang dihadiri oleh K. Romli dari Nganjuk. Dia berkata, “Sah, jangan ikut bai’at Thariqah, Thariqah itu berat. Untuk orang yang punya uang tidak kuat. Sepeninggalku nanti, di Kedunglo akan ada sholawat yang baik, tunggulah kamu akan menjumpai sholawat itu. “ Terbukti, tujuh tahun setelah KH. Mohammad Ma'roef wafat shalawat yang dinantikan yakni sholawat Wahidiyah lahir.
Pada detik-detik menjelang wafatnya, KH. Mohammad Ma'roef yang berusia 103 tahun tidak kuat naik ke mesjid, dia tidak biasanya menyuruh murid-muridnya yang dari Mojo (K. Makhsun, K. Ruba’i, K. Mahfud dan K. Mukhsin) agar mengajar anak-anak kecil pakai papan tulis. Padahal jangankan mengajar mau sekolah saja empat sekawan tersebut oleh Mbah  Ma'roef tidak diperkenankan.
Dalam kepayahannya karena sakit, dia masih memikirkan pembangunan pondoknya dengan menyuruh santrinya, Makhsun dan Siyabudin mencari uang untuk membangun pondok. Mereka pun pergi ke Surabaya, Gresik dan Malang melaksanakan perintah gurunya, KH. Mohammad Ma'roef
Kelihatan sekali kalau Sang pendiri pondok pesantren Kedunglo sangat dermawan. Meski ajal akan menjemput, dia masih juga berfikir untuk bershadaqah. Dengan tangan lemas lunglai dia membuka-buka kasur dan bantal mencari-cari uangnya. Nyahi Romlah sang putri melihat kelakuan aneh ayahnya sampai menegur, “Pak, sakit-sakit kok mencari uang buat apa?”. “Kamu ini bagaimana, ya buat shadaqah.” Jawab KH. Mohammad Ma'roef’.
Akhirnya, pada hari Rabu Wage ba’da Maghrib di bulan Muharrom tahun 1373 H / 1955 M KH. Mohammad Ma'roef menghembuskan nafasnya yang terakhir menghadap kehadirat Allah SWT dengan tenang. Sebagai penerusnya untuk mengasuh Pondok Pesantren Kedunglo adalah KH. Abdul Madjid Ma'ruf.

selanjutnya :
4.    Kisah sekilas, KH. Abdul Madjid Ma’ruf Qs. wa Ra.

Menangis Sebagai Akhlak Rasulullah Saw.

 

Tangis yang ada hubungannya kepada Allah Swt adalah tangis yang banyak dilakukan oleh para auliyaillah, nabi, mulai dari Nabi Adam As sampai Junjungan kita Nabi Besar Muhammad Saw.
Sebagaimana keterangan dalam hadis dari sahabat Ibn Mas’ud ra. Dia berkata : Rasulullah Saw bersabda   : [1]
إِقْرَأْ عَلَيَّ القُرْانَ. قُلْتُ :  يَا رَسُولَ اللهِ أَأَقْرَأُ عَلَيْكَ وَعَلَيْكَ أُنْزِلَ ؟ .قَالَ : إِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَسْمَعَهُ مِنْ غَيْرِي. فَقَرَأْتُ عَلَيْهِ سُورَةَ النِسَاءِ حَتَّى إِلَى هَذِهِ الاَيَةِ (فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيْدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلاَءِ شَهِيْدًا) قَالَ : حَسْبُكَ الاَن.  فَالْتَفَتُّ إِلَيْهِ فَإِذَا عَيْنَاهُ تَذْرِقَانِ
Bacakanlah untuk-KU ayat al-Qur’an. Aku menjawab : Wahai Rasulullah,  apakah  aku  membacanya dihadapan Tuan, sedangkan Qur’an diturunkan kepada-MU.
Rasulullah Saw bersabda  : Sungguh Aku senang mendengarkannya selain dari-Ku.
Kemudian  aku  membacakan  untuk-Nya  surat an-Nisa’, hingga ini ayat
فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيْدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلاَءِ شَهِيدًا
(Bagaimanakah, ketika Kami (Allah) mendatangkan bagi setiap ummat seorang saksi, dan Kami datangkan Kamu (Muhammad) kepada mereka sebagai saksi bagi mereka).
Rasulullah Saw berkata : Cukupkan bacaanmu sampai disitu saja. Kemudian aku menengok kepada-Nya, ternyata kedua mata Beliau mengalirkan airmata.
Rasulullah Saw merupakan manusia yang paling sayang dan kasih kepada ummatnya. Beliau Saw sering menangis, ketika ingat atau mengetahui ummat-Nya berbuat durhaka.
Diriwayatkan dari Abdullah Ibn Amr Ibn al-Ash ra, Rasulullah Saw bersabda  : [2]
          أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَلاَ قَوْلَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ فِي إِبْرَاهِيْمَ : رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيْرًا مِنَ النَّاسِ فَمَنْ تَبِعَنِي فَإِنَّهُ مِنِّي. وَقَالَ عِيْسَى: إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ العِزِيْزُ الحَكِيْم. فَرَفَعَ يَدَ يْهِ. وَقَالَ: أُمَّتِي ...أُمَّتِي ... وَبَكى  فَقَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ : يَا جِبْرِيْلُ إِذْهَبْ إِلَى مُحَمَّدٍ وَرَبُّكَ أَعْلَمُ فَسَلْهُ : مَا يَبْكِيْكَ ؟.  فَأَتَاهُ جِبْرِيْلُ عَلَيْهِ السَلاَمُ فَسَأَلَهُ فَأَخْبَرَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  بِمَا قَالَ وَهُوَ أَعْلَمُ ؟ فَقَالَ اللهُ : يَا جِبْرْيلُ إِذْهَبْ إِلَى مُحَمَّدٍ.  فَقُلْ  : إِنَّا سَنُرْضِيْكَ فِي أُمَّتِكَ وَلاَ نَسُؤُكَ
Sesungguhnya Nabi Muhammad Saw membaca firman Allah ‘Azza wa Jalla tentang do’a Nabi Ibrahim: “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan dari manusia, maka barang siapa yang mengikutiku, maka sungguh orang itu termasuk golonganku”. (dalam Qs. Ibrahim : 14). Dan Nabi Saw (membaca firman Allah Swt tentang doa Nabi ‘Isa : Jika Engkau (Allah) menyiksa, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu. Dan jika Engkau mengampuninya, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (dalam Qs, al-Maidah : 118).
Kemudian Rasulullah mengangkat kedua tangannya dan berkata: Ya, Allah, ummatku…… ummatku…ummatku……. Dan menangis. Maka Allah Azza wa Jalla bersabda : Wahai Jibril pergilah kamu kepada Muhammad – sedangkan Tuhanmu lebih Mengetahui – Bertanyalah kepadanya, apa yang membuatnya menangis ?.
Kemudian Jibril mendatangi Rasulullah Saw untuk bertanya kepada Beliau. Dan Rasulullah memberitahu kepada Jibril tentang sesuatu yang dikatakan kepada Tuhan - (Allah lebih mengetahui). Allah Ta’ala berfirman : Wahai Jibril pergilah kamu kepada Muhammad, katakanlah kepadanya : Sesungguhnya Kami (Allah) akan meridlaimu dalam urusan ummatmu dan Allah tidak membuatmu sedih.
Benar-benar tinggi kepekaan jiwa yang dimiliki oleh para nabi dan rasul terhadap kebesaran Allah Swt, serta tinggi rasa takut kepada-Nya. Misalnya  :
1.     Nabi Daud As, setelah sedikit saja terpeleset dalam kesalahan, sesegera saja bertaubat, menangis dan sujud kepada Allah Swt untuk memohon ampunan selama 40 hari, hingga tanah yang dijadikan tempat sujud dan menangis tumbuh rumputnya. [3] Dan semua sifat-sifat mulia tersebut patut untuk diteladani, bukan sekedar dimengerti.
2.     Kanjeng Nabi Adam As setelah dikeluarkan dari surga, menangis selama seratus tahun, menyesali kekhilafannya, bertaubat memohon ampunan kepada Allah Swt. Bahkan, sejak bumi ada dan sampai kapanpun, nilai tangisan seluruh ahli bumi belum sebanding dengan nilai tangisan Nabi Adam As. Diriwayatkan dari Buraidah, Rasulullah Saw bersabda : [4]
          لَوْ أَنَّ بُكَاءَ دَاوُدَ وَبُكَاءَ جَمِيْعِ أَهْلِ الأرْضِ يُعْدَلُ بِبُكَاءِ آدَمَ مَا عَدَلَهُ
            Sesungguhnya jika tangisan Nabi Daud dan tangisan seluruh ahli bumi dibandingkan dengan tangisan Nabi Adam, maka belum membandinginya.
Demikian tinggi kepekaan jiwa suci Nabiyullah Adam As. Sebagai bapak jasmani seluruh manusia, Beliau As sangat sedih, prihatin dan menangis, jika melihat keturunannya berbuat durhaka kepada Allah Swt. Namun, sayang sekali, kita sebagai keturunannya, alih-alih menangisi kedurhakaan diri, merasa malu kepada Allah Swt saja tidak. Bahkan, terkadang hati kita merasa risih ketika mendengar hamba Allah Swt yang sedang menangisi dosa-dosanya.
Hadis riwayat Imam Bukhari  dari Anas Ibn Malik, Rasulullah Saw bersabda  : [5]
          فَلَمَّا فتَحَ عَلَوْنَا السَمَاءَ الدُنْيَا فَإِذَا رَجُلٌ قَاعِدٌ عَلَى يَمِيْنِهِ أَسْوِدَةٌ وَعَلَى يَسَارِهِ أسْوِدَةٌ إِذَا نَظَرَ قِبَلَ يَمِيْنِهِ ضَحِكَ وَإِذَا نَظَرَ قِبَلَ يَسَارِهِ بَكَى فَقَالَ : مَرْحَبًا بِالنَبِيِّ الصَالِحِ والاِبْنِ الصَالِحِ, قُلْتُ لِجِبْرِيْلَ : مَنْ هَذَا؟ قَالَ : هَذَا أَدمُ وَهَذِهِ الأَسْوِدَةُ عَنْ يَمِيْنِهِ وَشِمَالِهِ نَسَمُ بَنيْهِ, فَأَهْلُ اليَمِيْنِ مِنْهُمْ أَهْلُ الجَنَّةِ وَالأَسْوِدَةُ التِي عَنْ شِمَالِهِ أَهْلُ النَارِ وَإِذَا نَظَرَعنْ يَمِيْنِهِ ضَحِكَ وَإِذَا نَظَرَ قِبَلَ شِمَالِهِ بَكَى
Ketika malaikat membuka (gerbang), kami naik kelangit dunia. Ternyata ada seorang laki-laki sedang duduk. Disebelah kanan dan kirinya terdapat sejumlah orang. Ketika lelaki itu menoleh ke arah kanan, maka dia tertawa. Dan ketika menoleh kearah kiri, dia menangis. Kemudian lelaki itu berkata : Selamat datang Nabi yang shalih dan anak yang shalih.
Aku (Rasulullah) bertanya kepada Jibril : Siapakah orang ini ?.
Jibril menjawab : Orang ini adalah Adam As. Sekelompok orang yang dikanan kirinya adalah jiwa anak keturunannya. Orang-orang yang disebelah kanan adalah ahli surga. Sedangkan yang disebelah kiri adalah penghuni neraka. Jika dia menoleh kearah kanan, maka dia tertawa. Dan ketika menoleh sebelah kiri ia menangis.
Mari kita renungkan bersama !. Kanjeng Nabi Adam As saja menangis bertahun-tahun meskipun hanya terperosok kesalahan satu kali. Beliau As sangat sedih melihat keturunanannya yang banyak berbuat dosa. Sangatlah dalam rasa malu dan takut kepada Allah Swt yang ada dalam jiwa Nabi Adam. Serta keprihatinannya terhadap masa depan keturunannya amatlah dalam. Hingga mudah airmatanya menetes. Dan bagaimana kwalitas jiwa kita ?. Kita berbuat dosa tidak hanya satu, dua, tiga kali, melainkan berpuluh-puluh, beratus, beribu-ribu kali bahkan tidak dapat dihitung. Namun ...., kita tidak merasa malu, sedih dan prihatin, apalagi menangis meratapi dosa kemudian bertobat memohon maghfirah Allah Swt ?. Mari kita akui dengan jujur, bahwa hati kita sangat keras, dan lagi membatu. Mari sekarang juga, kita bertobat memohon ampunan kepada Allah Swt !.
Al-Fatihah                                         x 1
          Dijelaskan dalam al-Qur’an, bahwa mudah meneteskan air mata ketika dibacakan ayat-ayat-Nya merupakan tanda-tanda orang yang mendapatkan hidayah dari Allah Swt. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah Swt :
وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا اِذَا تُتْلىَ عَلَيْهِمْ اَيَاتُ الرَحْمَنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا.
          Dan diantara orang-orang yang telah Kami berikan petunjuk dan telah Kami pilih, adalah apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah, maka mereka menyungkurkan (wajahnya) dengan sujud dan menangis.(Qs. Maryam: 58).
إِنَّ الذِيْنَ أُوتُو العِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ وَيَخِرُّوْنَ لِلأَذْقَانِ سُجَّدًا. وَيَخِرُّوْنَ لِلأَذْقَانِ يَبْكُوْنَ وَيَزِيْدُهُمْ خُشُوْعًا
            Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan (tentang ke-Agungan Allah Swt) sebelumnya, ketika dibacakan  (ayat-ayat Tuhan) mereka menyungkurkan muka serta sujud. Dan mereka menyungkurkan muka sambil menangis. Dan (tangisan itu) menambah khusyu’ mereka. (Qs. al-Isra : 107 & 109).
          Demikian kedalaman iman dan kepekaan jiwa serta keterharuan mereka yang telah mendalam dalam pemahaman dan penghayatan terhadap ayat-ayat Allah Swt. Baru dibacakan saja tentang ayat-ayat-Nya, mereka dapat mencucurkan airmata, apalagi jika mereka sedikit terpeleset melakukan kesalahan.
          Kemudian, marilah kita bertanya kepada diri kita, dapatkah kita meneladani mereka, atau bahkan berseberangan dengan akhlak dan kebiasaan mereka ?.  Mari, melihat diri kita sendiri, bagaimana ketika mendengar bacaan al-Qur’an, dapat menangiskah, atau bahkan tertawa, atau tidak ambil pusing dan cuek-cuek saja. Dan semua itu kembali dan terpulang kepada masing-masing kita.
E.      Keuntungan Dapat Menangis Karena Allah Swt
          Dapat menangis karena Allah Swt berfaedah tidak akan melihat dan tersentuh api neraka diakhirat kelak. 
Diriwayatkan dari Anas Ibn Malik Ra, Rasulullah Saw bersabda :
عَيْنَانِ لاَتَرَيَانِ النَارَ : عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَكْلأُ فِى سَبِيْلِ اللهِ
Dua jenis mata yang tidak akan menyentuh api neraka; mata yang menangis sebab takut kepada Allah, dan mata yang karipan (semalaman tidak tidur) didalam sabilillah.[6]
Hadis riwayat Thabrani dari Rabiah Ra, Rasulullah Saw bersabda  : [7]
رَأَيْتُ رَجُلاً مِنْ أُمَّتِي هُوَ فِي النَّارِ فَجَاءَتْ دُمُوْعُهُ التِي بَكَى بِهَا فِي  الدُنْيَا مِنْ خَشْيَةِ اللهِ فَأَخرَجَتْهُ مِنَ النَارِ
Aku melihat seorang lelaki dari ummat-Ku didalam neraka, kemudian datanglah air matanya yang ia pernah menangis didunia karena takut kepada Allah, kemudian airmata itu mengeluarkannya dari neraka.
Rintihan orang yang berdosa kepada Allah Swt, dan tetesan air matanya, merupakan sesuatu yang paling dicintai oleh-Nya. Seperti keterangan dalam hadis qudsi, Allah Swt bersabda kepada Nabi Daud As.  : [8]
   يَادَوُدَ أَنِيْنُ المُذْنِبِيْنَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ صُرَاخِ العَابِدِيْنَ
      Wahai Daud, rintihan orang-orang yang berdosa itu lebih Aku cintai daripada nyaringnya suara orang-orang yang beribadah.
Hadis riwayat Imam Tirmidzi, Rasulullah Saw bersabda  :
لَيْسَ شَيْئٌ أَحَبَّ إِلَى اللهِ تَعَالَى إِلاَّ مِنْ قُطْـَرَتيْنِ : قُطْرَةُ دَمْعٍ مِنْ خَـشْيَةِ اللهِ, وَقُطْـرَةٌ دَمٍ تَهْـرِقُ فِي سَبِيْلِ اللهِ
Tidak ada sesuatu yang lebih di cintai oleh Allah, kecuali percikan percikannya airmata karena takut kepada Allah dan percikan darah yang tertumpah dalam perang sabilillah.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah Saw bersabda  : [9]
لاَ يَلِجُ النَارَ رَجُلٌ بَكَى مِنْ خَشْيَةِ اللهِ حَتَّى يَعُودَ اللَبَنُ فِي الضَرْعِ
Tidak akan menginjak neraka seseorang yang menangis karena takut kepada Allah, sehingga air susu kembali keteteknya.
          Allah Swt sangat dekat dengan hati hamba-Nya yang merintih karena-Nya. Orang yang menangis karena Allah Swt dicintai para malaikat. Rasulullah Saw bersabda  :
          قَالَ عَزَّ وَجَلَّ : أَنَا عِنْدَ المُنْكَسِرَةِ قُلُوبِهِمْ مِنْ أَجْلِي.
                Allah ‘Azza wa Jalla bersabda : AKU disisi hati mereka yang merintih kerena AKU.[10]
وَنَزَلَ مِيكَائِيلُ (اِلَى النَبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ),  فَقَالَ : وَأَنَا حُبِّبَ إِلَيَّ مِنَ الدُنيَا ثَلاَثٌ : شَابٌ تَأئِبٌ, وَقَلْبٌ خَاشِعٌ, وَعَيْنٌ بَاكِيَةٌ
Malaikat Mikail datang kepada Nabi Muhammad Saw, seraya berkata : Tiga perkara dunia yang sangat aku cintai; remaja yang bertaubat, hati yang khusyu’ dan mata yang menangis.[11]
Mudah-mudahan kita dikaruniai oleh Allah Swt hati yang lunak, yang peka terhadap kesalahan diri, sehingga kita cepat merasa dan mengakui semua dosa-dosa kita, kemudian tergores dalam hati kita untuk menangis bersujud tersungkur memohon ampunan dari Allah Swt. Amiin.
F.      Ancaman Bagi Yang Tidak menangis.
          Menangis karena Allah Swt merupakan akhlak yang mulia disisi Allah Swt wa Rasulihi Saw, dan harus menjadi akhlak setiap orang yang beriman. Tidak dapat menangis karena-Nya merupakan akhlak yang kurang terpuji. Dan ketika bermujahadah belum dapat menangis karena-Nya, sebaiknya terus berusaha untuk menangis (belajar menangis).
          Orang yang tidak dapat menangis karena dosanya, sangat terkecam dan tidak bisa memperoleh fadhal dari Allah Swt. Firman Allah Swt, Qs. an_Najm : 59 - 62 :
أفَمِنْ هَذَا الحَدِيْثِ تَعْجَبُوْنَ. وَتضْحَكُوْنَ وَلاَ تَبْكُوْنَ. وَأَنْتُمْ سَامِدُوْنَ. فَاسْجُدُواللهِ وَاعْبُدُوا.
Apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu mentertawakannya dan tidak menangis. Sedangkan kamu melengahkan (dosa-dosamu)?.  Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia).
Dalam HR. Abu Nuaim al-Ishfahani dari Abdullah Ibn Abbas, Rasulullah Saw  :
مَنْ أَذْنَبَ وَهُوَ يَضْحَكُ دَخَلَ النَارَ وَهُوَ يَبْكِى.
Barang siapa berbuat dosa dan kemudian tertawa, maka dia masuk neraka sambil menangis.
Diriwayatkan dari Abu Musa Ra, Rasulullah Saw bersabda :[12]
إِنَّ أَهْلَ النَارِ لَيَبْكُونَ حَتَّى لَوْ أُجْرِيَتْ السَفَنُ فِي دُمُوعِهِمْ جَرَتْ, وَإِنَّهُمْ لَيَبْكُونَ الدَمَ.
Sesungguhnya ahli neraka pasti senantiasa menangis. Sekiranya perahu dijalakan diatas airmata mereka, niscaya dapat berjalan. Sesungguhnya mereka menangis dengan darah.
Jika disesuaikan dengan keterangan beberapa hadis dan al-Qur’an diatas, ternyata kita masih tergolong ahli neraka.   Al-Fatihah ....      
G.               Sebagian Mereka Yang Menangis Karena Allah Swt.
a.            Nabi Adam As menangis bertahun-tahun, setelah khilaf (memakan buah khuldi).[13]
b.            Nabi Dawud As, sujud diatas tanah dengan menangis selama 40 hari. Sehingga tanah yang jadikan tempat sujud tumbuh rumput karena basah dengan air mata.[14]
c.             Sahabat Abdullah Ibn Umar, menangis ketika ingat (dzikir) kepada Rasulullah Muhammad Saw.[15]
d.            Istri Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz (Fathimah Bt Abdul Malik) menceritakan bahwa Sang Khalifah setiap malam masuk masjid dan menangis.[16]
e.             Imam Tirmidzi menangis setiap malam hingga akhir hayatnya.[17]
f.              Ketika turun ayat : 1 – 10 surat al-Hujurat, para sahabat Rasulullah Saw menangis karena takut kalau-kalau arti ayat tersebut diturunkan karena kesalahan akhlak mereka kepada Rasulullah Saw.[18]
Sahabat Zaid Ibn Tsabit (sekretaris pribadi dan penulis wahyu Nabi Saw) menangis dengan sekeras-kerasnya dipersimpangan jalan yang banyak dilalui oleh para pemakai jalan. Dan baru berhenti ketika salah seorang sahabat,  memberi tahu bahwa ayat tersebut tidak turun karena mereka.[19]
g.            Para istri Nabi Muhamad Saw, juga menangis ketika turun ayat yang memberi peringatan kepada para istri Nabi Saw.
              Siti Aisyah Ra menangis tiga hari tiga malam ketika turun ayat yang isinya memberi peringatan kepada para istri Rasulullah Saw. Ia merasa bahwa dirinya sebagai penyebab kemurkaan Allah Swt kepada semua wanita. [20]
h.            Mbah KH. Abdul Madjid Ma'roef Muallif Shalawat Wahidiyah QS wa RA. sering menangis ketika Beliau Qs wa Ra membaca al-Qur’an yang menerangkan tentang kedurhakaan manusia atau ayat-ayat neraka.
i.              Dan masih banyak lagi hikayah tangis dari para kekasih Allah Swt.
Agar kita tidak menjadi manusia yang hanya berilmu tapi tidak beramal, mari bersama-sama menyadari bahwa diri kita ini sebagai makhluk yang lemah tapi sombong, makhluk berdosa tapi tidak merasa merasa berdosa, bahkan merasa bangga. Apakah kita menyadarinya setelah ruh dalam kerongkongan saat menjelang kematian. Mari kita berbisik kepada Allah Swt tentang diri kita :
Yaa Allah….. aku hamba-Mu yang tak tahu diri, yang lemah tapi sombong serta angkuh, yang penuh dosa tapi tidak menyadari……. . Ampunilah aku ……. ampunilah bapak ibuku, keluargaku, dan seluruh orang yang berjasa kepadaku …… .Janganlah… aku, ibu bapakku, keluargaku, serta orang yang berjasa kepadaku ada dalam neraka-Mu. Jadikanlah aku menjadi hamba-Mu yang shalih.
Al-Fatihah                                                            x  1



[1].    HR. Bukhari dan Muslim. Lihat kitab  Dalil Falihin, juz II, dalam bab “fadlul buka”, hadis nomer : 01. Dan kitab Syama-il al-Muhammadiyah-nya Imam Tirmidzi, bab 44, tentang “Buka-un Nabi Saw”,  hadis nomer : 306.  dalam Sunan Abu Daud, bab  “shalat”.
[2]     Hadits riwayat Imam Muslim, dalam Shahih Muslim  juz II, kitab iman.  
[3].    Kitab al-Ghunyah-nya Syeh Abdul Qadir al-Jailani juz I dalam bab al-Itti’adz bi Mawa’idz al-Qur’an pada pasal ke 14
[4].    HR. Ibnu ‘Asaakir. Kitab Jami’ as-Shaghir juz II dalam bab “lam”. Imam Syuthi menjelaskan hadis ini berderajat hasan.
[5].    Hadis riwayat Abu Daud,  An-Nasa’i, Tirmidzi dan Ibn Majah.
Sabda ini disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw sepulang dari perjalanan isra’ dan mi’raj. Lihat buku Syarah Hadis Qudsi, (terjemah kitab al-Ahaadits al-Qudsiyah, oleh ‘Team Daar al-Bazz’ Makkah, penerbit Pustaka Azzam, Jakarta, cetakan pertama Juni tahun 2003 nomer hadis : 115.
[6].     Hadis riwayat Imam Thabrani. Imam Suyuthi mengatakan hadis ini shahih. Hadis shahih yang sepadan juga diriwayatkan oleh Imam Abu Ya’la dan Imam ad-Dliya’ dengan permulaan redaksi : عَيْنَانِ لاَتَمَسُّهُمَا النَّارُ أَبَدًا : “Dua jenis mata yang selamanya tidak tersentuh neraka” .
Imam Tirmidzi juga meriwayatkan dari Abdullah Ibnu Abbas dengan redaksi :
عَيْنَانِ لاَتُصيْبهُمَا النَارَ : عَيْنٌ بَكَتْ فِي جَوْفِ اللَيْلِ  مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرُسُ فِى سَبِيْلِ اللهِ
Dua jenis mata yang tidak tertimpa neraka : mata yang menangis ditengah malam karena takut kepada Allah, dan mata yang karipan (semalaman tidak tidur) dalam sabilillah.
Kitab Jami’ as-Shagir-nya al-Ghauts fii Zamanihi Imam Jalaluddin as-Suyuthi Ra, dalam juz II pada bab “ain”.
[7].     Hadis riwayat Thabrani dalam kitabnya al-Kabiir.
[8].     Kitab Tanwir al-Quluub,  bab “taubat”
[9].     Hadis hasan shahih yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi. Lihat kitab Riyaadl ad-Shalihin-Nya Imam Nawawi, dalam pasal “keutamaan menangis” nomer hadis : 03.
[10].    Kitab Tanwir al-Quluub,  bab “taubat”
[10].    Kitab Kasyful Khifa’, nh : 614.
[11].    Ibid, Kasyful Khifa’, nh : 1087.
[12].    HR. Imam al-Haakim dalam kitab Jami’ as-Shagir fii Ahaadiits al-Basyiir an-Nadziir-nya Imam Jalaaluudin as-Suyuuthi, dalam bab “alif”. Dia menyatakannya sebagai hadis “shahih”.
[13].   Kitab Minhaj al-Abidin-nya Imam al-Ghazali dalam ‘aqabah II – pada bahasan ‘aqabah taubah, pasal ‘aqabah shu’bah.
[14].   Kitab Siraj at-Thalibin : I / 176
[15].      Kitab Manhal al-Latiief fii Ushul al-Hadits as-Syarif-nya Muhammad Alwi al-Maliki al-Hasani, dalam bab kisah Abdullah Ibn Umar Ra.
[16]    Kitab Thabaqat al-kubro : I / 33.
[17].   Buku Pribadi Rasulullah Saw (terjemah kitab Syama’il al-Muhammadiyah nya Imam Tirmidzi), bagian “Sekilas riwayat hidup Imam Tirmidzi”.
[18].   Kitab tafsir Hasyiyah as-Shawi.
[19].   Lihat kitab tafsir Shawi dalam surat al-Hujuraat.
[20].   Lihat buku  Sufisme dan Akal (tulisan Dr. Abdullah As-Syarqawi) penerbit “Pustaka Hidayah” Bandung, dalam penjelasan akhlak batin para istri Rasulullah Saw.

Masjid Sebagai Pusat Syi'ar Islam

 Masjid Sebagai Pusat Syi'ar Islam Hadirin Jama’ah jum’ah yang dimuliakan Allah, Mengawali khuthbah jum’at kali ini, khatib mengajak d...