Sekelumit Catatan Munas di Ternate

 

Sekelumit Catatan Munas di Ternate



Selasa-Kamis, 02-04 November 2021, saya bersama dengan beberapa pengelola Ma’had Al-Jami’ah UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung berkesempatan untuk “ndherek” kegiatan Bapak Mudir Ma’had Al-Jami’ah PTKIN se-Indonesia yang dilaksanakan di Muara Hotel Ternate. Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka Musyawarah Nasional Mudir PTKIN se-Indonesia. Acara ini dihadiri oleh 30 pengelola Ma’had di PTKIN se-Indonesia.

Perjalanan menuju ke Ternate kami tempuh selama kurang lebih 3 jam dari Bandara Juanda Surabaya. Kami terbang pada kisaran pukul 05.00 WIB. Perjalanan yang cukup membuat adrenalin meningkat karena cuaca yang kurang bersahabat, beberapa kali disampaikan oleh pramugari pesawat.

Alhamdulillah, kami tiba dengan selamat di tempat tujuan. Para panitia telah menanti kedatangan kami, yang selanjutnya dengan kendaraan panitia kami menuju ke muara hotel. Kami segera melakukan registrasi dan selanjutnya melakukan chek-in sebagai peserta.

Pembukaan Munas

Pembukaan munas dilaksanakan pada sore hari setelah semua peserta dinyatakan lengkap dan cukup mengistirahatkan diri dari rasa penatnya. Pembukaan munas secara langsung dilakukan oleh rektor IAIN Ternate.



Pembukaan munas diawali dengan penampilan tari soya-soya, yakni tari tradisional ternate untuk menyambut para tamu. Tarian ini terinspirasi dari peristiwa penyerbuan tentara Ternate ke Benteng Kastela atau Benteng Nostra Senora del Rosario dari kekuasaan Portugis, pada 25 Februari 1970. Tarian ini memiliki makna ungkapan kebanggaan rakyat Ternate, karena keberhasilan para pejuang dalam mengusir penjajah dari tanah mereka di masa lampau.

Pada kesempatan ini, rektor IAIN Ternate, Dr. Samlan Ahmad, M.Pd. memberikan apresiasi setinggi-tingginya atas terlaksananya kegiatan Munas Forum Mudir PTKIN se-Indonesia yang memilih IAIN Ternate sebagai tuan rumahnya. Beliau juga memberikan dukungan penuh kepada kegiatan kema’hadan yang ada di lingkungan PTKIN dan sangat berharap agar Ma’had yang ada di seluruh PTKIN se-Indonesia benar-benar mendapatkan perhatian mengingat peran strategis yang dimilikinya sebagai ujung tombak moderasi beragama.  

Selesai pembukaan saya berkesempatan berbincang-bincang dengan bapak rektor meski sebentar pada saat melaksanakan shalat maghrib. Meski sebentar namun cukup berkesan, karena ternyata istri beliau berasal dari daerah dimana saya tinggal, yakni dari Selopuro Blitar.

Penyatuan Visi Ma’had Al-Jami’ah dalam Mengawal Moderasi Beragama di Tingkat PTKIN

Pada kesempatan ini, Forum Mudir PTKIN menyatukan visi dalam upaya mengawal moderasi beragama di tingkat PTKIN. Forum ini menyadari betapa pentingnya sikap moderat dalam beragama agar keberagaman yang ada di Negara ini bisa hidup berdampingan dan saling menghormati antara satu dengan lainnya.

Indonesia sebagai Negara bangsa, memiliki bentang wilayah yang luas dari Sabang hingga Merauke. Jumlah penduduknya mencapai lebih dari duaratus juta jiwa. Adat budaya beraneka ragam, demikian halnya dengan agama yang dipeluknya. Jumlah pulaunya mencapai 17000 pulau besar dan kecil. Keragaman ini, jika tidak dirawat dengan baik, maka bisa jadi menyebabkan perpecahan antar elemen bangsa yang berujung pada sikap saling serang.

Pada momen ini, Mudir Ma’had Al-Jami’ah UIN Sayyid Ali Rahmatullah, memberikan ide dan gagasannya dalam upaya untuk meningkatkan peran ma’had al-jami’ah sekaligus dalam semangat ma’had dalam mengawal moderasi beragama.

Di sisi peningkatan peran ma’had al-jami’ah sebagai ujung tombak dalam mengawal semangat moderasi beragama, belum semua ma’had al-jami’ah mendapat perhatian dari pimpinan. Terbukti sebagian dari pimpinan belum/kurang mendukung upaya dalam meningkatkan peran kema’hadan dalam menumbuhkan sikap moderat dalam beragama. Padahal, ma’had memiliki peran signifikan dalam mengawal semangat moderasi beragama, dimana mudir ma’had al-jami’ah mengistilahkan dengan “jalma limpat seprapat tamat”, ma’had sudah melakukan terlebih dahulu dalam moderasi beragama, sementara yang lain masih memikirkannya. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan lagi perhatian pimpinan pada struktur serta peran ma’had al-jami’ah di masing-masing PTKIN.

Mudir ma’had UIN SATU Tulungagung juga memaparkan ide dan gagasannya mengenai semangat moderasi beragama. Bahwa, setidaknya ada empat hal pokok yang mesti ada dalam moderasi beragama, yaitu toleransi, semangat kebangsaan, anti kekerasan dan mau menerima kearifan lokal. Forum Mudir Ma’had Al-Jami’ah PTKIN se-Indonesia, bertekad untuk mengawal semangat moderasi beragama di tingkat PTKIN.

Sidang Komisi

Agenda munas berikutnya adalah pembagian peserta munas pada komisi. Setelah penyatuan visi misi dalam upaya untuk mengawal semangat moderasi beragama, selanjutnya acara munas dilanjutkan dengan sidang komisi. Para peserta dibagi menjadi tiga komisi, yakni komisi kelembagaan, komisi kurikulum dan komisi moderasi beragama.

Pada kesempatan tersebut, saya mendapatkan kesempatan untuk bergabung dengan komisi kurikulum. Pada komisi ini, yang kami lakukan adalah mempelajari, mengkaji dan menganalisa modul yang telah dibuat oleh kemenag pusat sehubungan dengan kurikulum kema’hadan yang diharapkan bisa diterapkan di seluruh ma’had PTKIN se-Indonesia.

Di sidang komisi ini pula, saya mendapat kesempatan untuk menyampaikan program madin serta kema’hadan yang ada di Ma’had Al-Jami’ah UIN SATU. Memang secara umum kondisi kema’hadan di PTKIN tidak sama, sehingga apa yang dilakukan oleh Tulungagung, setidaknya dalam sidang komisi ini, cukup mendapatkan lirikan, dan agaknya sulit dilakukan oleh ma’had yang lain. Tentunya, banyak factor yang melatarinya, baik iklim kema’hadan yang ada di kampus tersebut yang masih dirasa asing, sampai pada kondisi dimana ma’had masih belum mendapat perhatian dari pimpinan.

Pemilihan Ketua Forum

Puncak dari munas forum mudir kali ini adalah pemilihan ketua forum mudir. Ketua forum mudir sebelumnya dipegang oleh Dr. K.H. Akhmad Muzakki, M.A. dari UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

Sebagai ketua forum mudir yang telah purna, K.H. Akhmad Muzakki, M.A. memimpin jalannya pemilihan ketua forum mudir. Beliau memberikan gambaran mengenai tugas ketua forum mudir ke depannya. Setelah itu, beliau menawarkan teknis bagaimana seseorang bisa dicalonkan sebagai calon ketua forum mudir. Beliau menyebut, jika nantinya mudir dipilih oleh lima utusan dari beberapa kampus, maka otomatis bisa dicalonkan sebagai calon ketua forum mudir. Semua peserta forum menyetujui usulan dari ketua forum mudir purna tersebut.

Selanjutnya, ketua pemilihan menanyakan kepada peserta tentang siapa yang akan dicalonkan sebagai ketua forum mudir. Salah satu peserta langsung menyebut nama UIN SATU Tulungagung. Spontan pilihan itu langsung disambut oleh peserta lain yang juga menyebut UIN SATU Tulungagung. Hampir seluruh peserta menyebut UIN Tulungagung sehingga pemilihan itu, secara aklamasi memilih Dr. K.H. Teguh, M.Ag., mudir Ma’had Al-Jami’ah UIN SATU Tulungagung sebagai ketua forum mudir ma’had al-jami’ah PTKIN se-Indonesia, masa khidmah 2021-2023.

Studi Empiris ke Kesultanan Ternate

Pada munas ini, saya bersama dengan para utusan ma’had lainnya, mendapat kesempatan untuk berkunjung ke kesultanan Ternate, yakni kesultanan yang memiliki sejarah penting bagi perjuangan kemerdekaan, juga penyebaran agama Islam di Indonesia. Ya, kesultanan yang menemui masa kejayaannya pada masa pemerintahan sultan Baabullah.



Bersama rombongan kami diperkenankan masuk ke kedaton, melihat situasi dan keadaan kedaton. Di sisi depan, terdapat balai yang cukup luas. Mungkin, balai ini merupakan “Balai Paseban”, dimana para penggawa dan pejabat kedaton melakukan pertemuan bersama dengan sultan.

Di ruang tengah ada berbagai koleksi benda-benda bersejarah milik kedaton. Ada beragam senjata, baju “kebesaran”, baju besi beserta perisai dan banyak lagi benda-benda bernilai sejarah lainnya.

Di dinding-dinding istana, ada beragam koleksi foto, juga beberapa koleksi tulisan lainnya, termasuk di dalamnya adalah nama-nama sultan yang pernah memimpin kesultanan ternate. Berdasar pada tulisan tersebut, saat ini masih terjadi kekosongan “sultan” di Ternate sejak mangkatnya sultan sebelumnya pada tahun 2015. Jadi, kira-kira terjadi kekosongan “sultan” sekitar 6 tahun.

Menurut informasi yang saya peroleh dari mudir IAIN Ternate, bahwa kekosongan ini disebabkan karena belum adanya keturunan sultan yang dinobatkan sebagai “sultan”. Menurutnya, jabatan sebagai “sultan” tidak bisa begitu saja diemban oleh seseorang meskipun ia merupakan putra sultan. Ada kualifikasi khusus, atau dalam terminology jawa dikenal dengan istilah “pulung”, bagi seorang yang bisa menduduki jabatan sebagai sultan. Keputusan tersebut, tentunya didasarkan pada hasil musyawarah yang dilakukan oleh para perdana menteri, berdasarkan pada kualifikasi yang dimiliki oleh seorang yang nantinya menjabat sebagai “sultan”. Tetapi, satu yang bisa dipastikan bahwa yang menduduki jabatan tersebut, dipastikan adalah salah satu dari keluarga “dzurriyah” sultan.

Terdapat pula, cerita yang berangkali bisa disebut “mitos”, jika seorang keturunan sultan layak menduduki jabatan sebagai “sultan” bilamana “mahkota” sultan pas dikenakan di kepalanya. Jika tidak, maka dipastikan tidak mampu mengemban amanat sebagai sultan. Dan anehnya, -menurut informasi, bahwa mahkota itu memiliki rambut yang bisa memanjang dengan sendirinya. “Allahu A’lam”.

Di bagian ujung, “saya tidak bisa menyebut depan atau belakang”, terdapat seperti alun-alun yang langsung terhubung dengan istana. Jika “sultan” keluar, dan berada di tepi, maka ia bisa melihat para orang-orang yang datang dan berkumpul untuk memberikan pengumuman dan sebagainya. Saya kurang tau secara pasti, apa namanya. Barangkali ini semacam tempat dimana sultan bisa menemui rakyatnya secara langsung, memberikan instruksi kepada rakyat, punggawa, prajurit, maupun para pembantunya secara langsung. Bentuknya, seperti kalau kita melihat filem “Jodha Akbar”, saat Sultan Jalaluddin menyapa dan menemui rakyatnya.

City Tour Ternate

Setelah selesai study empiris ke Kesultanan Ternate, panitia mengajak kami melakukan city tour di bumi Ternate. Eman memang, jika kesempatan di Ternate tidak diisi dengan city tour, dimana kita bisa melihat, mentadabburi sebagian dari keindahan ciptaan Allah swt.

Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Wisata Batu Angus. Tempat ini berlokasi di Jalan Lain, Kota Ternate, Propinsi Maluku Utara. Sesuai dengan namanya, tempat ini nampak seperti hangus terbakar. Bebatuannya hampir semuanya nampak seperti hangus terbakar.



Lokasinya membentang dari kaki Gunung Gamalama hingga ke Pantai. Bebatuan ini merupakan sisa lahar letusan Gunung Gamalama. Kami menikmati pemandangan yang indah, yang memanjakan mata. Dari lokasi ini, kami bisa menyaksikan Pesona Gunung Gamalama dan juga pesona pantai yang indah, bersih dan sangat jernih airnya.

Dari Wisata Batu Angus, kami menuju ke pantai Jikomalamo, yakni pesona alam tersembunyi di bumi Ternate. Pantai ini tidak terlalu luas, akan tetapi sangat tepat dijadikan sebagai destinasi wisata untuk melepas kepenatan.



Suasana alamnya masih nampak sangat alami. Selain itu, pantainya terlihat bersih. Dari atas kita bisa menyaksikan dasar laut dengan sangat jelas. Ini menjadi sangat menarik bagi para penikmat wisata pantai untuk memanjakan dirinya dengan pesona laut.

Di pantai Jikomalamo ini pula, kami banyak mennghabiskan waktu melepas kepenatan. Di sini pula, kami saling bertukar pikiran, wawasan dan sekedar “ngobrol dan guyonan” untuk saling menambah keakraban. Pada akhirnya kami makan siang di tempat ini. City tour kami bersama rombongan ditutup dengan mengunjungi Masjid Kesultanan Ternate dan pusat oleh-oleh khas Ternate, dan selanjutnya berkunjung ke Ma’had IAIN Ternate di area kampus.

Penutupan Munas

Penutupan munas dilaksanakan pada malam hari 03 November 2021. Penutupan dilaksanakan secara seremonial dengan sambutan dari Ketua Forum Mudir PTKIN Se-Indonesia dan Wakil Rektor. Wakil Rektor IAIN Ternate memberikan dukungan penuh kepada forum mudir PTKIN dalam rangka mengawal moderasi beragama di tingkat PTKIN.

Pada penutupan ini, kami disuguhi penampilan group sholawat besutan kyai Dardiri. Saya sempat terheran dengan penampilan group sholawat ini karena hampir semua lagu yang ditampilkan semua khas Jawa dengan langgam Jawa pula.



Berkunjung ke Pulau Tidore

Kamis pagi, 04 November 2021, jadwal semua kegiatan munas telah berakhir dan selanjutnya chek out menuju ke Tulungagung. Jadwal keberangkatan pesawat kami adalah pukul 12.00 WIB. Oleh karena itu, kami rombongan Tulungagung menyempatkan diri berkunjung ke pulau Tidore, yang letaknya tidak seberapa jauh dari pulau Ternate.



Perjalanan dari Ternate ke Tidore membutuhkan waktu sekitar 15 menit. Kami menuju ke Tidore ditemani oleh seorang mahasiswa dari IAIN Ternate bernama Ilman. Dia lah yang menjadi pemandu perjalanan kami ke Tidore.

Kami menyeberang dengan mengendarai speed boat dengan dua kemudinya. Sepanjang perjalanan kami menikmati pemandangan dan pesona alam yang indah. Pemandangan laut yang menunjukkan keagungan ciptaan Allah swt.

Di Tidore, waktu kami tidak lama. Oleh karena itu, kami memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk mengunjungi beberapa tempat penting yang ada disana, yakni Kedaton Die Tidore, Makam Sultan Nuku Ternate dan Benteng Tahula.

Mampir ke Dalem Kyai Dardiri

Setelah menganggap cukup mengunjungi Tidore, kami segera menuju ke Ternate agar tidak tertinggal pesawat. Masih ada waktu beberapa saat bagi kami. Karena itu, kami mampir di dalem Kyai Dardiri, salah satu pengasuh pondok sekaligus pengelola Ma'had Al-Jami’ah IAIN Ternate.

Di sini, kami banyak bertukar pikiran dengan kyai Dardiri yang merupakan perintis dari group sholawat yang semalam ditampilkan di penutupan, yakni Group “Sholawat Wali Songo”. Beliau banyak bercerita tentang lika-liku perjalanan dakwah di Bumi Ternate ini.

Di sini pula, akhirnya saya tahu, jika beliau ternyata merupakan penduduk asli Jawa. Saya lupa nama kota asalnya. Nah, di sini pula akhirnya saya menemukan jawaban mengapa group sholawatan itu benar-benar khas Jawa karena memang beliau berasal dari Jawa.

Spesial Moment Perjalanan ke Ternate

Salah satu diantara hal yang berkesan di Perjalanan ke Ternate adalah saat perjalanan pulang ke Surabaya. Perjalanan yang cukup memacu adrenalin karena terbang di cuaca yang buruk. Suasana yang nampak gelap dengan sesekali cahaya kilat yang menyambar menjadi hal yang cukup membuat "nas-nis" hati sesiapa saja yang turut serta dalam perjalanan.

Perjalanan ini menyadarkan kepada saya, bahwa betapapun hebatnya manusia, sesungguhnya mereka hanyalah makhluk yang lemah, penuh dengan keterbatasan dan kekurangan. Karena itu, tidak ada alasan apapun yang dibenarkan bagi manusia untuk menyombongkan diri akan apa yang dimilikinya. semua hanyalah titipan yang sewaktu-waktu bisa saja diambilnya.

Hikmah di Balik Perjalanan ke Ternate

Banyak hikmah yang bisa saya ambil dari perjalanan ini. Akan tetapi, yang paling penting menurut saya adalah bahwa hamparan bumi ciptaan Allah begitu luasnya. Keragaman dunia, berikut pernak-perniknya, paling tidak menyadarkan diri akan "kekerdilan" diri. Ternyata, masih terlalu sedikit pengetahuan yang saya miliki.

Di sini, saya banyak bertukar pikiran dengan utusan dari berbagai mahad di belahan nusantara. Dari situ saya banyak belajar berbagai hal yang sebelumnya belum saya ketahui. Semoga saya mendapat kesempatan lagi untuk belajar memahami dari kekayaan bumi Nusantara ini di kemudian hari. Aamiin

 

Komentar

Posting Komentar