Penghalang Wushul
Dalam dunia tasawuf hal paling utama
yang diharapkan oleh seorang salik/murid adalah sampai kepada Allah atau yang
dikenal dengan istilah wushul. Salik adalah orang yang sedang menempuh
perjalanan untuk sampai kepada Allah, sedangkan murid adalah orang yang
memiliki keinginan untuk sampai kepada Allah. Dua istilah ini sebenarnya
memiliki pengertian yang sama, tujuannya juga sama yaitu sampai kepada Allah.
Setiap orang bisa mencapai wushul
atau sampai kepada Allah. Hanya saja dalam proses perjalanannya ada diantara
salik yang mampu untuk menyingkirkan dan melewati semua rintangan tetapi banyak
juga yang tidak mampu sehingga mereka berhenti atau bahkan terjatuh. Semua
proses itu memerlukan perjuangan yang tidak ringan, mulai dari perjuangan yang
bersifat fisik sampai yang bersifat ruhani.
Perjuangan secara fisik mungkin saja
berat tetapi seberat – beratnya perjuangan fisik masih lebih berat perjuangan
secara ruhani. Perjuangan secara fisik membutuhkan keberanian untuk sedikit
mengosongkan isi perut dan mengurangi porsi untuk tidur. Sementara perjuangan
secara ruhani mengharuskan seseorang untuk teliti dan jeli melihat berbagai
kemungkinan dikuasainya hati oleh nafsu dan setan. Terkadang secara fisik
ibadah yang dilakukan salik sudah mengindikasikan bahwa dia adalah orang yang
dekat kepada Allah, akan tetapi ternyata nafsu dan setan membuat usaha dan
perjuangan fisik itu tidak berguna dengan mengibarkan rasa aku, ‘ujub, takabbur
dan riya’. Terkadang juga seseorang seolah sudah dekat dengan Allah, bahkan
asrar bathiniyahnya sudah dibuka oleh Allah. Ia menjadi orang yang karamah,
banyak orang menyebutnya sebagai wali dan seterusnya, tetapi banyak juga yang
lantas berhenti pada karamah sehingga tidak sampai kepada Allah. Dalam hal ini
al-Syaikh Ibnu ‘Athaillah al-Sakandari mengingatkan:
من عمل
لله فهو عبد الله ومن عمل لأجل الكرامة أو الدرجة فهو عبد لها
Artinya: “Barangsiapa beramal
semata karena Allah, maka ia adalah hamba Allah, barangsiapa yang beramal
semata karena karamah atau derajat (yang ingin dicapai), maka ia adalah
hambanya (karamah dan derajat)”.
Demikianlah sulitnya perjalanan
seorang yang menghendaki wushul kepada Allah. Oleh karena itu para ulama
mengingatkan agar seorang yang menghendaki sampai kepada Allah harus mencari
seorang mursyid. Mursyid adalah seorang yang telah sempurna imannya dan mampu
untuk menyempurnakan iman muridnya. Kedudukan seorang mursyid dalam perjalanan
menuju wushul mutlak diperlukan oleh seorang salikk agar dalam perjalanannya ia
tidak terpedaya dan tertipu oleh bujuk rayuan setan dan nafsu.
Semua orang bisa mencapai wushul
namun terdapat penghalang yang menyebabkan seseorang harus berjuang untuk
menyingkirkannya sehingga tidak ada lagi penghalang antara dia dan Allah. Imam
Sahal rahimahullah mengatakan:
إنما حجب
الخلق عن الوصول ومشاهدة الملكوت بشيئين: سوء الطعمة، وأذى الخلق
Artinya: “Sesungguhnya makhluk
itu terhalang dari wusul dan menyaksikan alam malakut sebab dua hal: buruknya
makanan dan menyakiti makhluk lain.”
Qaul Imam Sahal rahimahullah diatas memberikan
pencerahan kepada kita agar berhati – hati dalam hal makanan dan hubungan
sosial. Seseorang yang menghendaki wushul kepada Allah harus memperhatikan dua
hal diatas agar bisa sampai pada tujuan akhir yakni wushul ilallah.
Makanan memiliki peranan yang sangat
penting bagi kehidupan manusia. Bayangkan saja apabila tanpa makanan tentu
manusia dan makhluk hidup pada umumnya tidak akan mampu bertahan hidup. Ya
hidup dan mati memang Allah yang memberi dan menentukan, tetapi yang perlu kita
ingat Allah selalu menciptakan sarana dan wasilahnya. Wasilah kehidupan kita
adalah dengan menyantap makanan yang telah Allah sediakan bagi kita di dunia.
Makanan yang masuk ke dalam perut
akan diproses oleh tubuh sehingga akan berubah menjadi daging, darah dan sari
yang lain yang dibutuhkan oleh tubuh. Mengingat penyokong tubuh berasal dari
makanan, maka penting untuk memperhatikan dan selektif terhadap berbagai
makanan yang masuk ke dalam tubuh. Bila makanan yang masuk ke tubuh adalah
makanan sehat, bergizi dan berasal dari bahan yang halal tentu makanan itu akan
menjadi pendorong bagi dia untuk beribadah kepada Allah SWT. Makanan halal yang
msuk ke tubuh akan membuat tubuh pemakannya menjadi ringan untuk diajak
mengabdikan diri kepada Allah SWT.
Sebaliknya, bila makanan yang masuk
ke dalam tubuh berasal dari makanan yang buruk, makanan yang berasal dari zat –
zat yang haram dan dilarang oleh syariat, tentuu efeknya juga berbeda. Makanan
itu akan menyebabkan pemakannya menjadi orang yang keras hatinya dan sulit
untuk diajak melakukan perintah Allah SWT.
Lebih dari itu ibadah yang dilakukan orang tersebut tidak akan diterima
Allah SWT sebagaimana keterangan yang ada dalam kitab “Sulam al-Taufiq”
berkaitan dengan syarat diterimanya shalat yang termasuk didalamnya adalah makanannya
berasal dari sesuatu yang halal.
Jelaslah dari sini kalau ibadahnya
orang yang makan haram saja tidak bisa diterima disisi Allah, lantas bagaimana
ia bisa menggapai wushul kepada Allah?. Inilah mungkin sedikit rahasia yang
bisa kita dapatkan dari qaul Imam Sahal.
Hal kedua yang menjadi penghalang
seseorang untuk menggapai wushul ilallah adalah menyakiti makhluk Allah yang
lain. Dari keterangan ini kita dapat menyimpulkan bagaimana kepribadian seorang
sufi yang sebenarnya. Seorang sufi adalah orang yang selalu menjaga hak – hak
lainnya. Ia tidak akan melakukan hal – hal yang bisa menyakiti orang lain.
Makhluk disini tidak hanya manusia akan tetapi semua makhluk Allah yang ada di
bumi sampai binatang dan tetumbuhan.
Seorang sufi harus mampu menjelma sebagai
rahmat bagi seluruh alam layaknya khalifah Allah di bumi. Seorang mukmin yang
sebenarnya harus mampu menjadi penebar kesejahteraan dan keselamatan diseluruh
bumi. Oleh karenanya jangan sampai berbuat dlalim terhadap makhluk Allah yang
lain.
Dlalim artinya meletakkan sesuatu
tidak pada tempatnya. Jadi seorang yang memasukii dunia sufi yang hendak menuju
wushul kepada Allah harus berusaha semaksimal mungkin untuk menjauhi segala hal
yang bisa menyebabkannya berlaku dlalim. Dlalim kepada dirinya sendiri maupun
dlalim kepada makhluk yang lain. Kaidah ushul mengatakan:
لا ضرر
ولا ضرار
Artinya: “Tidak boleh berbuat
bahaya (untuk diri sendiri) dan berbuat bahaya (untuk orang lain)”.
Para salikin dan muridin harus
senantiasa menjaga dirinya agar tidak terjerumus pada perbuatan yang bisa
menyakiti makhluk Allah yang lain. Tangan, lisan, hati dan perbuatannya harus
berusaha diarahkan untuk kesadaran kepada Allah SWT wa Rasulihi SAW.
Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…
Komentar
Posting Komentar