Sabtu, 04 Maret 2017

Mengawali Do'a



Permulaan Do’a

Sebagai seorang mukmin tentunya keistimewaan do’a sudah bukan hal yang perlu diperdebatkan lagi. Kekuatan do’a telah dirasakan oleh jutaan bahkan miliaran orang mukmin di dunia. Do’a termasuk senjata bagi orang mukmin yang tidak boleh dikesampingkan. Berkaitan dengan hal ini Rasulullah SAW bersabda:

الدعاء سلاح المؤمن وعماد الدين ونورالسموات والأرض  (رواه الحاكم عن علي كرم الله وجهه)

Artinya: “Do’a adalah senjata orang mukmin, tiangnya agama dan cahaya (yang menerangi) langit dan bumi.” (diriwayatkan oleh Hakim dari Ali Karramallahu Wajhah)

Hadits di atas menjadi dasar pentingnya do’a bagi seorang mukmin. Do’a menjadi senjata yang dengan senjata itu seseorang bisa menjaga dirinya, memenuhi hajat hidupnya dan merubah keterpurukan menjadi keberuntungan. Do’a juga menjadi cahaya/nur yang menerangi kehidupan seorang mukmin sehingga dalam menjalani kehidupannya ia akan tetap berada dalam jalan yang lurus yang diridlai Allah SWT dan Rasul-Nya.

Yang patut disayangkan ternyata masih banyak diantara umat islam yang belum begitu meyakini kekuatan do’a. Buktinya, banyak sekali diantara umat islam yang lebih percaya kekuatan ikhtiar dan mengesampingkan do’a. Sebagian lain juga lebih suka untuk segera meninggalkan shalat dan beraktifitas setelah shalat selesai dijalankan.

Sebagai seorang mukmin seharusnya kita berusaha untuk meluangkan waktu kita untuk berdo’a, munajat  kepada Allah agar apa yang menjadi niatan dan hajat kita. Do’a harus menjadi bagian dari rutinitas dan keseharian yang tidak boleh kita lewatkan begitu saja. Kekuatan do’a menjadi tumpuan setiap muslim dan mukmin dalamsetiap usaha dan ikhtiar yang dilakukan.

Lantas bagaimana cara kita berdo’a kepada Allah? Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:

إذا أراد أحدكم أن يسأل  الله شيئا فليبدأ بمدحه تعالى والثناء عليه بما هو أهله، ثم يصلى على النبي صلى الله عليه ثم يسأل بعد فإنه أجدر أن ينجح أو يصيب (رواه الطبراني وغيره عن ابن مسعود رضي الله عنه ورجاله رجال صحيح)

Artinya: “Apabila salah satu diantara kalian semua menghendaki memohon sesuatu kepada Allah SWT, maka awalilah dengan memuji dan menyanjung kepada Allah SWT yang sepantasnya/sewajarnya, dan kemudian bacalah shalawat kepada Rasulullah SAW dan mohonlah menurut kebutuhanmu, maka patutlah do’a itu dikabulkan oleh Allah SWT.” (Diriwayatkan oleh Imam Thabrani dan yang lain dari Ibnu Mas’ud r.a dan rijalnya adalah rijal yang shahih)

Hadits di atas menjadi dasar bagaimana seharusnya seorang muslim memulai permohonannya kepada Allah SWT. Saat seorang mukmin hendak memulai berdo’a kepada Allah, maka hal yang pertama adalah memuji dan menyanjung Allah SWT. Allah adalah Dzat Yang Maha Kuasa di atas yang lain. Dialah tempat bergantung bagi semua manusia. Segala urusan baik bersifat duniawi maupun ukhrawi semua kembali kepada-Nya. Tiada sekutu baginnya di dunia ini. Dialah Dzat yang mengabulkan segala permohonan dan permintaan. Oleh karenanya sebelum seorang mukmin berdo’a hendaknya sebagai adab dalam berdo’a, ia memuji dan mengagungkan Allah sesuai dengan keagungan-Nya, penuh dengan ta’dzim dan merasa butuh terhadap pertolongan-Nya.

Setelah memuji Allah SWT maka hal yang juga tidak kalah penting adalah membaca shalawat kepada baginda agung Rasulullah Muhammad SAW. beliau adalah kekasih Allah. Ditangannyalah syafaat di gantungkan. Oleh karenanya bertawassul kepada beliau adalah hal yang menjadi keharusan bagi setiap umat Islam. Perihal kunci rahmat yang merupakan penentu syafaat itu terselip dalam ayat al-Qur’an:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ (107)

Artinya: “Dan tiadalah Aku mengutusmu (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.” (Q.S. al-Anbiya’ (21); 107)

Ayat al-Qur’an diatas menjadi dalil bahwa fungsi Rasulullah SAW di utus di dunia ini adalah sebagai rahmat bagi seluruh alam, baik makhluk awal maupun makhluk yang paling akhir sekalipun. Pemegang kunci rahmat adalah Rasulullah SAW, demikian halnya orang yang mampu member syafaat khususnya pada saat dibutuhkan syafaat al-udzma di mahsyar kelak adalah baginda agung Rasulullah SAW.

Mengingat kedudukan beliau yang agung disisi Allah SWT, maka beliau harus ditempatkan pada tempat yag semestinya. Demikian halnya dalam hal berdo’a kepada Allah SWT. Dalam berdo’a kepada Allah kita membutuhkan syafaat Rasulullah SAW agar do’a kita diijabahi oleh Allah. Bertawassul dengan keagungan beliau di sisi Allah. Itulah sebabnya setiap memulai do’a para ulama kita selalu membaca tahmid dan shalawat kepangkuan beliau Rasulullah SAW.

Dengan memulai do’a yang diawali dengan memuji Allah dan bershalawat atas Rasulullah SAW, maka besar kemungkinan do’a kita akan diijabahi Allah. Shalawat termasuk amal yang paling mudah dan tidak membutuhkan syarat yang berat sebagaimana amalan yang lain. 

Mengenai pentingnya memulai do’a dengan memuji Allah dan bershalawat kepada Rasulullah SAW, Imam al-Nasai meriwayatkan sebuah hadits:

الدعاء كله محجوب حتى يكون أوله ثناء على الله عز وجل وصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم ثم يدعو فيستجاب لدعائه. )رواه النسائى 
(
Artinya: “Semua do’a itu terhijab/terhalang sehingga permulaannya berupa pujian kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW kemudian berdo’a, maka do’anya itu diijabahi” (Riwayat al-Nasai)

Semua do’a terhalang, tidak akan sampai kepada Allah SWT hingga do’a itu diawali dengan memuji Allah SWT dan bershalawat atas beliau Rasulullah SAW. Dengan memuji Allah dan bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW kemudian berdo’a maka do’a itu akan sampai kepada Allah SWT. Demikian menurut keterangan hadits Rasulullah SAW.

Sebagai orang mukmin maka sudah seharusnya kita senantiasa berhubungan secara ruhani kepada beliau Rasulullah SAW. Menjalin hubungan yang baik dengan Rasulullah bisa kita lakukan dengan memperbanyak shalawat kepada beliau dan berusaha semaksimal mungkin untuk selalu mematuhi ddan meneladani setiap tuntunannya. Dengan terus menjalin hubungan ruhani kepada beliau Nabi Muhammad SAW maka  akan diangkat derajat kita di sisi Allah dan Rasulullah SAW. Dalam kitab Tafsir Shawi juz 2 disebutkan:

فبقدر القرب من رسول الله صلى الله عليه وسلم يكون القرب من الله  (الصاوي الثاني: 331)

Artinya: “Maka, seberapa dekat (seseorang) dari Rasulullah SAW, maka sebegitulah ukuran dekatnya kepada Allah SWT.” (Tafsir al-Shawi, juz 2; 331)

Seberapa kedekatan kita kepada Rasulullah SAW, maka sebegitulah kedekatan kita kepada Allah SWT. yang tahu seberapa dekatnya kita kepada beliau hanyalah Allah. Oleh karenanya husnudzan kepada setiap orang harus kita kedepankan sebelum kita merendahkannya. Hati yang diliputi oleh keimanan kepada Allah akan selalu husnudzan kepada setiap makhluk Allah.

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…


Jumat, 03 Maret 2017

Menjaga Shalat



Menjaga Shalat
(Edisi Khutbah Jum’at)

Tema khutbah jum’at kali ini adalah menjaga shalat. Shalat adalah tiang agama sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa shalat adalah tiang agama, barangsiapa yang mendirikan shalat, maka sama artinya dengan mendirikan agama, dan barangsiapa yang meninggalkan shalat, sama artinya dengan meruntuhkan agama.

Pada hari khatib menyampaiakan pesan tentang pentingnya mejaga shalat. Shalat bisa dijadikan sebagai benteng pertahanan agar kita menjadi seorang yang selamat di dunia dan akhirat. Dengan senantiasa menjaga shalat tepat pada waktunya maka hidup kita akan dijaga oleh Allah SWT.

Ibadah shalat sebaiknya dilaksanakan dengan berjamaah bersama – sama baik di masjid maupun mushalla. Dalam khutbah kali ini khtaib juga menyampaikan hadits Rasulullah SAW yang menerangkan tentang fadlilah shalat berjamaah di Masjid Nabawi selama 40 kali berturut – turut. Sabda Rasulullah SAW:

عن انس بن مالك قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم  من صلى فى مسجدى أربعين صلاة لا تفوته صلاة كتبت له براءة من النار وبراءة من العذاب وبراءة من النفاق (أحمد عن أنس)

Artinya: “Dari Anas bin Malik ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘Barangsiapa shalat di Masjidku ini 40 shalat yang tidak terlewatkan satu shalatpun, maka dicatat baginya bebas dari neraka, bebas dari siksa dan bebas dari munafik.” (H.R. Ahmad dari Anas)

Hadits diatas menjelaskan bahwa barangsiapa yang 40 kali berturut – turut shalat di masjid nabawi maka Allah akan mencatatnya terbebas dari tiga hal, pertama, bebas dari neraka, kedua bebas dari siksa dan ketiga bebas dari munafik. Empat puluh shalat itu harus dilaksanakan secara berjamaah dan tidak boleh ada sekali saja yang terlewatkan. Artinya harus istiqamah dan kontinyu.

Apabila kita tidak bisa menjalankan shalat di Masjid Nabawi karena kondisi biaya dan sebagainya, maka Rasulullah SAW memberikan kemudahan bagi kita dengan melaksanakan shalat berjamaah di masjid ataupun mushalla yang berdekatan dengan rumah kita. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:

عن أنس قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم :  من صلى أربعين ليلة في جماعة كتب له براءة من النار و براءة من النفاق 

Artinya: “Dari Anas ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: ‘Barangsiapa shalat 40 malam secara berjamaah, maka ia akan dicatat bebas dari neraka dan bebas dari munafik.”

            Hadits diatas menjadi dasar tentang fadlilah shalat berjamaah. Orang yang secara istiqamah melaksanakan shalat berjamaan di masjid ataupun mushalla dengan istiqamah selama 40 kali berturut – turut, Allah SWT akan membebaskanya dari api neraka dan dari sifat munafik.

            Semoga bermanfaat…
            Allahu A’lam …



Rabu, 01 Maret 2017

Jangan Biarkan Nuranimu Tertutup Akalmu



Jangan Biarkan Nuranimu Tertutup Akalmu

Akal diciptakan oleh Allah agar manusia menggunakannya untuk berfikir. Berfikir yang dimaksud disini tentunya adalah berfikir positif. Dengan akal manusia bisa membedakan antara yang haq dan bathil. Disinilah peranan akal sebagai organ penting dalam diri manusia.

Meskipun akal memiliki peran penting dalam kehidupan manusia akan tetapi keberadaannya masih tetap terbatas. Keterbatasan itu lah yang menyebabkan akal tidak mampu untuk menjangkau hal – hal yang bersifat ghaib. Wilayah yang tidak bisa dijangkau oleh akal ini harus diimani bukan lantas kemudian dikesampingkan karena dianggap tidak masuk akal.

Tidak semua hal harus dirasio dengan akal yang kita punya. Terkadang memang kita harus percaya dan beriman kepada hal yang tersebut karena telah diinformasikan oleh Allah dalam kitab suci-Nya. Kebenaran kitab suci –dalam hal ini al-Qur’an-  sebagai kitab yang diturunkan oleh Allah untuk pedoman hidup umat manusia sudah tidak perlu diragukan lagi. Sejarah telah mencatat berapa banyak orang yang hendak membuat tandingan yang semisal al-Qur’an, namun pada akhirnya harus bertekuk lutu dihadapan al-Qur’an. Andai al-Qur’an bukanlah wahyu Allah SWT tentulah didalamnya banyak terdapat kontradiksi. Toh nyatanya samapai saat ini setidaknya, belum ada orang yang mampu menyaingi al-Qur’an.

Di dalam al-Qur’an Allah SWT memberikan jaminan secara langsung terhadap kemurnian al-Qur’an. Kemurnian al-Qur’an sampai kapanpun akan terjaga berdasarkan firman tersebut. Ayat tersebut sekaligus menjadi bukti adanya kekuatan diluar diri manusia yang tak terbatas. Kekuatan yang Maha diatas segala maha. Kekuatan yang kekuasaan-Nya meliputi seluruh alam raya.

Pada kenyataannya kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang semakin pesat tiap harinya terkadang menjadikan manusia lupa akan kekuatan Maha Dahsyat diluar dirinya. Otak manusia yang tadinya memiliki kecenderungan untuk menangkap hal positif dan selalu tunduk pada kemauan Tuhannya, tidak jarang karena penuh sesaknya otak itu dengan ilmu – ilmu rasionalnya menyebabkannya menjadi lupa daratan. Banyak hal yang menjadi wilayah – wilayah keimanan seringkali diterjang bahkan dikesampingkan karena dianggap sebagai hal yang tak masuk akal.

Artikel singkat ini ingin mengingatkan khususnya pada penulis sendiri bahwa seberapapun kehebatan akal, ia tidak akan mampu untuk menjangkau hal – hal yang bersifat esoteric dan transenden. Wilayah yang menuntut adanya ketertundukan akal pada yang Maha diatas segalanya. Akal harus didudukkan dan difungsikan sebagaimana mestinya sehingga tidak mengalami overloud sehingga keluar dari kodratnya.

Kebenaran tertinggi dari manusia biasanya muncul dari nurani. Nurani dianggap sebagai relung hati terdalam yang memiliki kepekaan tingkat tinggi. Nurani manusia biasanya muncul sebagai bagian dari kasih sayang Tuhan untuk menunjukkan kepada manusia jalan yang benar. Bisikan nurani biasanya muncul pertama kali sebagai getaran hati.

Kecerdasan akal yang luar biasa seringkali menyebabkan ia menganggap bahwa akal adalah segalanya. Hal inilah yang sering menyebabkan nurani itu tertutupi sehingga manusia tidak lagi berbuat hal luhur dan suci. Perbuatan yang muncul hanyalah perbuatan – perbuatan yang didasari karena kehendak nafsu yang ada dalam dirinya.

Sebagai catatan penting, bahwa nafsu menjadi faktor dominan yang menyebabkan akal selalu berfikir apa untungnya bagi saya. Akal selalu itung – itungan ketika melakukan sesuatu. Inilah yang seringkali menyebabkan nurani mati dan tidak memiliki kepekaan dalam kehidupan social maupun sebagai makhluk berketuhanan.

Berkaitan dengan hal ini Rasulullah SAW mengingatkan umatnya dengan salah satu haditsnya:

ألا إن فى الجسد لمضغة إن صلحت صلح الجسد كله وإن فسدت فسد الجسد كله ألا وهي القلب

Artinya: “Ingatlah, sesungguhnya dalam jasad manusia itu terdapat segumpal darah, apabila ia baik, maka baiklah seluruh jasad, jikalau ia buruk maka buruklah seluruh jasad, ingatlah segumpal darah itu adalah hati.”

Rasulullah SAW mengingatkan kepada umat manusia agar senantiasa berusaha membersihkan hati. Hati inilah yang disebut – sebut sebagai nurani. Nurani yang secara bahasa berasal dari kata nur yang artinya cahaya. Hati yang selalu mendapat cahaya ketuhanan dari Allah SWT. 

Ilmu pengetahuan adalah hal yang baik. Bahkan tanpa ilmu pengetahuan manusia bagaikan binatang. Oleh karena itulah islam sangat menekankan kepada umatnya untuk senantiasa menuntut ilmu dimanapun dan kapanpun ia berada. Bahkan semenjak manusia masih ada dalam kandungan manusia sudah diwajibkan menuntut ilmu. Itulah mengapa sabda Rasulullah SAW dalam hadits:

طلب العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة من المهد إلى اللحد

Artinya: “Menuntut ilmu itu diwajibkan atas semua muslim laki – laki dan perempuan mulai dari bandulan sampai liang lahat”.

Ketika manusia berada di dalam rahim, posisinya adalah menggantung. Itulah mengapa dalam al-Qur’an untuk menunjuk salah satu dari proses perkembangan janin saat masih dalam kandungan ibunya digunakan kata ‘alaqah, yang artinya tergantung. Isyarat ini menunjukkan bahwa posisi janin dalam rahim itu menggantung. Fakta ini didukung oleh ilmu sains modern yang juga menyatakan hal yang sama.

Urgensi ilmu memang penting bagi manusia, namun lagi – lagi Rasulullah SAW juga mengingatkan dalam haditsnya:

من ازداد علما ولم يزدد هدى لم يزدد من الله إلا بعدا

Artinya: “Barangsiapa yang semakin bertambah ilmunya tetapi tidak bertambah petunjuknya, maka ia tidak semakin dekat kepada Allah meliankan semakin jauh”.

Orang yang semakin cerdas terkadang menjadi kagum dengan kecerdasan yang dimiliki. Ia selalu mengandalkan kekuatan akal dalam melakukan setiap tindakan yang dilakukannya. Tidak jarang sesuatu yang salah juga menjadi benar dan sah karena kelihaian akal dalam mengolah berbagai alasan pembenaran tindakannya. Hal inilah yang menyebabkan munculnya kelompok antrophosentris, kelompok yang menganggap bahwa manusia adalah pusat dari segalanya. 

Hadits Rasulullah SAW diatas kiranya sudah cukup menjadi bukti bahwa seperti apapun kecerdasan kita, kekayaan ilmu yang kita miliki, jangan sampai menutup nurani kita untuk tetap berpegang kepada kebenaran suci yang bersumber dari ilahi. Untuk kepentingan ini, maka hidayah Allah memiliki peran yang sangat penting untuk mendapat hidayah.

Hidayah bisa diupayakan. Caranya adalah dengan memperbanyak dzikir, shalawat dan mujahadah. Berusaha untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah dan mengingat Allah dalam setiap waktu dan kesempatan. Dengan selalu mengingat Allah dan bermujahadah, maka hati kita akan diberi hidayah Allah sehingga bisa berjalan pada jalan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…

Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam

  Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam   اُلله أَكْبَرُ (×٣) اُلله أَكْبَرُ (×٣) اُلله اَكبَرُ (×٣) اُلله أَكْبَرُ كُلَّمَا...