Monev KKN 2, Geger: Pesona dan Potensi Alamnya

 

Monev KKN 2

Geger: Pesona dan Potensi Alamnya



Hari ini, saya kembali menjejakkan kaki di bumi Geger, sebuah desa yang berada di wilayah Kecamatan Sendang, di atas ketinggian Gunung Wilis. Wilayah yang cukup menantang akses jalannya untuk para pemula yang belum seberapa lihai berkendara di jalur berkelok serta turun dan mendaki.

Saya berangkat pada kisaran pukul 08.00 WIB menuju ke lokasi. Untuk sampai di posko tempat peserta KKN, jika lancar kira-kira diperlukan waktu kisaran satu setangah jam. Namun, jika masih belum mengenal betul lokasinya, bisa lebih, karena banyak jalan yang mirip,-menurut saya, dan cukup lumayan menantang aksesnya.

Sebenarnya untuk akses menuju ke Geger dari jalur Sendang, tidak seberapa sulit. Jalannya tidak seberapa menanjak dan sudah beraspal, meskipun banyak jalan yang berlubang dan pada beberapa titik cukup memicu adrenalin karena berada di tepian jurang. Akan tetapi, semakin ke atas dan masuk ke area dalam, jalannya cukup menantang karena selain agak sempit, mendaki, beberapa belum beraspal, dan kanan kiri cukup menegangkan.

Terlepas dari akses jalannya, Geger merupakan desa dengan panorama alam yang begitu indah menawan. Di sepanjang jalan, kita akan dimanjakan dengan pemandangan alam yang begitu indah. Sepanjang jalan kita bisa menyaksikan pemandangan Gunung Wilis yang nampak mempesona. Bukit-bukit, terasiring, tetumbuhan yang nampak menghijau melengkapi pesona keindahannya. Sungai-sungainya pun nampak tetap mengalirkan airnya yang nampak jernih dan juah dari kata tercemar.

Dokumentasi Saat di Posko


Ya, Geger memang wilayah yang melimpah airnya. Tempat dimana posko saya berada, tidak mengalami kekurangan air sedikitpun. Terlebih ini musim penghujan, sehingga pasokan air cukup berlimpah. Meski demikian, di beberapa tempat masih ada penduduk yang karena kondisi perekonomian, belum bisa memasang “tandon”, untuk menampung air, sehingga terpaksa menumpang ke tetangga sebelah yang telah memasang.

Masyarakat Geger pada umumnya mengandalkan perekonomiannya pada pertanian dan peternakan. Adapun yang menjadi komoditas unggulannya adalah tanaman holtikultura dan peternakan sapi perah. Area persawahan banyak ditanami dengan “rumput gajah”, yang dimanfaatkan sebagai pakan bagi peternakan sapi perah.

Berdasarkan penuturan dari para peserta KKN, hampir setiap rumah memiliki peliharaan “sapi perah”. Karena itu, tidak heran jika umumnya area persawahan terasiring yang nampak dari jalan berupa tanaman “rumput gajah”.

Saya sampai di lokasi posko pada kisaran pukul 10.00 WIB. Keterlambatan ini disebabkan karena sempat berputar beberapa kali karena lupa arah menuju posko KKN. Tetapi Alhamdulillah, pada akhirnya saya bisa sampai di lokasi.

Setiba di lokasi, saya “ngobrol santai” bersama beberapa peserta KKN yang kebetulan sedang piket jaga di posko. Adapun sebagian besar diantara mereka ada yang ke sekolah, balai desa dan beberapa lokasi lain yang dimana proker mereka berada.

Sebagaimana biasa saya menanyakan bagaimana keadaan mereka selama di lokasi KKN, baru kemudian menanyakan program yang telah mereka rencanakan. Alhamdulillah, sejauh ini, semuanya berjalan dengan baik dan lancar. Semua proker telah dijalankan sebagaimana yang telah direncanakan dan tinggal beberapa saja yang belum terealisasi dikarenakan memang jadwalnya berada di belakang.

Dokumentasi Saat di Posko


Tidak lupa, saya juga mengingatkan tagihan-tagihan yang mesti mereka jadikan sebagai laporan. Saya tidak bosan-bosannya mengingatkan agar semua segera di “cicil” selama di lokasi serta berupaya semaksimal mungkin, agar saat turun semua sudah terselesaikan sehingga mereka tidak harus bolak-balik ke kampus dan lokasi KKN.

Saya juga mewanti-wanti agar mereka tetap berhati-hati dan menjaga diri saat berada di lokasi KKN. Terlebih di situasi cuaca hujan seperti saat ini. Tentu, jalanan di pegunungan tidak semudah jalanan yang ada di bawah.

Pada monev kali ini saya juga berkesempatan untuk mengunjungi area wisata desa di Bukit Tunjung Biru dan Candi Penampihan, yang kebetulan juga berada di wilayah Geger. Dua area wisata ini setidaknya juga menjadi bukti bahwa Geger merupakan desa yang memiliki potensi wisata. Keindahan alamnya, agaknya perlu untuk dipublis dan dieksplore lebih maksimal agar lebih dikenal secara luas, tidak hanya di wilayah Tulungagung, tetapi juga seantero nusantara bahkan manca Negara. Bahkan, menurut penuturan peserta KKN, desa ini juga memiliki sebuah “Telaga” yang dulu sempat terkenal, namun karena sesuatu dan lain hal, saat ini tidak lagi mendapat perhatian dan pengelolaan. Selain itu, juga terdapat air terjun, dimana para peserta KKN sempat ke lokasinya di hari minggu kemarin, namun memang lokasinya masih cukup sulit untuk dijangkau.

Foto di Depan Tunjung Biru


Selain potensi wisata, tentu keberadaan Tunjung Biru dan Candi Penampihan juga menjadi bukti bahwa Geger merupakan desa yang memiliki nilai historisitas yang penting di masa lalu. Dalam serial “Tutur Tinular”, yang original di Bukit Penampihan ini, Ibunda Sakawuni yang memiliki nama asli Ayu Pupu, putri dari Ki Sughata Brahma menetap, setelah meninggalkan Desa Tanibala karena tidak kuasa menanggung malu akibat hubungan asmaranya dengan salah satu perwira Singhasari bernama Banyak Kapuk, tanpa status suami sah, yang melahirkan anak bernama Sakawuni. Di sini lah, ia belajar ilmu pengobatan dan mengubah namanya menjadi Dewi Tunjung Biru. Di sini, ia juga banyak menampung para wanita yang khusus disakiti kaum laki-laki.

Foto di Depan Candi Penampihan


Candi Penampihan sendiri juga memiliki nilai historis yang penting. Candi ini juga dikenal dengan nama Candi Asmoro Bangun. Ia termasuk candi Hindu kuno peninggalan kerajaan Mataram kuno. Candi ini dibangun pada tahun saka 820 atau 898 Masehi. Kata penampihan sendiri konon berasal dari Bahasa Jawa yang artinya adalah penolakan dan penerimaan bersyarat.

Dengan demikian, hal ini juga menahbiskan Geger, selain sebagai desa dengan panorama indah, memiliki potensi alam yang luar biasa, baik sebagai wilayah pertanian, peternakan, perkebunan, dan wisata, juga memiliki nilai historisitas penting dalam sejarah purbakala. Tentu, hal ini sangat menarik untuk dieksplore secara lebih luas serta diperkenalkan kepada masyarakat baik lokal, nasional maupun internasional. Semoga potensi itu, bisa dikenali dan diangkat oleh para peserta KKN yang berada di wilayah Geger ini.

Komentar