Permulaan Do’a
Sebagai seorang mukmin tentunya keistimewaan do’a sudah bukan hal
yang perlu diperdebatkan lagi. Kekuatan do’a telah dirasakan oleh jutaan bahkan
miliaran orang mukmin di dunia. Do’a termasuk senjata bagi orang mukmin yang
tidak boleh dikesampingkan. Berkaitan dengan hal ini Rasulullah SAW bersabda:
الدعاء
سلاح المؤمن وعماد الدين ونورالسموات والأرض
(رواه الحاكم عن علي كرم الله وجهه)
Artinya: “Do’a adalah senjata orang mukmin, tiangnya agama dan cahaya
(yang menerangi) langit dan bumi.” (diriwayatkan oleh Hakim dari Ali
Karramallahu Wajhah)
Hadits di atas menjadi dasar pentingnya do’a bagi seorang mukmin. Do’a
menjadi senjata yang dengan senjata itu seseorang bisa menjaga dirinya,
memenuhi hajat hidupnya dan merubah keterpurukan menjadi keberuntungan. Do’a
juga menjadi cahaya/nur yang menerangi kehidupan seorang mukmin sehingga dalam
menjalani kehidupannya ia akan tetap berada dalam jalan yang lurus yang
diridlai Allah SWT dan Rasul-Nya.
Yang patut disayangkan ternyata masih banyak diantara umat islam
yang belum begitu meyakini kekuatan do’a. Buktinya, banyak sekali diantara umat
islam yang lebih percaya kekuatan ikhtiar dan mengesampingkan do’a. Sebagian
lain juga lebih suka untuk segera meninggalkan shalat dan beraktifitas setelah
shalat selesai dijalankan.
Sebagai seorang mukmin seharusnya kita berusaha untuk meluangkan
waktu kita untuk berdo’a, munajat kepada
Allah agar apa yang menjadi niatan dan hajat kita. Do’a harus menjadi bagian
dari rutinitas dan keseharian yang tidak boleh kita lewatkan begitu saja. Kekuatan
do’a menjadi tumpuan setiap muslim dan mukmin dalamsetiap usaha dan ikhtiar
yang dilakukan.
Lantas bagaimana cara kita berdo’a kepada Allah? Dalam sebuah
hadits Rasulullah SAW bersabda:
إذا أراد أحدكم أن
يسأل الله
شيئا فليبدأ بمدحه تعالى والثناء عليه بما هو أهله، ثم يصلى على النبي صلى الله
عليه ثم يسأل بعد فإنه أجدر أن ينجح أو يصيب (رواه
الطبراني وغيره عن ابن مسعود رضي الله عنه ورجاله رجال صحيح)
Artinya: “Apabila salah satu diantara kalian semua menghendaki
memohon sesuatu kepada Allah SWT, maka awalilah dengan memuji dan menyanjung
kepada Allah SWT yang sepantasnya/sewajarnya, dan kemudian bacalah shalawat
kepada Rasulullah SAW dan mohonlah menurut kebutuhanmu, maka patutlah do’a itu
dikabulkan oleh Allah SWT.” (Diriwayatkan oleh Imam Thabrani dan yang lain
dari Ibnu Mas’ud r.a dan rijalnya adalah rijal yang shahih)
Hadits di atas menjadi dasar bagaimana seharusnya seorang muslim
memulai permohonannya kepada Allah SWT. Saat seorang mukmin hendak memulai
berdo’a kepada Allah, maka hal yang pertama adalah memuji dan menyanjung Allah
SWT. Allah adalah Dzat Yang Maha Kuasa di atas yang lain. Dialah tempat
bergantung bagi semua manusia. Segala urusan baik bersifat duniawi maupun
ukhrawi semua kembali kepada-Nya. Tiada sekutu baginnya di dunia ini. Dialah Dzat
yang mengabulkan segala permohonan dan permintaan. Oleh karenanya sebelum
seorang mukmin berdo’a hendaknya sebagai adab dalam berdo’a, ia memuji dan
mengagungkan Allah sesuai dengan keagungan-Nya, penuh dengan ta’dzim dan merasa
butuh terhadap pertolongan-Nya.
Setelah memuji Allah SWT maka hal yang juga tidak kalah penting
adalah membaca shalawat kepada baginda agung Rasulullah Muhammad SAW. beliau
adalah kekasih Allah. Ditangannyalah syafaat di gantungkan. Oleh karenanya
bertawassul kepada beliau adalah hal yang menjadi keharusan bagi setiap umat
Islam. Perihal kunci rahmat yang merupakan penentu syafaat itu terselip dalam
ayat al-Qur’an:
وَمَا
أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ (107)
Artinya: “Dan tiadalah Aku mengutusmu (Muhammad) melainkan
sebagai rahmat bagi semesta alam.” (Q.S. al-Anbiya’ (21); 107)
Ayat al-Qur’an diatas menjadi dalil bahwa fungsi Rasulullah SAW di
utus di dunia ini adalah sebagai rahmat bagi seluruh alam, baik makhluk awal
maupun makhluk yang paling akhir sekalipun. Pemegang kunci rahmat adalah
Rasulullah SAW, demikian halnya orang yang mampu member syafaat khususnya pada
saat dibutuhkan syafaat al-udzma di mahsyar kelak adalah baginda agung
Rasulullah SAW.
Mengingat kedudukan beliau yang agung disisi Allah SWT, maka beliau
harus ditempatkan pada tempat yag semestinya. Demikian halnya dalam hal berdo’a
kepada Allah SWT. Dalam berdo’a kepada Allah kita membutuhkan syafaat
Rasulullah SAW agar do’a kita diijabahi oleh Allah. Bertawassul dengan
keagungan beliau di sisi Allah. Itulah sebabnya setiap memulai do’a para ulama
kita selalu membaca tahmid dan shalawat kepangkuan beliau Rasulullah SAW.
Dengan memulai do’a yang diawali dengan memuji Allah dan
bershalawat atas Rasulullah SAW, maka besar kemungkinan do’a kita akan
diijabahi Allah. Shalawat termasuk amal yang paling mudah dan tidak membutuhkan
syarat yang berat sebagaimana amalan yang lain.
Mengenai pentingnya memulai do’a dengan memuji Allah dan
bershalawat kepada Rasulullah SAW, Imam al-Nasai meriwayatkan sebuah hadits:
الدعاء
كله محجوب حتى يكون أوله ثناء على الله عز وجل وصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم
ثم يدعو فيستجاب لدعائه. )رواه النسائى
(
Artinya: “Semua do’a itu terhijab/terhalang sehingga
permulaannya berupa pujian kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan shalawat kepada Nabi
Muhammad SAW kemudian berdo’a, maka do’anya itu diijabahi” (Riwayat
al-Nasai)
Semua do’a terhalang, tidak akan sampai kepada Allah SWT hingga do’a
itu diawali dengan memuji Allah SWT dan bershalawat atas beliau Rasulullah SAW.
Dengan memuji Allah dan bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW kemudian berdo’a
maka do’a itu akan sampai kepada Allah SWT. Demikian menurut keterangan hadits
Rasulullah SAW.
Sebagai orang mukmin maka sudah seharusnya kita senantiasa
berhubungan secara ruhani kepada beliau Rasulullah SAW. Menjalin hubungan yang
baik dengan Rasulullah bisa kita lakukan dengan memperbanyak shalawat kepada
beliau dan berusaha semaksimal mungkin untuk selalu mematuhi ddan meneladani
setiap tuntunannya. Dengan terus menjalin hubungan ruhani kepada beliau Nabi
Muhammad SAW maka akan diangkat derajat
kita di sisi Allah dan Rasulullah SAW. Dalam kitab Tafsir Shawi juz 2
disebutkan:
فبقدر
القرب من رسول الله صلى الله عليه وسلم يكون القرب من الله (الصاوي الثاني: 331)
Artinya: “Maka, seberapa dekat (seseorang) dari Rasulullah SAW,
maka sebegitulah ukuran dekatnya kepada Allah SWT.” (Tafsir al-Shawi, juz
2; 331)
Seberapa kedekatan kita kepada Rasulullah SAW, maka sebegitulah
kedekatan kita kepada Allah SWT. yang tahu seberapa dekatnya kita kepada beliau
hanyalah Allah. Oleh karenanya husnudzan kepada setiap orang harus kita
kedepankan sebelum kita merendahkannya. Hati yang diliputi oleh keimanan kepada
Allah akan selalu husnudzan kepada setiap makhluk Allah.
Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…
Komentar
Posting Komentar