Sok Piye Kubronane?

 

Sok Piye Kubronane?



Akhir 2019 awal tahun 2020 dunia dikagetkan dengan munculnya virus covid-19 di Wuhan China yang pada awalnya hanya dianggap sebagai virus biasa sebagaimana lainnya. Pemerintah Indonesia bahkan saat itu meyakini bahwa virus itu tidak akan sampai ke tanah air hingga fakta membuktikan dengan ditemukannya beberapa kasus di Jakarta pada kira-kira pertengahan Januari 2020. Meski demikian nampaknya pemerintah saat itu belum melihat adanya ancaman serius dari virus ini sehingga situasi masih berjalan sebagaimana biasa hingga ditetapkannya kasus ini sebagai pandemic nasional bahkan dunia pada akhir bulan Maret 2020.

Bapak merupakan salah satu pengamal sholawat wahidiyah. Bapak aktif diberbagai kegiatan-kegiatan kewahidiyahan baik di desa maupun saat ada event-event yang memungkinka untuk diikuti secara langsung. Tentunya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki baik dari sisi kesempatan, kesehatan, hingga finansial.

Salah satu diantara acara yang selalu diikuti adalah mujahadah kubro di tempat lahirnya sholawat wahidiyah, yakni Pondok Pesantren Kedungo Al-Munadhdhoroh yang berlokasi di Bandar Lor, Kecamatan Mojoroto, Kabupaten Kediri. Bapak dan kami sekeluarga selalu menyempatkan baik sehari atau beberapa hari untuk menghadiri event yang menjadi puncak dari pengamalam sholawat wahidiyah.

Pada mujahadah kubro, para pengamal dari seluruh penjuru nusantara bahkan dari beberapa Negara yang telah ada pengamalnya, biasanya hadir di Kedunglo untuk turut serta bermunajat kepada Allah swt., makmum di belakang Rasulullah saw., di belakang Mbah Yahi Muallif Sholawat Wahidiyah, serta Kanjeng Romo KH. Abdul Lathif Madjied Qs. wa Ra.,-yang kala itu masih sugeng, selaku pengasuh perjuangan wahidiyah dan pondok pesantren Kedunglo Al-Munadhdhoroh.

Mujahadah kubro digelar dua kali dalam setahun, yaitu pada bulan Muharrom dan bulan Rajab. Kebetulan pada tahun 2020 kemarin, pelaksanaan Mujahadah Kubro Rajab dilaksanakan pada pertengahan Maret beberapa hari menjelang diumumkannya kebijakan PSBB skala nasional. Karena itu bulan Rajab, mujahadah kubro masih bisa dilaksanakan tanpa ada aral satu apapun.

Setelah pelaksanaan mujahadah kubro, PSBB diumumkan secara nasional sehingga berbagai kegiatan yang biasanya bisa dilakukan secara bersama-sama/berjamaah, tidak bisa lagi dilaksanakan. Hal ini sebagai bentuk ikhtiar yang dilakukan oleh pemerintah untuk memutus mata rantai penyebaran covid-19, paling tidak bisa meminimalisir penyebarannya. Tentu bagi kebanyakan orang, hal ini merupakan hal baru yang memerlukan adaptasi, terlebih bagi mereka yang setiap harinya keluar rumah untuk melakukan aktifitas atau mencari penghidupan.

Suasana cukup mencekam kala itu. Jalan-jalan sepi, setiap desa membuat portal penutup jalan untuk melakukan pemeriksaan pada setiap orang yang keluar masuk desa. Bahkan saat idul fitri tiba, anjangsana ke desa tetangga hampir-hampir tidak bisa dilakukan, karena kebijakan ini. Meski masih saja ada beberapa orang yang melanggar kebijakan ini, tetapi jumlahnya tidak seberapa.

Di saat-saat kondisi yang mencekam itu, bapak beberapa kali bertanya ke saya, “Sok piye yo kubronane?.” Entah mengapa bapak seringkali menanyakan ke saya perihal pelaksanaan mujahadah kubro dalam situasi pandemic. Saat itu saya hanya tersenyum dan menjawab, “Nggih duko pak, paling damel live steaming-an teng youtube nopo tv ngoten.”

Pertanyaan itu beberapa kali disampaikan ke saya pada moment yang berbeda. Ada pada saat sedang duduk-duduk santai bersama beliau, saat berada di madrasah dan beberapa di tempat lain. Saya tidak berfikir macam-macam mengenai pertanyaan bapak. Barangkali hanya pertanyaan biasa saja sebagai pengamal sholawat wahidiyah yang rindu pada suasana mujahadah kubro.

Namun belakangan saya menjadi sadar bahwa mujahadah kubro bulan Rajab adalah mujahadah kubro terakhir yang bapak ikuti selama hidupnya. Beliau wafat sebulan sebelum pelaksanaan mujahadah kubro bulan Muharram. Bapak meninggalkan kami keluarganya dengan kerinduannya pada mujahadah kubro. Tentu hal ini menjadi peringatan bagi saya pribadi dan keluarga untuk tetap berusaha mencintai Allah dan Rasul-Nya dengan memperbanyak sholawat. Saya masih teringat betul saat masih kecil, berpamitan kepada beliau pergi entah kemana, melihat layar tancep, acrobat, atau yang lainnya, beliau selalu dawuh, “Oleh ndhelok, ning moco sholawat sik ping satus.” Pelajaran yang jarang diberikan kebanyakan orang tua di zaman sekarang. Allahu yarhamukum wayaghfiru dzunuubakum. aamiin

Komentar