URGENSI NIAT DALAM SETIAP AMAL PERBUATAN

 

URGENSI NIAT DALAM SETIAP AMAL PERBUATAN

(Seri Khutbah Jum’at)

Hadirin Jama’ah Jum’ah yang dimuliakan Allah,

Pada kesempatan jum’ah yang penuh barakah ini, izinkan kami selaku khatib berwasiat pada pribadi khatib khususnya dan kepada semua jama’ah yang hadir pada umumnya, marilah kita meningkatkan kualitas iman dan taqwa kita kepada Allah swt. dengan sekuat mungkin melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Sungguh dengan berbekal iman dan taqwa, kita akan menjadi pribadi yang beruntung dalam menjalani kehidupan di dunia, terlebih saat kita kembali menghadap-Nya kelak di hari kiamat.

Hadirin Jama’ah Jum’ah yang dimuliakan Allah,

Rasa syukur kiranya patut kita panjatkan keharibaan Allah swt. karena sampai detika ini, kita masih dikarunia karunia-Nya, kenikmatan, keberkahan, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga kita masih ditakdirkan untuk menunaikan shalat jum’ah berjama’ah di masjid ini, tentunya dalam keadaan sehat wal afiyah tanpa ada kekurangan suatu apapun. Terlebih, saat ini kita masih diberikan kesempatan untuk bertemu kembali dengan bulan Muharram, salah satu bulan yang disebut sebagai bagian dari arba’atun hurum, empat bulan yang dimuliakan.

Saat ini kita berada di pertengahan bulan Muharram, bulan yang populer di tengah-tengah kita dengan sebutan bulan Suro, yang diambil dari kata Asyura, hari yang dimuliakan, tidak hanya bagi umat muslim tetapi juga bagi umat yahudi dan nashrani sehingga disunnahkan untuk puasa di hari tersebut. Agar tidak menyerupai ahlul kitab, maka baginda Nabi Muhammad saw mensunahkan agar kiranya selain hari asyura juga puasa di hari ke sembilannya yang dikenal dengan puasa tasu’a.

Jama’ah Jum’ah yang dimuliakan Allah,

Khalifah Umar ibn Khathab telah menetapkan bulan Muharram sebagai awal perhitungan kalender islam yang kita kenal dengan kalender hijriyyah atau qamariyyah. Disebut hijriyyah karena ditetapkan berdasarkan peristiwa hijrahnya Baginda Nabi Muhammad saw dari kota Makkah ke kota Madinah. Disebut qamariyyah karena perhitungan kalender ini di dasarkan pada revolusi bulan mengelilingi bumi dimana proses ini membutuhkan waktu 29.5 hari.

Salah satu peristiwa besar yang erat kaitannya dengan bulan Muharram adalah peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad saw dari Makkah ke Madinah. Semakin kerasnya tekanan dari orang-orang kafir kepada umat islam, tidak hanya sebatas cacian, makian dan cercaan, namun juga sudah mengancam jiwa, membuat umat islam semakin terpinggirkan dan terpojokkan. Allah kemudian memerintahkan agar umat Islam hijrah ke Madinah.

Hijrah ke Madinah, seolah menjadi titik balik dari dakwah islam. Islam yang dipinggirkan di kota kelahirannya, Makkah, justru diterima dengan baik oleh umumnya masyarakat Madinah. Lebih dari itu, para penduduk Madinah bersumpah setia kepada baginda Nabi, dan siap membelanya meski dengan tetesan darahnya. Baginda Nabi ditahbiskan sebagai pemimpin di Madinah.

Para penduduk Makkah yang turut serta hijrah ke Madinah dipersaudarakan dengan penduduk Madinah. Di tengah peristiwa hijrah ini terdapat seorang pemuda yang hijrah bersama dengan umat muslim lainnya. Namun, hijrahnya bukan karena menurut perintah Allah dan rasulnya, melainkan karena hijrahnya wanita yang dicintai dan ingin dinikahinya, yang bernama ummu qais. Berita itu tersebut luas hingga sampai di telinga Baginda Nabi Muhammad saw. Menanggapi hal tersebut baginda Nabi saw bersabda:

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ، وَإِنَّمَا لِامْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Artinya: “Sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang itu (dibalas) sesuai apa yang diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan rasul-nya, dan barangsiapa yang hijrahnya kepada dunia yang akan diraihnya atau perempuan yang akan dinikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang ia hijrah kepadanya.” (HR. Bukhari)

Jama’ah Jum’ah yang dimuliakan Allah,

Melalui hadis tersebut, Rasulullah saw menjelaskan bahawa niat memiliki posisi penting bagi amal perbuatan manusia. Setiap orang akan mendapatkan balasan atas apa yang ia niatkan. Jika niatan itu baik, niscaya balasannya adalah kebaikan, sebaliknya, jika apa yang diniatkannya buruk, maka buruk pula balasannya. Lantas apakah niat itu?

Para ulama ushul menjelaskan bahwa niat adalah قصد الشيئ فى أول الفعل , niat adalah menyengaja sesuatu di awal melakukannya. Niat terletak di dalam hati, sehingga ia tidak nampak dalam pandangan mata lahir. Niat juga menjadi pembeda satu perbuatan memiliki nilai taqarrub/ibadah atau ia hanya dilakukan sebagai adat kebiasaan semata.

Begitu pentingnya niat, sehingga pada satu kesempatan Baginda Nabi Muhammad saw. mengingatkan salah satu sahabatnya, Abu Dzar Al-Ghifari. Beliau mengatkan:

جدد السفينة فإن البحر عميق

Artinya: “Bangunlah perahumu, karena sesungguhnya lautan yang akan kau seberangi itu sangat dalam”.

Jama’ah Jum’ah yang dimuliakan Allah,

Hadist ini ditafsirkan oleh para ulama dengan ay ahsin al-niyati fi kulli ma ta’ti, perbaikilah niatmu dalam setiap apa yang akan kamu lakukan. Dengan niatan yang kuat, maka kita semakin fokus pada tujuan yang ingin kita capai, meskipun banyak hambatan dan rintangan yang mendera.

Selain itu, niat menjadi penentu apakah sebuah perbuatan yang dilakukan bernilai baik di hadapan Allah, atau sebaliknya, perbuatan tersebut bernilai buruk di hadapan-Nya. Boleh jadi, secara lahir perbuatan itu baik, namun karena niatnya jelek, maka nilainya jelek di sisi Allah swt. sebaliknya, sebuah perbuatan boleh jadi nampaknya biasa saja, namun ia dinilai baik di sisi Allah swt. Rasulullah saw mengingatkan:

كم من عمل يتصور بصورة أعمال الدنيا ثم يصير من أعمال الأخرة بحسن النية وكم من عمل يتصور بصورة أعمال الأخرة ثم يصير من أعمال الدنيا بسوء النية

Artinya: “Berapa banyak amal yang menyerupai amal dunia, kemudian ia menjadi amal akhirat karena baiknya niat, dan berapa banyak amal perbuatan yang menyerupai amal akhirat kemudia ia menjadi amal dunia karena buruknya niat.”

Jama’ah Jum’ah yang dimuliakan Allah,

Mengingat pentingnya niat dalam amal perbuatan manusia, terlebih apakah suatu amal tersebut nantinya dicatat sebagai kebaikan yang tentunya bernilai ibadah di hadapan-Nya, atau kah bukan, maka kiranya pentig bagi kita semua untuk menengok diri kita masing-masing. Adakah niatan kita dalam melakukan sesuatu apapun bentuknya, telah bernilai ibadah kepada Allah, ataukah belum. Lebih-lebih saat ini kita masih dalam suasana Muharram, bulan pertama dalam kalender qamariyah, tahun baru islam. Ada baiknya kita menata niat untuk satu tahun ke depan, agar satu tahun ke depan semua yang kita lakukan memiliki nilai ibadah di sisi-Nya. Syaikh Ibnu Athaillah Al-Sakandari mengingatkan, “Sesutu yang awalnya bercahaya, maka akhirnya pun juga akan bercahaya.”

Semoga momentum Muharram tahun ini, menjadikan diri kita semakin mawas diri dalam setiap hal, serta menjadikan diri kita semakin memantapkan niat dalam taqarrub kepada-Nya. Dan semoga saat kita dipanggil oleh-Nya, kita bisa menghadap-Nya dengan husnul khatimah. Aamiin.

Komentar