Karakteristik Orang Beriman

 

Karakteristik Orang Beriman

(Seri Khutbah Jum’at)



Hadirin jama’ah jum’ah yang dimuliakan Allah

Pada kesempatan jum’ah yang penuh barakan ini, marilah kita tingkatkan rasa iman dan taqwa kepada Allah swt, dengan berupaya sekuat tenaga menjalankan seluruh perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Dengan bekal iman dan taqwa ini lah, kita semua akan menjadi orang yang beruntung baik di kehidupan dunia, terlebih saat kembali kepada-Nya kelak di hari kiamat.

Hadirin jama’ah jum’ah yang dimuliakan Allah

Kata iman, begitu mudah diucapkan, namun sulit untuk dibuktikan. Iman bukan sekedar ada di lisan, lebih daripada itu iman membutuhkan pembuktian. Para ulama memberikan ta’rif iman dengan megatakan:

الإيمان هو تصديق بالقلب وقول باللسان وعمل بالأركان

Artinya: “Iman adalah membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan dan melaksanakan dengan perbuatan.”

Berdasarkan pada ta’rif tersebut, maka iman bukan sekedar keyakinan yang ada di dalam hati. Meyakini keesaan Allah, kekuasaan-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-Nya, kiamat dan sebagainya. Keyakinan tersebut semestinya diungkapkan dalam bentuk ucapan kemudian direalisasikan dalam bentuk nyata, yakni perbuatan.

Hadirin jama’ah jum’ah yang dimuliakan Allah

Oleh karena itu, iman tidak sekedar apa yang diperbincangkan, didiskusikan, maupun diperdebatkan. Iman tidak cukup hanya dengan retorika, ilmu atau menghafalkan dalil-dalil semata. Bahkan, iman juga tidak cukup sekedar dengan menunjukkan perilaku dhahir berupa ketaatan secara fisik, kepedulian sosial fisik semata. Oleh karena itu, yang mengetahui hakikat dari keimanan pada diri seseorang hanyalah Allah swt.

Meskipun demikian, Allah menunjukkan indikator dari seorang yang beriman kepada-Nya. Allah berfirman di dalam Al-Qur’an, Surat Al-Anfal (8); 2-4:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ (2) الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (3) أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ (4)

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhan-lah mereka bertawakal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan salat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia.(Qs. Al-Anfal (8); 2-4).

Hadirin jama’ah jum’ah yang dimuliakan Allah

Berdasarka ayat di atas, ada beberapa kriteria orang-orang beriman. Pertama, ketika asma Allah disebut, maka gemetarlah hari mereka. Orang yang beriman itu sejatinya adalah orang yang benar-benar mengakui kebesaran dan keagungan Allah swt. Pengakuan ini, merasuk ke dalam relung hati kita, hingga saat asma Allah disebut, bergetarlah hatinya, merasa rendah dihadapan-Nya, takut akan siksa-Nya, bahkan mencucurkan air matanya karena takut kepada-Nya, serta berharap akan ampunan-Nya.

Kriteria kedua, adalah apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya). Seorang mukmin ketika mendengar ayat-ayat/tanda-tanda kekuasaan Allah, mereka semakin bertambah imannya. Baik ayat-ayat kauniyah, yakni ayat yang berupa ciptaan Allah swt yang terbentang di alam semesta. Berupa bentang alam baik di bumi, langit, dan berbagai peristiwa di dalamnya.

Kriteria ketiga, adalah orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. Siapa mereka? Yakni orang-orang yang mendirikan shalat, serta menafkahkan sebagian diantara rizki yang dicintainya. Seorang mukmin, tidak sekedar memperhatikan ibadah batinnya, sehingga mengabaikan sisi ibadah lahirnya. Bukan pula, mereka yang secara dhahir, kuat ibadahnya, namun bathinnya penuh dengan riya’, dan pamer belaka.

Seorang mukmin, adalah mereka yang mampu menggabungkan antara yang lahir dan bathin, syariat dengan hakikat, fiqih dengan tasawufnya, sehingga terjadilah keseimbangan yang berujung pada kebahagiaan hakiki kelak di yaumil qiyamah. Hujjatul Islam, Imam Abi Hamid Muhammad Ibni Muhammad Al-Ghazali mengatakan:

من تفقه ولا تصوف فقد نافق ومن تصوف ولا تفقه فقد تزندق ومن تفقه وتصوف فقد تحقق

Artinya: “Siapa yang berfiqih, namun tidak bertasawuf, maka sungguh ia adalah orang munafik. Siapa yang bertasawuf, namun tidak berfiqih, sungguh ia adalah seorang zindik dan barangsiapa yang berfiqih dan bertasawuf, maka sungguuh ia seorang yang mencapai hakikat.”

Hadirin jama’ah jum’ah yang dimuliakan Allah

Semoga kita semua mendapatkan pertolongan Allah swt., sehingga kita menjadi orang-orang yang senantiasa menjaga hati kita, fisik kita, serta seluruh potensi yang ada di dalam diri kita untuk mengabdikan diri kepada Allah swt. Semoga kita tetap berada di dalam keimanan, sehingga saat kita kembali kepada-Nya, Allah panggil kita dengan husnul khatimah. Aamiin.

Komentar