TANDA-TANDA IMAN YANG BENAR
Hadirin Jama’ah Jum’ah yang dimuliakan Allah,
Pada kesempatan jum’ah yang penuh dengan barakah ini, izinkan kami selaku khatib berwasiat pada pribadi kami khususnya dan jama’ah sekalian pada umumnya, marilah kita senantiasa berusaha meningkatkan kualitas iman dan takwa kita kepada Allah swt. dengan berusaha sekuat mungkin menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Karena sungguh hanya dengan bekal iman dan takwa, kita akan menjadi pribadi yang beruntung dalam menjalani kehidupan di dunia, terlebih saat kembali menghadap-Nya kelak di hari kiamat.
Hadirin Jama’ah Jum’ah yang dimuliakan Allah,
Saat ini kita masih berada di bulan Muharam, yakni hari-hari
terakhirnya. Sebagaimana kita maklumi bersama, bahwa bulan Muharram merupakan
salah satu bulan mulia, diantara bulan-bulan lainnya, sekaligus bulan yang
dijadikan sebagai awal perhitungan kalender islam, maka tidak ada salahnya jika
pada kesempatan khutbah ini, khatib mengajak jama’ah sekalian khususnya pribadi
khatib, untuk sekadar bermuhasabah, introspeksi diri atas apa yang telah
berjalan sebagai bekal untuk menghadapi hari-hari yang akan datang, agar
kiranya kita bisa memetik pelajaran, hikmah untuk memperbaiki setiap kesalahan,
sehingga menjadi lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Diantara hal yang
kiranya patut kita muhasabahkan adalah tentang iman kita, dimana iman menjadi
hal yang sangat menentukan saat seorang kembali menghadap Allah swt.
Secara sederhana, iman memiliki arti percaya dengan sepenuh hati. Lebih
lanjut para ulama mendefinisikan iman dengan ungkapan:
الإيمان
هو تصديق بالقلب وقول باللسان وأعمال بالأركان
Artinya: “Iman adalah membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan
lisan dan mengamalkan dengan perbuatan.”
Jama’ah Jum’ah yang dimuliakan Allah,
Definisi iman ini menunjukkan bahwa iman menuntut
bagi para pemiliknya untuk mampu mengkolaborasikan tiga aspek, yakni hati,
lisan dan perbuatan. Iman bukan sekadar pengakuan dalam hati yang tidak diikuti
oleh pengakuan secara lisan, dan pembuktian dengan perbuatan, pun pula, sekadar
lisan tanpa ada pengakuan hati, dan praktik berupa tindakan, tidak pula praktik
perbuatan tanpa pengakuan hati dan lisan. Iman menuntut elaborasi dari ketiga aspek
tersebut secara bersama-sama. Dengan elaborasi ketiga hal tersebut, maka
terciptalah keharmonisan manusia sebagai makhluk jasmani sekaligus makhluk
ruhani.
Jama’ah Jum’ah yang dimuliakan Allah,
Berkenaan dengan iman ini, Allah swt
menunjukkan ciri-cirinya melalui firman-Nya:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ
قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى
رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ
رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
Artinya: Sesungguhnya
orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya
bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhan-lah mereka bertawakal, (yaitu)
orang-orang yang mendirikan salat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki
yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka
akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta
rezeki (nikmat) yang mulia. (Qs. Al-Anfal (8); 2-4)
Jama’ah
Jum’ah yang dimuliakan Allah,
Melalui ayat tersebut Allah
menunjukkan secara tegas dan jelas bahwa seseorang bisa disebut sebagai mukmin
yang sesungguhnya, jika ia memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Ketika disebut nama Allah, bergetarlah hati mereka,
2. Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah
iman mereka,
3. Bertawakal kepada Tuhannya
Seorang yang mengaku beriman
kepada Allah, jika disebut nama-Nya, maka hatinya bergetar hatinya. Di dalam
tafsri kitab Bahrul Ulum atau yang lebih populer dengan sebutan Tafsir
Al-Samarqandi yang ditulis oleh Syaikh Abu Al-Laits bin Muhammad bin Ahmad bin
Ibrahim Al-Samarqandi disebutkan bahwa seorang mukmin yang sesungguhnya memiiki
kriteria jika ia diperintahkan dengan suatu perintah dari Allah, hatinya
bergetar artinya ia menerima sepenuh hati. Kata wajila dikhususkan pada
penerimaan oleh hati, karena dengan getaran yang kuat yang bermuara pada rasa
takut kepada siksa Allah lah, maka hati mau menerima perintah-Nya tanpa
sedikitpun merasa ragu.
Ketika disebutkan
tanda-tanda kekuasaan-Nya, semakin bertambah imannya. Imam Azzuhaj dalam
keterangan yang dinukil di kitab ini menyebut bahwa iman itu adalah
membenarkan. Maka setiap apa yang dibacakan dari Allah untuk membenarkan-Nya,
maka mereka akan membenarkannya dan semakin bertambah pembenaran mereka
terhadap-Nya. Dan mereka semua bertawakkal kepada Allah, menyerahkan semua
urusannya kepada Allah swt.
Jama’ah
jum’ah yang dimuliakan Allah,
Itulah kriteria
seorang mukmin yang benar. Maka ketika tanda-tanda ini sudah ada pada diri
seseorang, maka imannya disebut oleh Allah sebagai iman yang benar. Namun,
tidak lantas sebatas pengakuan saja karena ayat ini diteruskan dengan
penjelasan berikutnya, bahwa mereka adalah orang-orang yang senantiasa
mendirikan shalat, dan menginfakkan sebagian diantara rizki yang diberikan
kepada mereka. Ini mengindikasikan bahwa semua hal diatas, ditopang dengan
pembuktian berupa amal perbuatan yang nyata, berupa amal shalih.
Lebih lanjut
dalam salah satu haditsnya, Baginda Nabi Muhammad saw menjelaskan:
«مَنْ أَعْطَى لِلَّهِ تَعَالَى، وَمَنَعَ لِلَّهِ تَعَالَى،
وَأَحَبَّ لِلَّهِ تَعَالَى، وَأَبْغَضَ لِلَّهِ تَعَالَى، وَأَنْكَحَ لِلَّهِ
تَعَالَى فَقَدِ اسْتَكْمَلَ إِيمَانَهُ»
Artinya: Barangsiapa yang
memberi karena Allah Ta’ala, mencintai karena Allah Ta’ala, membenci karena
Allah Ta’ala, marah karena Allah Ta’ala, menikah karena Allah Ta’ala, maka
sungguh ia telah merasakan manisnya iman. (HR. Ahmad)
Jama’ah
jum’ah yang dimuliakan Allah,
Muara iman yang sempurna adalah
manakala seseorang telah mampu melakukan segala sesuatu berdasarkan perintah
Allah, dalam arti perbuatannya semata dalam kerangka ibadah kepada-Nya, bukan
sekadar memperturutkan keinginan nafsunya semata. Siapa yang mampu menerapkan
ini dalam hatinya, dalam setiap perbuatan yang dikerjakannya, maka mereka telah
merasakan iman yang sempurna di dalam hatinya.
Oleh sebab itu, pada moment
Muharram ini, melalui mimbar khutbah jum’ah yang mulia ini, marilah kita
bermuhasabah adakah iman kita sudah memiliki kriteria sebagaimana kriteria
tersebut. Jika sudah, patut kiranya kita bersyukur sehingga Allah swt akan
semakin menambahkan kualitasnya. Jika belum, mari kita berusaha sekuat tenaga
untuk membenahinya, sehingga iman kita bisa lebih baik dari sebelumnya dan pada
akhirnya saat kita kembali kepada-Nya, semoga kita dikembalikan dengan membawa
iman yang sempurna, dengan hati yang selamat. Aamiin.
Komentar
Posting Komentar