Dosa
Jariyah?
Sebuah
pesan messenger masuk pagi ini. Pesan itu berasal dari seorang sahabat yang
pernah bersama belajar dalam ruang kelas. Pesan itu menanyakan perihal sebuah
artikel dalam media sosial. Berikut pesannya:
Dalam
artikel itu tertera pada kalimat terakhir “Dosa Jariyah”. Pertanyaannya apakah
benar bahwa ada dosa jariyah? Kalau amal jariyah saya pernah mendengar, tetapi
kalau dosa jariyah rasanya masih kali ini saya mendengar.
Lantas
bagaimana dengan seorang wanita yang memposting fotonya di media sosial? Apakah
hal itu termasuk dosa yang bisa menyebabkan pelakunya mendapat dosa yang
mengantarkannya pada kehidupan yang penuh siksa di neraka? Jawabnya mungkin
yang paling berhak menjawab adalah para ulama fikih. Saya tidak punya kapasitas
untuk hal itu. Tetapi saya hanya akan mencoba untuk mengajukan beberapa
persoalan yang mungkin bisa kita jadikan pertimbangan dalam memutuskan suatu
perkara.
Pertama,
apakah benar bahwa gara – gara postingan yang dipublikasikan kemudian
seorang yang melihat berlaku maksiat menjadikan pemostingnya mendapat dosa?
Jika iya bagaimana dengan seseorang yang memposting sesuatu yang baik tetapi
karena pikiran yang melihat kotor ia kemudian berlaku maksiat meski postingan
itu baik., apa ia tetap mendapat dosa. Contoh wanita cantik yang memakai hijab.
Kedua,
jika tidak berdosa, apakah diperbolehkan bagi seornag wanita memposting foto nya
padahal suaranya saja adalah aurat?
Ketiga,
jika suara seorang wanita adalah aurat, maka bolehkah seorang wanita
memperdengarkan suaranya sebagaimana saat ini yang marak baik dalam medsos
maupun dalam kehidupan sosial kita. Misalnya dalam kegiatan pengajian,
shalawatan dan sebagainya seringkali kita mendengar suara wanita, bahkan sering
juga bagian lantunan ayat suci al-Qur'annya adalah wanita. Dosakah ia?
Keempat,
jika hanya karena mendengar suara wanita, seseorang bisa berlaku maksiat,
apakah wanita itu juga berdosa? Karena seorang yang berpikiran kotor kadang mendengar suara saja bisa digunakan sebagai media pelampiasan hasratnya.
Bila
postingannya adalah sesuatu yang seronok yang menggugah sahwat misalnya,
mungkin itu bisa langsung kita katakana pelakunya berdosa. Bahkan mungkin
sampai ia kembali kepada Allah dan postingannya belum dihapus akan mendapat
kiriman (sekali lagi mungkin, karena bukan kapasitas saya). Tetapi bila sudah dihapus dan pelakunya bertobat, insyaallah lain lagi
ceritanya.
Yang
terpenting di era modern yang serba canggih ini adalah hendaknya kita berhati – hati
dalam berbagai persoalan, terutama dengan media sosial. Media sosial memiliki
pengaruh positif tetapi pengaruh negatifnya juga lebih banyak. Berapa banyak
para remaja yang jatuh pada berbagai kehidupan yang menyimpang disebabkan
karena pengaruh media sosial? Nah, inilah yang perlu kita waspadai. Cara
penggunaan media yang sesuai dengan syariat yang di syariatkan Allah kepada
kita itulah yang harus kita pertahankan. Paling tidak kita tidak terjerumus pada hal yang salah.
Media
sosial hanyalah alat yang memfasilitasi kita dalam mengekspresikan diri, baik
sebagai seorang individu maupun sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang
lain. Media sosial bisa mempererat jalinan silaturahmi, tetapi sebaliknya juga
bisa menjadi pemutus silaturahmi. Media sosial bisa menjadikan kita sebagai
orang yang peka terhadap kehidupan sosial, sebaliknya juga bukan tidak mungkin
menjadikan kita sebagai makhluk yang acuh dan cuek terhadap lingkungan. Jadi
bagaimana?
Semua
kembali kepada penggunanya. Bila penggunanya baik, maka insyaallah media itu akan
menjadi sesuatu yang baik dan bermanfaat. Sebaliknya ditangan orang yang buruk,
media akan menjadi sarana yang ampuh dalam menyebarkan kehancuran.
Adakah
dosa jariyah? Jawabannya saya kembalikan kepada para ulama yang ahli dalam
bidangnya. Maaf saya tidak begitu paham dalam urusan ini…
Semoga
bermanfaat…
Allahu
a’lam…
Komentar
Posting Komentar