Bapak Wafat

 

Bapak Wafat



Bapak dirawat beberapa hari di Rumah Sakit Iskak. Hasil analisa dokter menyebut sakit yang di derita bapak adalah struk. Namun, tensi bapak tetap normal. Ada kemungkinan,-menurut analisa terjadi penyumbatan pada pembuluh darah pusat yang berkaitan dengan operasi kepala yang dialami bapak sebelumnya. Wallahu A’lam.

Bapak masuk rumah sakit pada hari Minggu malam Senin, 9 Agustus 2020. Bapak dirawat sekitar sepuluh hari, atas petunjuk dokter bapak diperbolehkan pulang. Saat di rumah sakit, kami sekeluarga bergantian menjaga bapak dan berusaha memberikan yang terbaik untuk bapak.

Usaha medis dan alternative telah kami tempuh, namun memang itulah yang telah menjadi ketentuan-Nya, yang tak bisa ditolak siapapun. Semua orang akan mengalami saat dimana ia akan berpisah dengan orang-orang yang dicintainya. Meski ia berupaya sekuat tenaga untuk menolaknya, namun takdir-Nya lah yang akan terjadi. Dia berkehendak atas segala sesuatu dan ketika berkehendak, Dia berfirman, “Terjadilah, maka terjadilah.”

Detik-detik akhir hayat bapak dihabiskan di rumah bersama keluarga. Situasi yang saat itu cukup mencekam karena bersamaan dengan merebaknya pandemic covid-19, menambah rasa “nas-nis” keluarga saat menunggui beliau di rumah sakit. Namun, Alhamdulillah semua berjalan normal tidak ada yang menghawatirkan terpapar covid-19.

Selama di rumah kami berusaha memberikan pelayanan yang terbaik. Merawat bapak semampu dan sebisa kami. Setiap pagi, siang dan malam saling bergantian menjaga bapak. Kerjasama antar keluarga di saat-saat seperti ini tentu sangat diperlukan. Saling menyadari kesibukan masing-masing, sehingga tentu diperlukan roling dalam menjaga dan merawat bapak.

Alhamdulillah, semua keluarga bisa saling kerjasama dan saling memahmi dengan baik. Kami saling bergantian dalam menjaga dan merawat bapak. Saya juga menganjurkan agar setiap kali berada di dekat bapak, sebisa mungkin untuk menyempatkan diri bermujahadah, berdo’a atau mengaji di dekat beliau. Menurut saya hal ini penting sekaligus sebagai bentuk upaya ruhani untuk meminta yang terbaik untuk bapak.

Selama dirawat di rumah, biasanya sore saya menemani bapak. Menyeka tubuh, mengganti pempes, pakaian, dan bermujahadah di dekatnya. Tidak tentu, sesuai kondisi, aurod mujahadah yang saya gunakan kadang 7,17, 3,1 dan sebagainya. Begitu juga ibu, beliau sering menemani, bermujahadan dan mengaji di dekat bapak setiap selesai sholat lima waktu.

Pada hari Sabtu, tetiba saja ada WA dari teman yang ingin mampir ke rumah. Karena sudah lama tidak bersua dan mumpung lewat dekat rumah, saya mengiyakan. Sebagaimana biasa, selepas sholat ashar, saya melihat bapak dan kemudian meminta adik bungsu saya untuk menunggui dan bermujahadah di dekatnya. Saya pamit kalau ada tamu.

Saat menemui tamu, tetiba keponakan-keponakan berlarian ke rumah dan mengabarkan kondisi bapak. Sontak saya pamit dan berlari ke rumah bapak. Semua keluarga telah berkumpul, sebagian menuntun bapak, sebagian mengaji dan sebagian bermujahadah. Isak tangis pecah mewarnai sore itu, menjelang waktu Maghrib.

Manusia memang tidak bisa melepaskan rasa sedih sama sekali. Sedih tetap ada, meski demikian semua harus diikhlaskan karena semua hanya menjalani takdir-Nya. Bapak wafat.

Sabtu, 5 September 2020, Allah memanggil bapak untuk sowan kembali kepada-Nya. Kami sedih, namun harus ikhlas melepas kepergiannya. Para pentakziyah berdatangan, baik tetangga, saudara, teman, maupun para santri bapak di pesantren dan para alumni. Malam itu juga, Malam Minggu Pukul 20.30 WIB bapak dimakamkan di pemakaman umum desa. Hanya do’a yang kami panjatkan, semoga husnul khatimah, diterima amal kebaikannya dan diampuni segala kesalahannya, serta ditempatkan di tempat terbaik di sisi-Nya. Alfatihah.

Komentar