PEMBINAAN DAN MONITORING MADIN 2018
Pagi
tadi, Senin, 29 Oktober 2018, UPT Pusat Ma’had al-Jami’ah IAIN Tulungagung
mengadakan pembinaan sekaligus monitoring pada semua ketua kelas Madin baik
dari madin BTQ, Tilawah, Tahfidz, Ula, Wustha maupun Ulya. Kegiatan ini
dipusatkan di gedung Pascasarjana Lantai 5, bagian sayap timur. Tempat ini
biasa digunakan sebagai tempat dilaksanakannya pembelajaran madin lanjutan di
malam hari. Hadir pada kesempatan ini para murabbi, musyrifah dan ketua kelas
madin maupun perwakilannya.
Kegiatan
ini dilaksanakan untuk membina dan semakin meningkatkan semangat belajar para
mahasantri ma’had al-jami’ah semester awal yang wajib mengikuti pembelajaran
madin. Pada kesempatan ini, Mudir Ma’had al-Jami’ah berhalangan hadir karena
bersamaan dengan kegiatan di fakultas, yakni Fakultas Adab dan Dakwah IAIN
Tulungagung. Karenanya kegiatan dipandu oleh Ustadz Muhamad Fatoni, M.Pd.I dan
Ustadz Wikan Galuh, M.Pd. selaku murabbi Ma’had al-Jami’ah. Selain itu kegiatan
ini juga menghadirkan ketua Alumni Madin Angkatan 2017, Muhammad Rijal Dwi
Nugroho.
Dalam
sambutannya, Rijal Dwi Nugroho menyampaikan apresiasi dan rasa bangga pada IAIN
Tulungagung, khususnya Ma’had al-Jami’ah yang telah melaksanakan program
pembelajaran Madin. Menurutnya, ini adalah satu-satunya program yang tidak
akan/belum dijumpai di kampus manapun di luar IAIN Tulungagung. Dia mengatakan,
“Di sini kita tidak hanya diajarkan ilmu pengetahuan modern saja, tetapi
kita juga diajari ilmu agama yang jelas sanad keilmuannya. Kita tidak hanya
belajar dari internet, melainkan juga belajar dari para asatidz yang
mengajarkan kitab turats, ‘kitab kuning’ ala pesantren yang merupakan warisan
alim ulama. Kita patut bangga kuliah dan belajar mengaji di kampus dan ma’had
al-jami’ah.”
Selain
itu dia juga berharap semoga ke depan pembelajaran di Ma’had al-Jami’ah semakin
baik dan maju ke depannya. Sehingga kampus IAIN akan melahirkan lulusan yang selain
mumpuni dalam bidang keahlian masing-masing juga memiliki kemantapan dalam
bidang ilmu agama.
Sementara
itu, Muhamad Fatoni, M.Pd.I selaku wakil dari Murabbi Ma’had al-Jami’ah
memberikan motivasi agar semua santri lebih giat dalam belajar. Dia mengatakan,
“Pinter itu tidak wajib, tetapi menuntut ilmu itulah yang wajib. Artinya menjadi
seorang yang pandai bukanlah suatu kewajiban, tetapi belajar yang merupakan
wasilah untuk mencapai predikat ‘pandai’ itu adalah kewajiban. Jika kita sudah
belajar sungguh-sungguh, tetapi Allah berkehendak kita tetap bodoh, maka gugur
sudah kewajiban kita. Sebaliknya, jika kita tidak mau belajar sehingga kita
menjadi orang bodoh, maka kita telah melakukan satu perbuatan dosa.”
Selanjutnya
dalam kesempatan ini, beliau juga menyampaikan bahwa kegiatan Madin IAIN
Tulungagung telah menjadi keputusan yang disepakati oleh para pimpinan. Para mahasiswa
yang lulus dalam mengikuti program madin akan mendapatkan sertifikat sebagai
Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI) yang nantinya sertifikat tersebut
berguna bagi mahasiswa untuk proses pengajuan beasiswa di lingkup IAIN
Tulungagung sekaligus syarat dalam mengikuti ujian komprehensif sebelum
mengikuti ujian skripsi. Oleh karena itu, bagi mahasiswa yang dinyatakan tidak
lulus diharuskan mengikuti kegiatan madin di tahun berikutnya.
Oleh
karena itu beliau berharap agar semua mahasantri aktif dalam mengikuti
pembelajaran. Jangan sampai ada di antara mereka yang ogah-ogahan masuk kelas
sehingga berdampak pada mengulangnya mereka di tahun berikutnya.
Beliau
juga mengingatkan agar mahasantri senantiasa meningkatkan disiplin masuk kelas
tepat waktu, melakukan lalaran di waktu pagi agar nuansa kepesantrenan semakin
kuat dan masuk ke dalam jiwa. Selain itu mahasantri diharapkan juga menjaga
adab mereka saat berpakaian. Jangan sampai ada pakaian yang tidak selayaknya
dipakai saat mengikuti pembelajaran madin. Pakaian yang kurang bahan kainnya
atau yang sudah selayaknya diberikan kepada adiknya supaya tidak digunakan saat
masuk pembelajaran madin.
Selain
itu bagi mahasantri putra supaya menggunakan kopyah hitam. Kopyah dalam bahasa
jawa disebut ‘kethu’, artinya ngiket barang sing mlenthu. Harapannya
orang yang memakai kopyah tidak akan berlaku ‘sembrono’ karena dia akan merasa
sungkan dengan kopyah yang dikenakannya. Itulah alasannya mengapa para kyai di
pesantren mengharuskan para santrinya agar memakai kopyah di manapun dan
kapanpun mereka berada.
Pembinaan
dan monitoring ini dilaksanakan selama kurang lebih satu setengah jam dan
diikuti oleh kurang lebih 126 ketua kelas dari semua jenjang. Pada sekitar
pukul 10.15 WIB acara selesai dan ditutup dengan do’a kafaratul majlis.
Semoga bermanfaat
Allahu A'lam
Komentar
Posting Komentar