Tiga Peristiwa Besar di Bulan Ramadhan

 

Tiga Peristiwa Besar di Bulan Ramadhan

(Seri Khutbah Jum’at)



Hadirin jama’ah jum’ah yang dimuliakan Allah

Marilah dikesempatan jum’at yang penuh barakah ini, kita meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah swt. karena hanya dengan berbekal keimanan dan ketaqwaan sajalah, kita akan menjadi orang yang beruntung baik dalam kehidupan di dunia, terlebih saat kita kembali menghadap-Nya kelak di hari kiamat.

Hadirin jama’ah jum’ah yang dimuliakan Allah

Saat ini kita berada di penghujung bulan Ramadhan, bulan mulia, bulan yang penuh dengan ampunan dan kasih sayang Allah. Bulan dimana kita disyariatkan untuk menjalankan ibadah puasa untuk meraih ketaqwaan yang sesungguhnya kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya di dalam Al-Qur’an:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,(Qs. Al-Baqarah (2); 183).

Hadirin jama’ah jum’ah yang dimuliakan Allah, disamping bulan Ramadhan adalah bulan dimana kita disyariatkan untuk berpuasa di dalamnya, ada peristiwa besar yang pernah terjadi di bulan Ramadhan. Setidaknya ada tiga peristiwa yang semestinya kita sebagai umat muslim mengetahuinya, yakni peristiwa Perang Badar, Nuzulul Qur’an dan Lailatul Qadar.

Perang Badar adalah perang pertama dalam sejarah Islam. Perang dimana pasukan muslim yang berjumlah sangat minim, tiga ratus tiga belas orang yang tidak terlatih berperang sama sekali, harus menghadapi pasukan kafir Quraisy, yang terdiri dari seribu pasukan terlatih di bawah pimpinan Abu Jahal, Amr bin Hisyam yang terkenal sangat membenci dan memusuhi Nabi dan kaum muslimin. Perang ini terjadi pada tanggal 13 Maret 624 M/17 Ramadhan 2 H. Perang yang menjadi ujian keimanan terbesar bagi kaum muslim dengan jumlahnya yang minim saat itu.

Meski dengan jumlah yang minim, namun pasukan muslim bisa memenangkan peperangan ini, tentu semua itu semata atas pertolongan Allah swt. Di saat kaum muslimin mulai kocar-kacir, Allah mengirimkan pertolongan dengan mengirimkan para Malaikat yang membuat pasukan musuh kala itu terbalik kocar-kacir dan lari tunggang langgang. Tidak hanya dalam perang badar, namun juga pada perang-perang yang lain. Allah berfirman dalam Surat Al-Taubah (9); 25-26:

لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ (25) ثُمَّ أَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَنْزَلَ جُنُودًا لَمْ تَرَوْهَا وَعَذَّبَ الَّذِينَ كَفَرُوا وَذَلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ (26)

Artinya: Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikit pun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan bercerai-berai. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir, dan demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir. (Qs. Al-Taubah (9); 25-26)

Peristiwa besar kedua adalah nuzulul Qur’an, turunnya Al-Qur’an yang menurut jumhur ulama juga terjadi pada tanggal 17 Ramadhan, meski masih ada ikhtilaf diantara mereka. Yakni pada kisaran 1455 tahun silam, saat baginda Agung Rasulullah, Muhammad saw bertahannus di Gua Hira. Berhari-hari beliau mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak dzikir, tafakkur memohon petunjuk dan pertolongan-Nya, hingga datanglah Malaikat Jibril yang membawa wahyu pertama, Surat Al-Alaq ayat 1-5. Turunnya wahyu ini sekaligus menjadi tanda resminya beliau diangkat sebagai Nabi. Peristiwa ini tidak bisa dilepaskan dengan peristiwa besar ketiga yakni lailatul qadar, dimana Allah secara tegas menyatakan bahwa Dia menurunkannya (Al-Qur’an) di malam qadar, yaitu malam yang disebut-sebut Al-Qur’an sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan. Allah berfirman di dalam Al-Qur’an Surat Al-Qadr (97); 1-5:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ تَنَزَّلُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْر سَلامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ

Artinya: “Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu, apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhan-nya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. (Al-Qadr (97); 1-5).

Hadirin jama’ah jum’ah yang dimuliakan Allah.

Dua peristiwa besar yang erat kaitannya dengan sejarah telah kita lalui di Ramadhan tahun 1442 H tahun ini, tinggal satu peristiwa besar yang masih bisa kita harapkan untuk bisa bertemu dengannya yakni malam lailatul qadar. Malam kemuliaan yang dirahasiakan turunnya. Tidak ada seorangpun yang tahu kecuali Allah swt. yang jelas ada pada setiap bulan Ramadhan.

Bila kita mengacu pada keterangan ayat di atas, ada kemungkinan lailatul qadar turun di malam-malam pertama bulan Ramadhan, pertengahan maupun di hari-hari terakhir di bulan Ramadhan. Semua itu adalah rahasia-Nya sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya.

Adapun jumhur ulama berpendapat bahwa malam yang paling diharapkan turunnya lailatul qadar adalah sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, dan yang paling diharapkan lagi adalah pada malam-malam ganjil. Itulah mengapa di negara kita, biasanya malam-malam ganjil di bulan Ramadhan banyak diisi dengan kegiatan ubudiyah dalam rangka menyongsong turunnya malam lailatul qadar.

Beberapa diantara pendapat para ulama mengenai turunnya malam lailatul qadar sebagaimana disebutkan dalam kitab “Fadhailu Syahri Ramadhan” yang dita’lif oleh Syaikh Ahmad Yasin Asymuni berdasar keterangan riwayat adalah sebagai berikut:

1.      Menurut Imam Malik adalah sepuluh malam terakhir tanpa ada penguatan satu malam diantara malam yang lain.

2.      Imam Asy Syafi’i mengatakan bahwa malam dua puluh satu adalah malam yang paling kuat.

3.      Sayyidah A’isyah ra mengatakan yang paling kuat adalah malam sembilan belas.

4.      Abu Burdah Al-Aslami menyebut malam dua puluh tiga.

5.      Abu Dzar dan Hasan Ra menyebut malam dua puluh limalah yang paling kuat.

6.      Bilal meriwayatkan hadits Rasul yang menyebut malam ke dua puluh empat

7.      Ibnu Abbas dan Ubay bin Ka’ab menyebut malam ke dua puluh tujuh.

Adapun menurut keterangan kitab tersebut yang paling kuat adalah malam ke dua puluh tujuh dengan dasar riwayat yang paling kuat bahwa saat para sahabat bercerita kepada Rasulullah saw mengenai sepuluh malam terakhir tersebut, Rasul menjawab:

أرى رؤياكم قد تواترت إنها ليلة سابعة من العشر الأواخر، من كان متحريا فليتحرها الليلة السابعة من العشر الأواخر (رواه البخاري)

Artinya: “Aku melihat mimpi-mimpi kalian mayoritas adalah pada malam ketujuh dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, barangsiapa yang mencarinya, maka carilah malam lailatul qadar itu pada malam ketujuh dari sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari).

Hadirin jama’ah jum’ah yang dimuliakan Allah.

Berdasarkan keterangan-keterangan tersebut, maka yang paling utama adalah mari kita hidupkan malam-malam terakhir di bulan Ramadhan ini dengan ketaatan kepada Allah. Semoga Ramadhan tahun ini menjadi Ramadhan terbaik diantara tahun-tahun yang lalu dan mudah-mudahan kita bersua kembali dengan Ramadhan yang akan datang dan Ramadhan yang akan datang lebih baik dari Ramadhan tahun ini. Aamiin.

Komentar