Spiritualitas Sholat
(Seri Khutbah Jum'ah)
الحمد لله القائل فى
كتابه المبين سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ
مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (1) أشهد أن لا إله إلا الله
وحده لاشريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أل سيدنا
محمد وسلم تسليما كثيرا أما بعد فيا أيها الناس اتقواالله حق تقاته ولا تموتن إلا
وأنتم مسلمون
Hadirin jama’ah jum’ah yang dimuliakan Allah,
Marilah pada kesempatan jum’ah yang penuh
barakah ini, kita senantiasa meningkatkan kualitas iman dan taqwa kita
kepada-Nya, dengan berusaha sekuat mungkin, melaksanakan seluruh perintah-Nya
dan menjauhi semua larangan-Nya. Sungguh dengan bekal iman dan taqwa, kita akan
menjadi pribadi yang beruntung dalam kehidupan dunia, terlebih saat kembali
mengahadap-Nya kelak di yaumil qiyamah.
Jama’ah jum’ah yang dimuliakan Allah,
Saat ini kita masih berada di bulan mulia, lagi bersejarah bagi umat Islam. Mulia karena bulan ini, Rajab, masuk dalam empat bulan yang dimuliakan Allah swt diantara 12 bulan yang lain, sebagaimana Ia menegaskan dalam firman-Nya:
إِنَّ
عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ
يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ
Artinya: Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan,
dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya
empat bulan haram. (Qs. Al-Taubah (9); 36).
Selain bulan mulia, bulan Rajab
juga merupakan bulan yang bersejarah bagi umat Islam, dimana pada bulan ini
pada kisaran 1445 tahun silam, kira-kira tahun ke 11 kenabian, telah terjadi
peristiwa agung, peristiwa menakjubkan yang masuk dalam kategori mukjizat
Baginda Nabi Muhammad saw yakni peristiwa Isra’ dan Mi’raj, yakni
diperjalankannya Baginda Nabi mulai dari Masjidil Haram sampai Masjidil Aqsha
pada waktu malam hari dan selanjutnya dimi’rajkan untuk menghadap Allah swt di
mustawa hingga sidratil muntaha. Allah swt berfirman:
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلا مِنَ الْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ
مِنْ آيَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Artinya: Maha Suci Allah, yang
telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidilharam ke Al
Masjidilaksa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan
kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat. (Qs. Al-Isra’ (17);1).
Jama’ah jum’ah yang dimuliakan Allah,
Sebagaimana telah kita maklumi
bersama, bahwa buah peristiwa agung ini adalah perintah bagi umat Islam untuk
mendirikan shalat, lima kali dalam sehari semalam, yakni Shalat Subuh, Shalat
Dhuhur, Shalat Ashar, Shalat Maghrib dan Shalat Isya’. Oleh sebab itu, kiranya
tidak ada tawar menawar lagi bagi umat islam, dan yang mengaku islam, bahwa
selama mereka masih menghirup nafas, wajib bagi mereka mendirikan shalat, tanpa
bisa diwakilkan.
Jama’ah jum’ah yang dimuliakan
Allah,
Bila kita telaah lebih dalam lagi,
mengapa untuk memerintahkan umat Islam mendirikan Shalat, Allah swt langsung
memanggil hamba mulia kekasihnya untuk mengahadap-Nya? Para ulama menjelaskan
bahwa hal ini menunjukkan bahwa shalat merupakan hal yang sangat penting bahkan
lebih penting dibanding ibadah yang lain. Oleh sebab itu lah, Baginda Nabi
Muhammad saw. bersabda demi menegaskan pentingnya shalat:
عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَوَلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ صَلاتُهُ
فَإِنْ صَلَحَتْ صَلاتُهُ صَلَحَ سَائِرُ عَمَلِهِ وَإِنْ فَسَدَتْ صَلاتُهُ
فَسَدَ سَائِرُ عَمَلِهِ
Artinya: Dari Anas bin Malik
ra, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya amal yang pertama kali
dihisab dari seorang hamba adalah shalatnya, maka apabila shalatnya baik, baik
pula seluruh amalnya, dan jika buruk shalatnya, maka buruk pula seluruh
amalnya. (HR. Dhiya’uddin Al-Maqdisi)
Jama’ah jum’ah yang dimuliakan
Allah,
Jadi jelaskan bagi kita, bahwa
hadis tersebut menunjukkan betapa pentingnya shalat, sehingga ia menjadi
patokan bagi baiknya amal ibadah lainnya. Oleh sebab itu, jika ada orang yang
beranggapan serta berdalih bahwa shalat yang dimaksud bukan lah shalat secara
fisik, melainkan secara batin, atau mereka yang kerap berdalih bahwa tujuan
shalat adalah mencegah perbuatan keji dan mungkar, maka jika sudah bisa
meninggalkan perbuatan keji dan mungkar tidak lagi perlu mendirikan shalat,
anggapan tersebut adalah anggapan yang salah dan mesti diluruskan. Terlebih saat
kita mentelaah hadis tersebut, bahwa shalat menjadi tolok ukur dari amal ibadah
lainnya. Oleh sebab itu, maka shalat lah yang lebih utama dan berhak untuk
lebih diperhatikan dan lebih ditingkatkan kualitasnya. Baru, jika shalat telah
benar, dan tepat, dampaknya adalah mewujudnya perilaku amal shalih yang
terpancar dari pribadi seorang mushalli.
Itulah sebabnya, Allah swt
mengingatkan kita semua:
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ
سَاهُونَ (5) الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ (6) وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ (7)
Artinya: Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu)
orang-orang yang lalai dari salatnya, orang-orang yang berbuat ria. dan enggan (menolong
dengan) barang berguna. (Qs. Al-Ma’un (107); 4-7)
Jama’ah jum’ah yang dimuliakan
Allah,
Mereka yang mendirikan shalat saja
masih belum jaminan jika shalatnya diterima dan bisa menyelamatkan, apalagi
yang tidak mau mendirikannya. Al-Qur’an mengingatkan, “Fawailun Lilmushallin”,
celaka orang-orang yang shalat, yakni mereka yang lalai dari shalatnya. Fisiknya
shalat, namun pikiran, jiwa dan hatinya masih kemana-mana, belum bisa
benar-benar shalat dalam arti yang sesungguhnya. Maka pantaslah, shalat yang
didirikan tidak mampu merubah sikap dan perilakunya dalam kehidupan
sehari-hari. Mereka shalat, namun tetap menjalankan maksiat. Begitu seterusnya.
Jama’ah jum’ah yang dimuliakan
Allah,
Tanda mereka yang celaka meski
sudah shalat, shalat mereka bukan semakin menundukkan hati dan jiwanya di
hadapan Allah, sebaliknya semakin mereka membanggakan dirinya, merasa lebih
baik dari yang lain, mereka pamer dalam shalatnya, jika bagus suaranya, kerap
memanjangkan bacaan, meski bukan ukuran, berpakaian layaknya ulama besar dan
orang suci, namun perilakunya masih dikuasai cinta dunia karena enggan membantu
yang lain dengan harta bendanya.
Oleh sebab itu, peristiwa Isra Mi’raj,
sesungguhnya mengingatkan bahwa puncak dari ibadah vertikal adalah kesadaran
akan pentingnya ibadah horisontal. Simbol ini, kita temukan pada jawaban nabi
atas salam Allah kepadanya, dengan menjawab “assalamu’ alainaa wa’alaa ‘ibadillahis
shalihin”. Semoga keselamatan terlimpah atas kami, dan atas semua hamba-hamba
Allah yang shalih.
Jama’ah jum’ah yang dimuliakan
Allah,
Semoga pada momentum Isra’ dan Mi’raj
ini, Allah jadikan hati, pikiran dan perbuatan kita hanya tertuju kepada-Nya. Semoga
kita semua mendapat pertolongan dari-Nya, untuk tetap istiqamah dalam
menjalankan shalat, juga dalam menyebarkan semangat “islam” yang penuh dengan
kedamaian, dan pada akhirnya Ia berkenan memanggil kita semua dengan husnul
khatimah dan mengumpulkan kita bersama manusia yang paling dicintai-Nya,
Baginda Nabi Muhammad saw kelak di surga-Nya. Aamiin
بسم الله
الرحمن الرحيم
أَرَأَيْتَ
الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ (1) فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ (2) وَلَا
يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ (3) فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ
هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (5) الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ (6) وَيَمْنَعُونَ
الْمَاعُونَ (7)
بارك الله لي ولكم فى القرأن الكريم ونفعني وإياكم بما فيه
من الأيات والذكر الحكيم وتقبل مني تلاوته إنه هو البر الرؤوف الرحيم وقل رب اغفر
وارحم وأنت خير الراحمين
Wes tk rungokne wingi khutbahe, sampe ngantuk² aq. 😁
BalasHapusHahahaha... makmum yang khusyu' sampek keturon... lek ngantuk tok, kurang khusyuk e....
BalasHapus