Bahaya yang Mengancam Agama



Bahaya yang Mengancam Agama


Pada dasarnya setiap manusia memiliki kecenderungan beragama. Di akui maupun tidak setiap manusia pasti menyadari bahwa ada kekuatan yang maha dahsyat di luar dirinya. Kekuatan itulah yang mengatur dan mengelola seluruh alam sehingga memiliki berjalan secara sistemik dan teratur tanpa terjadi benturan antar yang satu dengan lainnya. Mustahil, bila semua itu berjalan dengan sendirinya tanpa ada dzat yang mengatur dan mengelolanya.

Meski secara kodrati ada kecenderungan bagi setiap orang untuk beragama, nyatanya, tidak semua orang beragama dengan baik dan benar. Adakalanya mereka beragama secara baik dan tekun sehingga tercermin keshalihan hidup dari dalam dirinya, pun pula sebaliknya, ada yang bersifat setengah – setengah sehingga yang nampak hanya sesuatu yang kelihatannya ‘mogol’. Di sisi  lain adapula seseorang yang beragama sebagai sebuah formalitas, dalam arti agama di gunakan sebagai sebuah kedok untuk meraup keuntungan pribadi belaka.

Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW. memberikan peringatan akan adanya bahaya yang mengancam agama. Sabda beliau:

أفة الدين ثلاثة: فقيه فاجر، و‘إمام جائر، ومجتهد جاهل (رواه الديلمي عن ابن عباس)

Artinya: Penyakit yang mengancam agama ada tiga, seorang ahli fiqih yang rusak perilakunya,, pemimpin yang dlalim dan seorang mujtahid yang bodoh (H.R. al-Dailami dari Ibnu Abbas)

Menurut keterangan hadits di atas ada tiga macam bahaya yang mengancam agama, yaitu; ahli fiqih yang rusak perilakunya, pemimpin yang dlalim dan seorang mujtahid yang bodoh. Ahli fiqih adalah panutan umat dalam berperilaku. Ahli fikih yang berperilaku baik sesuai dengan apa yang dimiliki dan disandangnya akan membawa umat pada kebaikan. Umat akan menjadi baik manakala ahli fikihnya juga baik. Sebaliknya apabila seorang ahli fiqih berperilaku tidak baik, maka umat dengan sendirinya akan berperilaku tidak baik pula. Lisan hal yang berupa perbuatan yang dilakukan seorang fakih akan lebih berdampak bila dibandingkan dengan ucapannya. Ucapan seringkailii di dengar namun dengan cepatnya juga akan dilupakan. Oleh karena itu seorang fakih yang rusak perilakunya termasuk ke dalam kategori bahaya yang bisa merusak agama.

Dalam hadits di atas juga terselip sebuah pesan bahwa seberapa banyak ilmu yang dimiliki oleh seseorang tidak lantas secara otomatis menjadikan orang tersebut baik. Banyaknya ilmu apabila tidak disertai dengan hidayah Allah, justru akan menjadikan pemiliknya jauh dari Allah SWT. Oleh karena itu dalam menilai seseorang kita tidak bisa hanya dengan melihat status ilmunya saja. Ilmu penting tetapi yang lebih penting lagi adalah bagaiman ilmu yang dimilikinya memberikan pengaruh positif pada perilaku dan perbuatannya.

Berikutnya yang menjadi bahaya agama adalah pemimpin yang dzalim. Dzalim artinya meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya. Pemimpin adalah panutan umat. Pemimpin selalu dinanti – nantikan kebijakannya yang bisa menaungi dan mengayomi seluruh kepentingan umat. Apabila seorang pemimpin telah rusak, maka kemana umat ini akan dibawa? Oleh karena itu memilih seorang pemimpin termasuk bagian dari tuntunan agama yang harus diperhatikan oleh umat. Salah memilih pemimpin hancurlah bangunan yang ingin dibangun oleh umat ini.

Bagaimana memilih pemimpin yang baik? Islam mengajarkan kepada umatnya untuk meminta petunjuk kepada-Nya. Di antara cara yang bisa digunakan sebagai sarana meminta petunjuk kepada Allah SWT adalah dengan istikharah dan berdo’a. 

Istikharah adalah memohon petunjuk kepada Allah dalam suatu urusan agar dipilihkan yang terbaik untuk diri dan agamanya. Dalam konteks kepemimpinan tentunya untuk pemimpin dan masyarakat yang dipimpin. Siapa yang seharusnya dipilih agar kemudian bisa membawa kemaslahatan untuk umat baik maslahat di dunia maupun di akhirat.

Islam tidak pernah mengajarkan cara – cara curang dalam berperilaku dalam segala aspek kehidupan. Untuk mendapatkan hasil yang baik tentu cara mendapatkannya harus dengan proses yang baik pula. Bila prosesnya jelek, maka hasilnya hampir bisa dipastikan kurang baik atau bahkan jelek. Inilah yang harus diperhatikan.

Pemimpin yang adil akan membawa umat yang dipimpinnya menjadi makmur, sejahtera dan mendapat ridla dari Allah. Sebaliknya pemimpin yang dzalim akan membawa umatnya pada kehancuran. Hal ini harus dimengerti dan di perhatikan oleh semua umat Islam.

Memilih pemimpin seakidah termasuk di antara bagian yang penting dalam memilih pemimpin. Mengapa? Karena dengan memilih pemimpin yang seakidah minimal tujuan agama kita akan terlindungi. Tetapi jangan juga melakukan kecurangan pada pihak lawan. Rasulullah SAW tidak pernah mengajarkan kecurangan, bahkan kecurangan itu adalah bagian dari sifat dan tanda orang munafik. Inilah yang perlu kita perhatikan. Masih melekat pada ingatan kita sebuah pernyataan yang menggelitik, penuh dengan nuansa kritik, adalah apa yang disamapaikan oleh cak Nurkolis Madjid (kalau tidak salah), “Islam Yes, Partai Islam No”. Bila kita mau mengkritisi, sesungguhnya pernyataan ini mengandung kritik yang dalam. Islam sebagai agama sudah seharusnya kita terima dan yakini kebenarannya serta kemaslahatannya untuk semua umat. Tetapi partai Islam? Apakah demikian? 

Inilah yang harus kita cermati. Suka tidak suka banyak orang partai yang seringkali –karena masih banyak pula yang tidak- berperilaku oportunis. Mereka sering melakukan sesuatu untuk kepentingan sendiri bukan kepentingan umat lebih – lebih agama. Partai Islam hanya digunakan sebagai sebuah simbol dan daya pikat kepada umat masyarakat awam agar memilihnya. Inilah yang tidak dibenarkan. Oleh karena itulah dalam memilih pemimpin seyogyanya umat Islam meminta petunjuk kepada Allah, siapa yang harusnya dipilih. Kalau tidak minimal berdo’a memohon kepada Allah agar pemimpin yang dipilih menjadi pemimpin yang bisa bermanfaat untuk umat masyarakat dan agamanya. Bukankah do’a itu adalah otaknya ibadah?

Nah, memilih pemimpin tidak hanya sekedar kita beradu argumentasi dengan menggunakan berbagai dalil. Bagaimana dalil yang anda miliki bisa menjadi sesuatu yang bermanfaat. Hati – hati dalam menggunakan ayat – ayat al-Qur’an dan al-Hadits terutama dalam hal politik, karena keduanya adalah warisan Rasulullah SAW yang siapa saja mengikuti keduanya maka dijamin tidak akan tersesat selama – lamanya. Bukankah begitu sabda Nabi?

Selanjutnya adalah mujtahid yang bodoh. Ijtihad diperlukan dalam agama. Tidak semua hal termaktub secara eksplisit dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Kita yakin al-Qur’an lengkap dan sempurna mencakup seluruh aspek kehidupan, kebenarannya tak terbantahkan dan jangkauannya tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Tetapi untuk mengetahui semua petunjuk al-Qur’an itu kita memerlukan berbagai alat untuk mendapatkan pemahaman yang benar. Inilah yang perlu kita perhatikan.

Tidak semua orang boleh melakukan ijtihad –dalam arti menggali sebuah hukum agama dari al-Qur’an maupun al-Hadits sebagai panutan umat. Yang diperbolehkan adalah mereka yang telah memenuhi syarat – syarat tertentu yang telah dibenarkan oleh syara’. Mengapa demikian? Karena al-Qur’an dan al-Hadits ditakdirkan oleh Allah dengan menggunakan bahasa Arab. Oleh karena itu mereka yang ingin melakukan penafsiran terhadap al-Qur’an maupun mengkaji al-Hadits wajib memiliki kemampuan bahasa Arab yang cukup. Bila tidak boleh jadi justru akan berbahaya bagi umat.

Lapangan ijtihad adalah hal – hal yang belum terdapat secara ekspilist di dalam al-Qur’an maupun al-Hadits. Dalam hal ini seorang mujtahid akan berusaha menggali dengan segenap kemampuan yang dimilikinya terhadap kandungan yang ada dalam al-Qur’an maupun al-Hadits yang kemudian di komparasikan dengan kenyataan yang dihadapi sehingga didapatlah rumusan hal yang minimal mendekati kebenaran. Oleh karena itu seorang mujtahid harus pandai dan mumpuni, bukan orang bodoh.

Mujtahid yang bodoh hanyalah orang yang akan menciptakan bahaya dalam agama. Oleh karenanya dalam menentukan seorang mujtahid diperlukan syarat – syarat dan kapasitas tertentu sehingga tidak terjadi hal – hal yang tidak diinginkan. Tetapi di akhir zaman, fenomena ini akal muncul sebagai tanda bahwa kiamat sudah dekat. Kita hanya bisa bermohon kepada Allah SWT mudah – mudahan diselamatkan dari para mujtahid bodoh yang hanya menjadi bahaya agama.

Semoga bermanfaat...
Allahu A'lam

Komentar