Syawwa>l


Syawwa>l

Syawwa>l merupakan satu di antara bulan-bulan hijriyyah yang jatuh setelah bulan Ramad}a>n, yakni bulan di mana umat Islam diperintahkan berpuasa sebagaimana perintah yang diberikan kepada umat-umat terdahulu. Allah Swt berfirman dalam al-Qur’a>n Surat al-Baqarah (2); 183:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (QS. Al-Baqarah (2); 183)

Perintah puasa tidak hanya berlaku pada umat Nabi Muh}ammad Saw sebagai Rasu>l terakhir yang menjadi penutup para rasu>l. Lebih dari itu, perintah ini juga berlaku bagi umat-umat terdahulu sebelum diutusnya Nabi Muh}ammad Saw. 


Berkaitan dengan puasa ini terdapat keterangan yang menjelaskan bahwa saat Rasu>lulla>h Saw sampai di kota Madinah, beliau menjadikan puasa tiga hari di tiap bulan, puasa Asyura dan Allah menurunkan ayat di atas sampai ayat وعلى الذين يطيقونه فدية طعام مسكين, dan bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak menjalankannya), membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin.[1]
 
Berdasarkan ayat tersebut, siapa yang ingin berpuasa maka dia berpuasa dan barangsiapa yang berkeinginan untuk tidak puasa diapun tidak berpuasa. Mereka yang ingin berpuasa, berpuasa dengan ikhlas dan bagi yang tidak, memberikan fidyah bagi orang miskin[2]

Demikianlah perintah puasa belumlah menjadi wajib dilaksanakan sebulan penuh saat itu, sampai Allah menurunkan ayat berikutnya yakni Surat al-Baqarah (2); 185:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Artinya: (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al-Baqarah (2); 185)

Setelah turunnya ayat di atas, Alla>h Swt. menetapkan kewajiban puasa sebulan penuh bagi umat Islam yang muqim, memberikan keringanan bagi mereka yang sakit dan sedang dalam bepergian untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan dan mengharuskannya memberi makan orang miskin (membayar fidyah) bagi orang dewasa yang meninggalkannya.[3]

Sehubungan dengan Syawwa>l yang jatuh setelah Ramad}an, maka Syawwa>l ini memiliki arti meningkat. Bagi mukmin yang benar-benar melaksanakan puasanya di bulan Ramad}an semestinya mereka diberikan peningkatan yang besar dalam hidupnya. Peningkatan dalam semua aspek kehidupan. Tidak hanya peningkatan hubungan secara vertikal kepada Alla>h Swt dengan semakin meningkatnya kualitas dan kuantitas ibadahnya, melainkan juga hubungan horizontal kepada sesamanya.

Seorang mukmin yang benar puasanya hendaknya juga memiliki kepekaan sosial, bagaimana dia bermuamalah bersama saudara, tetangga dan teman-temannya. Bagaimana dia memperlakukan orang-orang yang lemah yang membutuhkan pertolongan dan uluran tangannya, serta bagaimana dia mesti bersikap pada mereka yang belum diberikan hidayah kepadanya.

Syawwa>l adalah momentum terbaik bagi umat Islam yang beriman untuk selalu melakukan koreksi diri terhadap perilakunya selama setahun ke belakang. Adakah hari ini lebih baik dari sebelumnya atau sebaliknya, lebih buruk. Jika lebih baik, harus senantiasa bersukur dan berusaha meningkatkannya dan jika lebih buruk segera bertaubat dan berusaha sekuat mungkin memperbaiki kesalahannya.



[1] Abdurrahma>n bin Abi> Bakr al-Suyu>t}i, al-Durr al-Mant|u>r fi al-Ta’wi>l bi al-Ma’t|u<r, juz 1, 354
[2] Ibid., 351
[3] Ibid., 354

Komentar