Kuliah
Literasi Dosen
Hari ini, Rabu 15 Maret 2017, menjadi moment istimewa
bagi pegiat literasi di lingkup IAIN Tulungangung, pasalnya hari ini IAIN
Tulungagung kedatangan tamu istimewa seorang peneliti senior LIPI, Ahmad Najib
Burhani, M.A., M.Sc. Ph.D. yang sebenarnya datang ke IAIN untuk memenuhi
undangan bedah buku dari Pusat Kajian Islam Jawa dari Fakultas Ushuludin Adab
dan Dakwah. Moment ini segera dimanfaatkan oleh ketua pusat penelitian LP2M,
Dr. Ngainun Naim, M.Ag. untuk mengadakan acara dadakan bertajuk literasi dengan
tema “Kuliah Literasi Dosen”. Sontak acara dadakan ini mendapat respon yang
sangat luar biasa dikalangan dosen, buktinya banyak dosen yang hadir untuk
menimba ilmu dari peneliti muda dari LIPI ini.
Dalam kesempatan ini pak Najib memberikan banyak
pencerahan bagi para pegiat literasi dalam menghasilkan karya yang nantinya
akan diterbitkan dalam jurnal ilmiah terutama yang berstandar internasional.
Meski pada awalnya beliau mengatakan bahwa, sesungguhnya beliau tidak sungguh –
sungguh mempersiapkan materi untuk acara ini. Bukan tanpa alasan tentunya
–menurut penulis, lebih dikarenakan mendadaknya acara yang diadakan oleh LP2M,
meski demikian hasilnya sungguh luar biasa, banyak sekali hal – hal yang bisa
diambil sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam menghasilkan karya dalam
bentuk tulisan.
Saat penyampaian materi, beliau mengatakan bahwa kunci
utama dalam menulis adalah dengan menulis. Dengan terus berlatih menulis maka
tulisan – tulisan yang dihasilkan akan semakin berkualitas. Perlu diperhatikan,
bahwa agar tulisan kita menjadi sesuatu yang menarik bagi pembaca, adalah
dengan memunculkan sesuatu yang baru yang lain daripada yang lain. Sebenarnya
hal ini sudah seringkali disampaikan oleh banyak pemateri dalam kajian – kajian
literasi di lingkup IAIN, akan tetapi seringkali hal ini justru menimbulkan
kebingungan dan kegalauan yang berujung pada mandulnya hasil karya yang berupa
tulisan. Lantas bagaimana dengan pemateri satu ini?
Ahmad Najib Burhani memaparkan bahwa pada dasarnya untuk
menemukan hal – hal baru bukanlah sesuatu yang sulit. Segala sesuatu yang kita
alami, kita lihat, dan kita rasakan pada dasarnya adalah hal yang sama sekali
baru bagi kita. Kesulitan itu sesungguhnya berada pada kemampuan kita dalam
mempertemukan realitas yang kita temukan dengan frame keilmuan universal yang
kita dalami. Beliau memberikan gambaran sederhana misalnya saat terjadinya
kasus bela Islam. Apa yang dialami, dilihat dan dirasakan oleh seseorang yang
satu dengan yang lain tentunya tidak akan sama. Banyaknya orang yang hadir saat
kasus bela Islam yang terjadi beberapa waktu silam tentunya tidak memberikan
kesempatan bagi sebagian orang untuk bisa mendekat ke sosok yang menjadi figure
hero dalam kasus tersebut. Tidak semua orang berdiri di dekat Habib Rizieq
Syihab misalnya, atau K.H. Ma’roef Amin, ataupun Ahmad Dani. Ketidak mampuan
seseorang mendekat kepada sosok – sosok yang menjadi figure dalam peristiwa ini
tentunya menyebabkan ia tidak mengetahui informasi secara detail tentang figure
– figure tersebut. Sebaliknya mereka yang berada di dekat tokoh – tokoh
tersebut, tidak bisa melihat apa yang terjadi di tempat yang jauh dari mereka
berdiri dan seterusnya. Hal ini adalah hal baru yang kemudian bisa diangkat dan
dijadikan sebagai data dalam penulisan sebuah karya yang berkualitas.
Masalahnya, lagi – lagi pada persoalan bagaimana kita mempertemukan antara
realitas yang sedang dihadapi dengan frame keilmuan universal yang kita dalami.
Paparan di atas sebenarnya telah memberikan sebuah
titik terang bagi para pegiat literasi dalam sebuah upaya untuk menemukan
temuan baru dalam tulisan. Memang untuk mempertemukan itu bukan hal mudah,
tetapi semua membutuhkan proses. Disinilah pentingnya memiliki kesabaran dalam
menjalani proses. Dengan mengikuti proses secara benar niscaya apa yang
diidamkan akan bisa diraih dan diwujudkan.
Kesulitan lain dalam penulisan juga muncul dari
pembuatan abstrak dan pendahuluan. Di awal season Dr. Ngainun Naim, M.Ag.
sempat memberikan sindiran kepada semua yang hadir. Beliau menyampaikan bahwa
diantara hal yang sering dijumpai dalam pembuatan karya ilmiah ialah membuat
abstrak yang benar – benar abstrak. Abstrak semestinya dibuat dengan menarik
sehingga menggugah rasa penasaran bagi para pembaca sehingga mereka
terprofokasi untuk membaca secara tuntas. Nyatanya, banyak abstrak yang ketika
dibaca justru semakin menambah abstraknya tulisan sehingga sulit mencerna ide
dan gagasan apa yang hendak dimunculkan oleh seorang penulis.
Kaitannya dengan penulisan abstrak Ahmad Najib Burhani
menyampaikan ada beberapa hal kiranya yang bisa membantu untuk menjadikan
abstrak itu menarik. Abstrak dalam pandangannya bisa dipersepsikan sebagai
“Trailer” dalam sebuah film. Bila trailer itu jelek dan tidak menarik, tentunya
tidak akan mengundang banyak pengunjung untuk menyaksikan film yang dirilis.
Sebaliknya trailer yang bagus dan menarik meski mungkin filmnya tak semenarik
trailernya tentu akan mengundang banyak pengunjung. Begitu juga dengan abstrak
dalam sebuah karya tulis.
Beberapa hal yang beliau ajukan dalam menulis abstrak
yang baik diantaranya adalah menawarkan sesuatu yang baru, menggunakan
perspektif baru, atau memberikan kritik terhadap sebuah teori yang telah mapan
sebelumnya.
Menawarkan sesuatu yang baru, ini akan menjadi hal
sangat menarik bagi para pembaca. Dengan menawarkan sesuatu yang baru dalam
sebuah tulisan, maka para pembaca ataupun para pengelola jurnal akan tergugah
hatinya untuk membaca tulisan tersebut. Lagi – lagi hal ini bukan hal mudah,
tetapi memerlukan kecerdasan dan kejelian dari seorang penulis dalam mengambil
sebuah peluang dan kesempatan. Oleh karena itu keakraban seorang penulis
–penulis jurna terutama, dengan berbagai jurnal yang telah terakreditasi
menjadi satu hal yang tidak bisa ditawar. Setidaknya sampai hari ini jurnal
masih diyakini sebagai nafas terbaru dalam memunculkan informasi ter –update
bagi dunia akademik.
Bila ternyata untuk menawarkan sesuatu yang baru belum
bisa kita realisasikan, ada cara lain yang bisa kita pakai agar abstrak itu
menjadi sesuatu yang menarik, yaitu menggunakan perspektif baru. Banyak penulis
tersebar di negeri ini, puluhan, ratusan bahkan ribuan karya para penulis bisa
kita temukan. Tetapi yang perlu menjadi catatan, tidak mungkin semua penulis,
menulis karya mereka dengan menggunakan semua perspektif. Oleh karenanya di
saat hendak menulis sebuah karya sebisa mungkin kita mempelajari semua karya –
karya yang berkaita dengan objek yang hendak kita tulis, mempelajarinya,
menelaahnya secara detail sehingga kita bisa melihat perspektif yang mereka
gunakan dalam menulis karya – karya tersebut. Saat itulah kita akan menemukan
sebuah perspektif lain yang mungkin belum dipakai oleh para penulis dalam
menulis karya mereka. Penemuan ini bisa menbantu kita dalam menentukan sebuah
perspektif baru bagi tulisan yang hendak kita kerjakan.
Bila hal itu ternyata kita masih kesulitan, maka kita
bisa melakukan sebuah kritik terhadap sebuah teori yang telah mapan sebelumnya.
Mengkritik tentu bukanlah hal yang sulit sesulit menemukan tawaran baru ataupun
menggunakan perspektif baru. Telaah terhadap sebuah teori lebih mudah
dilakukan. Dengan membaca berbagai literature yang terkait dengan apa yang
menjadi objek yang akan kita kaji, kita akan menemukan berbagai kelemahan dan
kelebihannya yang bisa dijadikan bahan untuk melakukan sebuah kritik.
Sekali lagi, untuk menghasilkan sebuah tulisan yang
berkualitas bukanlah hal yang mudah semudah membalikkan telapak tangan. Ada
proses yang harus dilalui dan dijalani dengan tekun sehingga kemampuan menulis
semakin terasah dengan baik. Dalam menulis karya ilmiah yang akan diterbitkan
pada jurnal terakreditasi maupun jurnal internasional tentu merupakan sebuah
perjalanan yang penuh dengan liku – liku. Mendapatkan penolakan dari pengelola
jurnal adalah salah satu kenyataan yang harus diterima dengan lapang dada,
bukan dengan muram durja. Dari situlah kita bisa banyak belajar sehingga hasil
dari tulisan – tulisan itu akan semakin menunjukkan perkembangan ke arah yang
lebih baik.
Kedatangan Ahmad Najib Burhani menjadi suntikan luar
biasa bagi para pegiat literasi di lingkup IAIN Tulungagung. Sebenarnya masih
ada keinginan untuk mengikuti bedah buku yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian
Islam Jawa pada Fakultas Ushuludin Adab dan Dakwah di kampus IAIN Tulungagung.
Sayangnya, acara itu digelar pada malam hari, mulai pukul 18.30 WIB. Waktu yang
menuntut pulang karena sudah ada agenda lain yang menanti. Hehehe
Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…
Komentar
Posting Komentar