Beberapa tahun terakhir ini banyak
terdengar perbincangan mengenai pembubaran sekolah – sekolah yang menamakan
dirinya dengan nama Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah
Standar Internasional. Perbincanagn ini menjadi sangat santer dikalangan para
akademisi dan para peneliti mengingat begitu banyaknya sekolah – sekolah dan
madrasah – madrasah yang mengatasnamakan lembaga pendidikan yang mereka kelola
dengan nama RSBI maupun SSI.
Banyaknya sekolah – sekolah yang
membuka program ini memberikan dampak dan implikasi yang sangat luar biasa
dalam berbagai hal. Satu contoh kecil adalah dalam hal pembiayaan.
Sekolah – sekolah dan madrasah yang
mengatasnamakan dirinya sebagai sekolah yang bertaraf internasional ini menarik
biaya yang cukup lumayan fantastis ditingkatan jenjang pendidikan yang mereka
kelola. Tidak jarang pembiayaan yang dibutuhkan oleh sekolah – sekolah ini
melebihi biaya yang mesti dikeluarkan wali murid yang menyekolahkan anaknya
dijenjang yanglebih tinggi tanpa program ini bahkan pada mahasiswa yang
melanjutkan studinya dijenjang perguruan tinggi.
Fenomena tersebut menjadi salah satu
hal yang sangat memprihatinkan mengingat daya tawar yang diberikan sekolah
seringkali tidak sepadan dengan apa yang telah dikeluarkan wali murid. Tidak
hanya dalam segi fasilitas pendidikan semisal barang – barang dan perabot
belajar yang ada disekolah tersebut bahkan materi yang diajarkan masih sangat
kabur karena masih tetap mengakar pada kurikulum diknas dan depag yang
notabenenya adalah kurikulum nasional.
Kurikulum yang tidak jelas yang
dijadikan acuan dalam penyelenggaraan sekolah dengan standar internasional ini
kemudian memicu kritik dari berbagai kalangan akademisi di tanah air. Belum lagi
fakta dilapangan menunujukkan bahwa secara kualitas out put dari lembaga
pendidikan berstandar internasional ini tidak lebih baik/sama dengan siswa yang
bersekolah dilembaga lain yang tidak berstandar internasional.
Menurut hemat penulis kebijakan
beberapa lembaga yang menyebut dirinya sebagai sekolah berstandar
internasioanal adalah suatu hal yang sangat terkesan terburu – buru dan kurang
pertimbangan. Betapa tidak, sebelum melangkah dengan nama yang memiliki image
bergengsi semacam ini semestinya mereka melakukan persiapan yang matang dalam
menetapkan standar keinternasionalan. Apabila yang dijadikan dalih sebagai
lembaga yang berstandar internasional adalah degan diajarkannya bahasa inggris
dilembaga tersebut dimana sementara ini bahasa inggris dianggap sebagai bahasa
internasional, maka menurut hemat penulis adalah sangat tidak tepat.
Memang bahasa inggris diakui sebagai
salah satu bahasa internasioanal yang diakui oleh Perserikatan Bangsa – Bangsa
(PBB), namun harus dipahami bahwa disamping bahasa inggris masih ada bahasa
lain yang dianggap sebagai bahasa resmi PBB semisal bahasa arab dan cina. Demikian
halnya jika nama RSBI dan SSI telah dipilih sebagai nama sebuah lembaga, maka
semestinya ada kurikulum internasional yang secara otomatis kurikulum ini
mencakup kurikulum nasional mengingat nasional itu adalah bagian dari dunia
internasional. Apabila hal ini belum bisa dipenuhi maka nonsen sebuah lembaga
mampu menerapkan pendidikan yang berstandar internasional.
Selain persoalan kurikulum yang
belum jelas persoalan RSBI dan SSI ini juga menjadi ajang bisnis yang sangat
menggiurkan bagi makelar – makelar pendidikan. Bagaimana tidak bila tarif yang
diberlakukan cukup tinggi bila dibanding yang lain. Inilah yang kemudian
menimbulkan sebuah anggapan dimasyarakat yang tidak begitu percaya kepada guru
sebagai pelaksana pendidikan. Muncul image dalam masyarakat bahwa guru meraup
keuntungan yang besar dari profesi yang mereka geluti. Akibatnya lembaga
pendidikan menjadi sebuah lahan komersialisasi gaya baru yang trend dikalangan
masyarakat.
Persoalan – persoalan diatas
hanyalah sekelumit masalah yang muncul dari diberlakukannya sistem pendidikan
RSBI dan SBI. Masih banyak sekali persoalan yang muncul dilapangan yang masih
memerlukan solusi demi dan untuk perbaikan pendidikan indonesia kedepan.
Kebijakan pemerintah dalam
membubarka sistem pendidikan semacam itu sejauh ini cukup efektif walaupun
tidak menutup kemungkinan akan muncunya sistem pendidikan yang semacam itu
dimasa yang akan datang.
Semoga pendidikan dinegeri ini
semakin baik kedepannya. Mudah – mudahan sistem – sistem pendidikan yang tidak
sesuai dengan nilai – nilai kebangsaan dan ketimuran tidak lagi menjadi sebuah
penyakit yang menjangkiti sistem pendidikan nasional dari dalam. Amin. Wallahu
A’lam Bil Shawab....
Kamarku
09 – 05 -2013
Pukul
22 ; 36
Komentar
Posting Komentar