Ta’alluq Bihaqiqatil Muhammadiyah
Rasulullah SAW adalah manusia pilihan kekasih Allah SWT. Kedudukannya
dihadapan Allah lebih tinggi dibandingkan dengan makluk yang lain. Dialah orang
pertama yang akan diterima syafaatnya di hari kiamat, disaat seluruh umat
manusia sedang dalam keadaan bingung tiada tara.
Sebagai seorang muslim sudah
seharusnya kita menempatkan beliau pada tempat yang semestinya. Ketinggian pangkat
dan derajat beliau dihadapan Allah cukuplah menjadi pemicuu semangat kita dalam
memuliakan dan menempatkan beliau pada posisi yang tinggi diantara makhluk
lain. Karena kedudukannya yang mulia, menyapa beliau dengan sapaan layaknya
manusia pada umumnya dilarang oleh Allah SWT. Dalam al-Qur’an Surat al-Nur
(24); 63, Allah SWT. berfirman:
لَا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ
بَعْضًا
Artinya: Janganlah kamu sekalian memanggil Rasul diantara kalian
sebagaimana panggilan sebagian kalian kepada sebagian yang lain… (Q.S.
al-Nur (24); 63)
Ayat ini menjadi dasar perintah untuk memanggil Rasulullah dengan
panggilan yang penuh dengan pengagungan dan memuliakannya sesuai dengan
kedudukannya. Menurut para ulama terkecam apabila seorang muslim memanggil
dengan panggilan yang tidak disertai dengan pengagungan yang sesuai dengan
kedudukan dan kemuliaannya. Itulah sebabnya untuk memanggil beliau digunakan
kata “sayyidina” dan “rasulallah” yang merupakan bentuk ungkapan
pengagungan dan penuh kemuliaan.
Dalam dunia tasawuf dimana didalamnya ditempuh satu perjalanan
menuju wushul ilallah, berhubungan dengan Rasulullah SAW. adalah hal yang
mutlak diperlukan. Berhubungan dengan Rasulullah SAW biasanya dilakukan dengan
memperbanyak bacaan shalawat, mengerjakan sunnah – sunnahnya dan meminta
syafaat kepadanya. Perlu diketahui bahwa syafaat yang diberikan Rasulullah SAW.
tidak hanya ketika kita berada di akhirat, akan tetapi selama didunia pada
hakikatnya kita juga membutuhkan syafaat dari Rasulullah SAW.
Mungkin beberapa orang akan mengajukan pertanyaan, apakah mungkin
Rasulullah SAW yang telah meninggal bisa memberikan syafaat? Untuk menjawab hal
ini, ada baiknya kita telaah qaul para ulama dalam kitab “Jami’ul Ushul”,
halaman 172:
لأن روحانيته
صلى الله عليه وسلم كجسمانيته فى الإمداد ومنبع العون ومطلع الهداية والإرشاد فى
كل أن ومكان
Artinya: Sesungguhnya ruhaniyah Beliau SAW itu seperti
jasmaniyahnya (semasa hidup maupun setelah wafat) dalam hal membimbing dan
sebagai sumbernya pertolongan dan sebagai tempat keluarnya hidayah dan petunjuk
Allah SWT. kapan saja dan dimana saja
Qaul para ulama ini menyatakan bahwa keberadaan ruhani Rasulullah
SAW. itu seperti halnya jasmaniyahnya. Artinya, meskipun beliau secara fisik
sudah wafat, akan tetapi secara ruhani beliau masih tetap bisa memberikan
bimbingan, menjadi sumber pertolongan dan sebagai tempat keluarnya hidayah dan
petunjuk Allah SWT. Oleh karena itu seseorang yang menghendaki perjalanan
wushul kepada Allah hendaknya senantiasa ber -ta’alluq bihaqiqatil
muhammadiyah dengan memperbanyak berhubungan ruhani dan memperbanyak shalawat
kepada beliau.
Shalawat termasuk cara paling tepat untuk memperoleh syafaat
Rasulullah SAW. Dengan memperbanyak shalawat dan menjaga adab dalam membaca
shalawat maka perjalanan menuju kepada Allah in Sya Allah akan lebih mudah
karena langsung mendapat bimbingan dan syafaat Rasulullah SAW.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Ibnu
Mas’ud disebutkan, bahwa Nabi SAW. bersabda:
إِنَّ
أَوْلَى النَّاسِ بِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ عَلَيَّ صَلَاةً (رواه
الترمذي عن ابن مسعود)
Artinya: Sesungguhnya manusia yang paling utama disisi-ku pada
hari kiamat adalah mereka yang paling banyak shalawatnya kepada-ku
Hadits ini juga sekaligus menjadi dasar pentingnya kita berta’alluq
kepada Rasulullah SAW. Membaca shalawat kepada beliau termasuk salah satu tanda
akan rasa mahabbah kita kepada beliau. Mahabbah kepada beliau juga termasuk
tanda bahwa kita juga cinta kepada Allah SWT.
Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…
Komentar
Posting Komentar