Jangan Duduk Bersama Orang Alim?



Jangan Duduk Bersama Orang Alim?

Seorang alim adalah mereka yang di anugerahi pengetahuan luas oleh Allah SWT. mereka memiliki keluasan ilmu yang dengannya ia dapat berjuang untuk memperbaiki diri, keluarga dan umatnya agar sadar kepada Allah SWT wa Rasulihi SAW.

Berkumpul dengan para alim untuk mendapatkan berkah ilmunya sangat di anjurkan. Dengan berkumpul bersama para alim ulama maka sedikit demi sedikit pengetahuan kita akan bertambah. Dengan bertambahnya ilmu yang kita miliki diharapkan kematangan dan kedewasaan dalam berpikir, bersikap dan bertindak serta dalam aspek ubudiyah semakin menunjukkan perubahan kea rah yang lebih positif dari sebelumnya.

Akan tetapi ternyata tidak semua orang alim boleh kita dekati. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW. bersabda:

لاتجلسوا عند كل عالم إلا لعالم يدعوكم من خمس إلى خمس: من الشك إلى اليقين ومن الرياء إلى الإخلاص ومن الكبر إلى التواضع ومن الرغبة إلى الزهد ومن العداوة إلى النصيحة (ذكر فى إحياء علوم الدين الجزء الأول ص. 19)

Artinya: Janganlah kalian duduk di sisi setiap orang alim kecuali orang alim yang mengajak meninggalkan lima hal menuju lima hal yang lain; dari ragu – ragu kepada yakin, dari riya’ menuju ikhlas, dari seifat sombong menuju rendah hati, dari cinta dunia menuju zuhud, dan dari permusuhan menuju kebaikan (persatuan). (Disebutkan dalam kitab Ihya’ Ulumi al-Din, juz 1, hal. 49)

Dalam hadits di atas Rasulullah SAW melarang kita duduk bersama orang – orang alim, kecuali orang alim yang mengajak meninggalkan lima hal menuju lima hal yang lain:

Pertama, dari ragu – ragu kepada yakin. Apa maksudnya? Ragu – ragu akan ke-uluhiyah- an Allah. Meyakini seyakin – yakinnya bahwa Allah adalah satu – satunya Tuhan yang patut di sembah. Dia-lah Dzat Yang menciptakan dan mengatur seluruh alam beserta isinya. Keyakinan semacam ini harus benar – benar tertancap dan mengakar dalam hati bukan hanya sebatas pengetahuan secara lisan. Seorang alim yang patut kita duduk di sisinya untuk menimba ilmu dan pengetahuan adalah seorang alim yang mampu menunjukkan jalan dan mengantar kita pada kesadaran kepada Allah sehingga meyakini keberadaan-Nya, dan ke-uluhiyah-an-Nya dalam setiap detik waktu yang kita lalui. Bila tidak meski ilmunya seluas samudera nan luas, berdasarkan hadits di atas laa tajlisuu.

Kedua, dari riya’ menuju ikhlas. Riya’ adalah salah satu penyakit hati yang menyebabkan setiap amal perbuatan menjadi hancur. Hancur dalam arti sampai pada akar – akarnya karena riya’ merusak bangunan asal setiap amal. Tidak semua orang alim mengajak kita untuk meninggalkan perbuatan riya’ –dalam arti yang hakiki. Banyak orang alim mengajak meninggalkan riya’ tetapi ya hanya sebatas dzahirnya saja. Sementara batinnya? Ia jauh dari upaya mengajak seorang murid untuk meninggalkan perbuatan riya’. Orang yang terjebak dalam perbuatan riya’ meski ilmunya luas, gaya bicaranya menakjubkan tetapi untuk perjalanan menuju wushul kepada Allah, ia tidak bisa dijadikan sebagai panutan. Berguru kepada orang alim semacam ini adalah sebuah kesalahan, - dalam arti berguru dalam menempuh perjalanan wushul kepada Allah. Adapun kalau hanya sebatas berguru untuk menimba ilmu secara syariat ya tidak masalah.

Ketiga, dari sifat sombong menuju rendah hati. Sombong adalah perasaan yang melihat bahwa dirinya memiliki kekuatan dan kemampuan. Orang yang memiliki rasa dalam dirinya mampu untuk melakukan sesuatu pada dasarnya dalam dirinya masih terdapat sifat sombong. Sikap sombong adalah sikap yang sangat tercela. Sombong adalah pakaian khusus yang hanya di miliki oleh Allah. Adapun makhluk, maka mereka sangat terkecam apabila dalam dirinya terdapat sikap sombong. Orang yang di dalam hatinya masih terdapat sifat sombong, maka ia tidak akan bisa merasakan kenikmatan surga. Ilmu tidaklah menjadi jaminan bagi seseorang untuk menjadi orang yang dekat dengan Allah. Ya, ilmu memang membuat seseorang semakin mudah untuk menuju surga. Mengapa demikian? Dengan ilmu yang di miliki seseorang bisa membedakan antara yang benar dan salah, bisa mengetahui mana yang diterima Allah dan mana yang ditolak. Dengan pengetahuan itu tentunya seharusnya ia terbantu menuju kepada kebaikan. Nyatanya, banyak orang yang tahu tetapi ia tidak mau tahu. Tahu itu perbuatan maksiat tetapi tetap juga masih dijalankan dan seterusnya. Nah, hadits di atas melarang kita bergaul dengan orang alim yang sombong. Sebaliknya apabila orang alim tersebut mau mengajak kita untuk meninggalkan kesombongan menuju ketawadlu’an, maka inilah yang kita ikuti. Orang tawadlu’ adalah orang yang selalu merasa rendah di hadapan Allah dan sesama makhluk. Ia tidak pernah memamerkan apa yang di miliki, tetapi ia menyadari bahwa semua itu hanyalah titipan dari-Nya.

Keempat, cinta dunia menujuu zuhud. Cinta dunia adalah pokok setiap kejahatan. Gara – gara cinta dunia, maka seringkali seseorang melakukan hal – hal yang di luar batas kewajaran. Hal ini lah yang sangat di kecam oleh agama. Banyak orang yang alim tetapi ilmunya tidak menjadikannya sebagai orang zuhud. Sebaliknya kealimannya seringkali di gunakan sebagai alat untuk meraup berbagai keuntungan. Orang alim seperti ini tidaklah patut kita dekati. Mendekati mereka sama halnya masuk ke dalam api neraka yang menyala – nyala. Kita boleh duduk tetapi bersama para alim yang mengajak kepada zuhud. Zuhud adalah sikap hati yang benci kepada dunia. Artinya bukan benci kemudian tidak mau sama sekali, tetapi yang dimaksud adalah tidak menjadikan dunia sebagai bagian dari apa yang ada dalam hati kita. Zuhud adalah sikap dalam menata hati agar tidak terpedaya oleh tipu daya dunia yang fana.

Kelima, permusuhan menuju kebaikan (persatuan). Banyak orang alim tetapi banyak pula di antara mereka yang lantas menggunakan kealimannya untuk memusuhi yang lainnya. Banyak orang alim berebut charisma, santri dan pengikut. Ini adalah hal uang sangat terkecam dalam Islam. Islam adalah agama yang cinta damai. Islam tidak pernah mengajarkan kepada umatnya untuk menyerang terlebih dahulu. Islam hanya akan berperang dalam kondisi terdesak untuk mempertahankan diri. Orang alim yang patut kita belajar darinya adalah mereka yang mengajarkan kedamaian, bukan mereka yang mengajarkan permusuhan meski dengan dalih agama.

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam …

Komentar

Posting Komentar