Dasar/Dalil Penerapan Lil Ghauts Bil Ghauts



وَاتَّبِعْ سَبِيْلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ (31- لقمان: 15)

Artinya: “Dan ikutilah jalannya orang – orang yang kembali kepadaKu” (Q.S. Luqman;15)
Orang yang kembali kepada Allah. Kembali dengan sepenuh hatinya, lahir dan batinnya terutama. Batinn senantiasa ingat kepada Allah . senantiasa berdepe – depe tadlaru’ kepada Allah, senantiasa menyerahkan segala – galanya, segala persoalan kepada Allah, menyerahkan bongkoan 100%.  Senantiasa takhalluq biakhlaaqihi wabiakhlaaqi rasuulihi saw. Dan sebagainya, istilah wahidiyah menerapkan 100% Lillaah Billaah, Lirrasuul Birrasuul yang paling sempurna. Orang yang seperti itu pada zaman sekarang ini tidak lain adalah “Ghautsu Hadzaz Zaman R.A.”

يَاأَيُّهَاالَّذِيْنَ أَمَنُوْا اتَّقُوْااللهَ وَكُوْنُوْا مَعَ الصَّادِقِيْنَ (9- التوبة: 119)

Artinya: “Hai orang – orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allahdan hendaklah kamu sekalian bersama orang – orang yang benar” (Q.S. At Taubah;119)

Orang – orang yang benar – benar dalam I’tiqad, benar dalam aqidah, benar ucapan dan benar dalam tindakan. Benar dalam pandangan Allah wa Rasulihi saw.

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُوْحِيْ إِلَيْهِمْ فَاسْئَلُوْا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ (16- النحل: 43)

Artinya: “Dan Kami tidaklah mengutus sebelum engkau (Muhammad) melainkan orang laki – laki yang Kami wahyukan kepada mereka , maka bertanyalah kamu sekalian kepada “ahludz dzikri” jika kamu sekalian tidak mengetahui”. (Q.S. An Nahl;43)

اَلْمُرَادُ بِأَهْلِ الذِّكْرِ الْعُلَمَاءُ بِاللهِ وَبِدِيْنِهِمْ الْعَامِلُوْنَ بِعُلُوْمِهِمْ اِبْتِغضاءَ وَجْهِ اللهِ (رسالة المعاونة ص 13)

Artinya: “Yang dimaksud dengan “Ahludz Dzikri” adalah al ‘ulamaau Billaah wabidiinihim= orang yang sadar Billaah dan menguasai hukum – hukum agama yang mengamalkan ilmunyasemata – mata hanya mengharap wajhullaah/ridla Allah (Lillaah).

جَالِسُوْا الْكُبَرَاءَ وَسَائِلُوْا الْعُلَمَاءَ وَخَالِطُوْا الْحُكَمَاءَ (رواه الطبراني عن أبي جحيفة)

Artinya: “Duduk bergabunglah dengan ulama’ besar (Mujtahid/Mujaddid/Ghautsu Hadzaz Zaman) dan bertanyalah kepada ulama’ dan bergaullah dengan para hukama’/para ahli hikmah (mufti) (Hadits riwayat Thabrani dari Abu Juhaifah)


اَلْعُلَمَاءُ ثَلَاثَةٌ :
 - عَالِمٌ بِاللهِ وَبِأَحْكَامِهِ
- عَالِمٌ بِاللهِ فَقَطْ
- عَالِمٌ بِأَحْكَامِهِ فَقَطْ

Ulama’/orang ‘alim ada tiga macam:
1)      Orang ‘alim Billaah (sadar billaah) dan menguasai hukum – hukum Allah. Kepadanya kita harus berguru. Berguru terutama dalam perjalanan menuju wushul sadar kepada Allah wa rasuulihi saw.
2)      Orang hanya ‘alim Billah saja, tidak menguasai hukum – hukum Allah. Dia hanya mengerti hukum agama yang pokok – pokok saja untuk dapat menjalankan syariat bagi dirinya sendiri.
3)      Orang yang hanya ‘alimun biahkaamihi saja. Hukum agama dia memang betul – betul menguasai, dan lagi memang banyak ilmunya, akan tetapi dia belum sadar kepada Allah. Belum merasakan penerapan Billaah. Orang ‘alim seperti ini karena belum sadar Billaah otomatis kesadaran tauhidnya masih dibawah yang omer dua diatas. Sudah barang tentu orang ‘alim nomer tiga ini tidak responsible (dapat bertanggung jawab)dan tidak dapat membimbing manusia kearah kesadaran kepada Allah wa rasulihi saw kearah kesadaran tauhid atau kesadaran Billaah. Beliau dapat dimanfaatkan ilmunya terbatas hanya dalam bidang – bidang ilmiah syariat dan yang berhubungan dengan itu. Jadi hanya dapat menanamkan tugas – tugas ilmiah saja, tidak bisa mengantarkan sampai kepada tingkat dzauqiyah.

خَيْرُ جُلَسَائِكُمْ مَنْ ذَكَرَكُمُ اللهُ رُؤْيَتُهُ وَزَادَ فِي عَمَلِكُمْ مَنْطِقُهُ وَذَكَرَكُمُ الْأَخِرَةَ عَمَلُهُ (رواه ابن حميد والحاكم عن ابن عباس حديث حسن)

Artinya: “Sebaik – baik teman dudukmu (guru) adalah orang yang pandangannya mengingatkan kamu kepada Allah, dan bicaranya dapat menambah didalam ilmumu, serta amal perbuatannya mengingatkan kamu kepada akhirat.” (H.R. Ibnu Humaid dan Hakim dari Ibnu Abbas, Hadis Shahih)

رَاْسُ الْحِكْمَةِ مَخَافَةُ اللهِ وَالْخَوْفُ مِنْ ثَمْرَةِ الْعِلْمِ بِاللهِ فَالْحُكَمَاءُ هُمُ الْعَامِلُوْنَ بِاللهِ وَإِنْ كَانُوْا ضُعَفَاءَ فِى سَائِرِ الْعُلُوْمِ الرَّسْمِيَّةِ كَلِيْلَةً (ابن عباد ج ثاني ص 46)

Artinya: “Pokok pangkalnya hikmah adalah rasa takut kepada Allah dan rasa takut kepada kepada Allah itu merupakan sebagian dari buahnya ilmu Billah. Maka yang disebut “Hukama’(Ahli Hikmah)” adalah orang – orang yang ‘alim Billaah (sadar Billaah) sekalipun mereka lemah pengetahuannya dalam bidang ilmu syari’at” (Ibnu ‘Ibad juz 2, h. 46)

مَنْ تَفَقَّهَ وَلَا تَصَوَّفَ فَقَدْ تَفَسَّقَ وَمَنْ تَصَوَّفَ وَلَا تَفَقَّهَ فَقَدْ تَزَنْدَقَ وَمَنْ تَفَقَّهَ وَتَصَوَّفَ فَقَدْ تَحَقَّقَ (سلالم الفضلاء)

Artinya: “Barangsiapa berilmu fiqih dan tidak bertasawuf maka sungguh ia telah menjadi fasiq/rusak. Barangsiapa bertasawuf tetapi tidak berfiqih maka sungguh ia telah menjadi zindiq, dan barangsiapa berfiqih dan bertasawuf, maka sungguh ia telah tahaqquq = menjalankan kebenaran” (Kitab Salaalamul Fudlala’)

-           

Komentar