Niatan yang Menjadi Kenyataan, Cita-cita yang Takkan Pernah Menjadi Nyata

 

Niatan yang Menjadi Kenyataan, Cita-cita yang Takkan Pernah Menjadi Nyata



Satu kebahagiaan bagi saya terlahir di dunia sebagai putra bapak dan ibu. Orang yang telah merawat dan mendidik saya dengan penuh kasih sayang, berjuang keras demi kebahagiaan putra-putrinya tanpa mengenal lelah. Semua waktu dicurahkan dalam mendidik putra-putrinya, tentu dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya. Karena kesempurnaan hanyalah milik-Nya, selain-Nya pasti banyak kekurangan dan keterbatasan.

Pepatah mengatakan, “Siapa yang mencari saudara tanpa cacat, maka hendaknya ia hidup di dunia tanpa teman.” Selama kita di dunia, dan sifat makhluk masih melekat, maka kesempurnaan itu tidak akan pernah ada. Kesempurnaan hanya absolut “Milik-Nya,” tanpa seorangpun mampu menandinginya.

Bapak dan ibu adalah pekerja keras, bertekat baja, ikhlas dalam memperjuangkan putra-putrinya. Meski ditakdirkan sebagai keluarga sederhana, makan ala kadarnya, dan tak mengenal “piknik,” selama hidupnya, namun curahan kasih sayang dan perjuangan beliau untuk menjadikan putra-putrinya lebih baik dari kehidupannya tidak bisa dipungkiri. Semua disekolahkan sesuai dengan kemampuannya dan tekad masing-masing.

Setelah tuntas menyekolahkan dan menikahkan putra-putrinya, niatan yang ada pada diri beliau berdua adalah menjalankan ibadah ke tanah suci Makkah. Meski fisik keduanya tidak lagi kuat sebagaimana sebelumnya, beliau berdua tetap bekerja keras banting tulang untuk melaksanakan niatan tersebut.

Setiap pagi hingga ashar, bapak ibu “ngantong” di pembibitan yang tak seberapa luas. Sedikit demi sedikit, uang yang diperoleh ditabung. Sebagian diantaranya dibelikan sapi dan dititipkan kepada seseorang yang mau supaya bisa berkembang. Hal itu terus-menerus dilakukan hingga Allah mengabulkan.

Niatan bapak dan ibu dikabulkan dan menjadi kenyataan. Uang yang dikumpulkan bertahun-tahun akhirnya bisa digunakan untuk mendaftar ke tanah suci. Mereka bekerja keras dan tidak ingin menyusahkan putra-putrinya yang telah berkeluarga.

Bapak dan ibu daftar pada awal Agustus 2020, pada usia beliau berdua yang tidak lagi muda. Tetapi setidaknya hal itu menjadi bukti kesungguhan tekad keduanya untuk menjalankan ibadah ke tanah suci Makkah. Rukun islam ke-5, yang diwajibkan bagi mereka yang mampu. Allah tidak memaksa hamba-hamba-Nya kecuali sekedar kemampuan yang dimilikinya.

Hari itu adalah detik-detik kebersamaan terakhir saya dengan bapak yang masih bisa berkomunikasi sebagaimana biasanya. Saya menemani dan mengantar bapak ibu ke kantor kemenag serta bank untuk mengurus segala sesuatu yang diperlukan. Banyak hal yang kami perbincangkan di jalan selama perjalanan tersebut. Saat-saat yang tidak saya ketahui kalau itu ternyata adalah hari-hari terakhir bapak yang akan meninggalkan kami untuk selama-lamanya. Menghadap kepada-Nya, Allah swt.

Saya masih ingat persis, hari Selasa, 4 Agustus 2020, itulah tanggal beliau berdua mendaftarkan diri. Bapak bilang, “Yo seng penting daftar, moso bodoho Gusti Allah. Nek ditakdirne teko kono prayo teko.” Ya, itulah niatan bapak. Niat yang menjadi kenyataan, namun semuanya hanyalah cita-cita yang takkan menjadi kenyataan. Semoga niatan itu diterima menjadi bekal amal sholih bagi beliau menghadap kepada-Nya. Aamiin.

Komentar