Jumat, 14 Februari 2025

Syaikh Ahmad Abdul Hadi Abdul Ghawwad Fliefil, Mab’uts Azhar

 

Syaikh Ahmad Abdul Hadi Abdul Ghawwad Fliefil, Mab’uts Azhar

Kedatangan, Selama, dan Kepulangan



Syaikh Ahmad Abdul Hadi Abdul Ghawwad Fliefil merupakan salah satu diantara mab’uts azhari yang ditugaskan di Indonesia. Bersamanya para mab’uts azhari lain yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia yang jumlahnya berkisar antara 30 an orang. Ia merupakan native speaker pertama yang ada di UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung dan secara intens mengajar di Kampus Dakwah dan Peradaban.

Kedatangan

Saya tidak ingat secara pasti kapan ia tiba di Indonesia. Yang saya ingat, ia datang di Indonesia pada awal tahun 2022. Jika melihat pada kepulangannya di tanggal 31 Januari 2025, maka kedatangannya di awal bulan Februari 2022.

Pertama datang, Syaikh Ahmad langsung diarahkan di Ma’had Al-Jami’ah UIN Sayyid Ali Rahmatullah. Bahkan, ia sempat tinggal di Mabna Fatimah Az-Zahro’ untuk beberapa minggu sebelum akhirnya ditempatkan di rumah dinas. Masa-masa ini adalah masa terberatnya di UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.

Saya katakan “masa terberat” karena ini adalah masa-masa dimana ia harus beradaptasi dengan lingkungan barunya. Ia sempat mengeluh tidak bisa tidur karena setiap kali terganggu dengan kereta api. Selain itu, ia juga sempat mengeluh tidak bisa “hidup jauh” dari istri dan anak-anaknya.

Ia sempat juga meninjau ruangan di Masjid UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung karena merasa kurang nyaman tinggal di Ma’had. Namun, ia juga tidak berkenan dengan kondisi ruangan tersebut sampai akhirnya “rumah dinas” khusus mab’uts disiapkan.

Selama di UIN Sayyid Tulungagung

Setelah beradaptasi dengan lingkungan barunya, Syaikh Ahmad menemukan dan merasakan bahwa Indonesia, khususnya Tulungagung merupakan negara yang sangat luar biasa. Bahkan, tidak jarang ia bilang “Indonesia Jannat Al-Ardl,” Indonesia adalah surga di bumi.

Ia bahkan merasa sangat nyaman, sampai-sampai tidak ingin kembali ke negara asalnya, Mesir. Seandainya ia diminta memilih, ia ingin tetap berada di Indonesia bersama dengan keluarganya.

Selama di Indonesia, Syaik Ahmad lebih banyak berkecimpung di Ma’had. Sebagai pengajar Al-Qur’an bagi mahasantri ma’had mukim, mengisi berbagai kegiatannya, dan juga sebagai pengajar di madrasah diniyah, pada program tahfidz.



Selain itu, banyak juga prodi yang menggunakannya untuk mengajar sekaligus memberikan ketrampilan tertentu. Misalnya pada matakuliah “maharah al-kalam, al-qira’ah” pada prodi Bahasa dan Sastra Arab dan juga Pendidikan Bahasa Arab. Disamping itu, beliau juga mengajar matakuliah lain seperti Studi Qur’an dan Hadits, Fiqih Ibadah, Tafsir dan sebagainya. Semua dijalaninya dengan penuh dedikasi, kedisiplinan, dan penuh keikhlasan.

Syaikh Ahmad berbagi ilmu dan pengetahuannya tidak hanya di kampus, tetapi juga di tempat-tempat yang lain. Tidak jarang ia diminta untuk mengisi kegiatan di Pondok Pesantren, madrasah, sekolah dan sebagainya. Saat Ramadhan tidak jarang ia diminta untuk menjadi imam tarawih di masjid di sekitar kampus, maupun di luar seperti Blitar dan Kediri. Ia benar-benar mencurahkan segenap perhatiannya untuk i’lai kalimatillah di bumi “Zamrud Kathulistiwa.”

Penulis sendiri pernah mendampinginya saat mengisi kegiatan di SMP IT dan SMA IT KH. Bisyri di bawah naungan Pondok Pesantren Mamba’ul Ulum Sempu. Saat itu ia memberikan motivasi kepada para santri agar giat dalam menuntut ilmu. Bahwa islam didirikan atas ilmu dan para santri sebagai generasi penerus juga sudah seharusnya memiliki perhatian serius pada perkembangan ilmu. Demikian halnya mereka harus mempersiapkan dirinya untuk menjadi “pemimpin” di masa mendatang, tentunya dengan “bekal” ilmu.



Penulis juga mendampinginya saat mengisi Isra’ Mi’raj di SD Negeri Winong I Kalidawir. Kehadiran Syaikh Ahmad atas undangan Kepala Sekolah SD Negeri Winong I, Bapak Imam Sopingi, S.Pd.I. Di sini ia berbagi ilmunya untuk siswa-siswi juga untuk para wali siswa. Dan setelah itu, kami berkunjung ke Pantai Sinei untuk bersantai, menikmati panorama alamnya yang indah serta untuk menikmati ikan bakar.

Pribadi Sederhana dan Supel

Syaikh Ahmad merupakan pribadi yang sederhana dan supel. Kesederhanaan itu tercermin dari cara berpenampilan, bergaul, dan perilaku kesehariannya. Ia tidak pernah mengeluhkan tentang fasilitas yang diberikan, ia juga tidak menuntut untuk dihormati secara lebih. Bahkan ia dengan santainya bergaul dengan semua orang layaknya saudara.

Syaikh Ahmad juga tidak menuntut untuk diantar dengan mobil. Bahkan beberapa kali saya mengajaknya ke rumah dengan mengendarai sepeda motor. Ia tidak mengeluh. Baginya yang paling penting bisa bersilaturahim, dimana silaturahim merupakan ajaran dari Rasulullah Saw.



Penulis merasa beruntung karena banyak pengalaman serta pengetahuan yang penulis dapatkan dengan keberadaan Syaikh Ahmad. Tidak jarang kami terlibat diskusi kecil. Diskusi ini mengalir tanpa diplaning sebelumnya. Tentang masalah hukum agama, fiqih, tafsir, budaya dan banyak hal.

Penulis masih teringat di awal kehadirannya, Syaikh Ahmad sempat marah melihat seorang mahasiswi yang “salim” dengan “dosen laki-laki”. Panjang sekali nasihatnya. Waktu itu di Pondok Pesantren Darul Akhwan yang diasuh oleh Prof. Sokib, M.Pd.I. saat bulan Syawwal. Ya, lebaran pertama di Indonesia. Satu tradisi yang tentunya dianggap “lumrah” oleh muslim Indonesia, bukan untuk orang Mesir.










            Syaikh Ahmad juga sempat berkunjung ke rumah. Bahkan saat keluarganya ke Indonesia, Lamiya (istri), Rufaida (anak pertama) dan Malik (anak kedua), ia juga mengajak keluarganya untuk berkunjung ke rumah penulis. Tentu dengan suguhan “ala kadarnya” dan gubuk yang “sangat sederhana.”

Alhamdulillah, ia merasa nyaman dan enjoy meski dengan fasilitas yang terbatas dan sederhana. Makanan sederhana pula, “sambel terong” dan kelengkapannya. Alhamdulillah tetap saja beliau merasa nyaman, bersyukur dan tidak mengeluh.

Kembali ke Mesir

Kepulangan Syaikh Ahmad ke Mesir sudah mulai terasa pada pertengahan tahun 2024. Para sahabatnya yang tergabung dalam gruop “Relawan Syaikh Ahmad” mulai merasakan hawa kepulangannya.



Hari-hari terakhir Syaikh Ahmad di Tulungagung diisi dengan berbagai kegiatan untuk memberikan penghormatan kepadanya. Ada rasa carut marut dalam diri setiap orang yang pernah mengenalnya. Gembira karena ia akan bertemu dengan keluarga, namun sekaligus sedih karena secara fisik akan berjauhan.

Di hari-hari akhir sebelum kepulangannya, Alhamdulillah Syaikh Ahmad sempat berkunjung ke rumah bersama dengan para sahabat. Masak bersama, makan bersama dan berbagi cerita bersama. Saya juga meminta do’a kepadanya agar diberi keberkahan bagi keluarga.



Syaikh Ahmad nampak sangat berat meninggalkan Tulungagung. Bahkan beberapa kali ia nampak menangis karena akan berpisah dengan keluarga barunya di Tulungagung ini.

Saya bersama dengan kru Ma’had dipercaya untuk mengantar kepulangan Syaikh Ahmad sampai ke Jakarta. Saat perjalanan menuju Jakarta Syaikh berkata, di awal kehadirannya di Tulungagung, saya bersama ustadz Fatoni dan saat akhirnya di Indonesia saya juga bersama ustadz Fatoni. Terima kasih ustadz Fatoni. Jazakallahu Khairan. Aamiin. Semoga dipertemukan kembali di lain kesempatan. Aamiin.

 

2 komentar:

  1. Sang pembaca ikut hanyut atas kepulangan beliau bapakk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga di jumpakan lagi di lain kesempatan. Aamiin

      Hapus

Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam

  Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam   اُلله أَكْبَرُ (×٣) اُلله أَكْبَرُ (×٣) اُلله اَكبَرُ (×٣) اُلله أَكْبَرُ كُلَّمَا...