Kewajiban Menaati Ulil Amri
(Seri Khutbah Jum'at)
Jama’ah jum’ah yang dimuliakan Allah,
Melalui mimbar khutbah jum’at ini, khatib mengajak jama’ah
semuanya, marilah kita berusaha meningkatkan kualitas iman dan taqwa kita
kepada Allah, dengan sekuat mungkin melaksanakan semua perintah-Nya dan
menjauhi segala larangan-Nya. Sungguh dengan bekal iman dan taqwa kita akan
menjadi pribadi yang beruntung dalam menjalani kehidupan di dunia, terlebih
saat kembali menghadap-Nya, kelak di hari kiamat.
Ma’asyiral ikhwan rahimakumullah,
Salah satu diantara tuntunan yang termaktub di dalam Al-Qur’an
adalah adalah perintah untuk menaati ulil amri atau pemerintah. Allah swt
berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا
الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ
إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Qs. Al-Nisa’ (4); 59)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa
sebagai umat muslim, hendaknya kita menaati Allah, menaati Rasul-Nya dan ulil
amri. Ta’at kepada Allah dan taat kepada Rasul-Nya, telah jelas bagi kita
semua. Sebagai seorang muslim kita berkewajiban melaksanakan perintah Allah dan
Rasul-Nya. Sebagai contoh, dalam sehari semalam, kita umat islam diperintahkan
shalat lima kali sehari, maka sudah
seharusnya kita menjalankan perintah tersebut dengan sebaik-baiknya. Segala bentuk
kerepotan yang ada, tidak boleh menyebabkan kita lalai dan meninggalkan shalat.
Siapa yang dengan sengaja meninggalkan shalat, maka ia berdosa, dan ancamannya
adalah neraka sebagai tempat kembalinya. Lantas bagaimana dengan ketaatan
kepada ulil amri?
Secara sederhana, ulil amri
memiliki arti pemegang urusan. Ulil amri memiliki banyak pengertian. Di tempat
kerja, maka ulil amri adalah atasan kita. Di lingkungan perumahan, ulil amri
bisa jadi RT, RW, Kepala Desa dan sebagainya. Pun pula dalam berbangsa dan
bernegara, maka ulil amrinya adalah para pejabat pemerintah yang menjadi
pemimpin di daerahnya masing-masing yang kesemuanya bermuara pada Presiden
sebagai pemegang pemerintahan tertinggi.
Ikhwani rahimakumullah...
Sebagai muslim yang baik, maka
kita memiliki kewajiban untuk menaati para pemimpin kita. Menaati para pejabat
pemerintah, taat pada perangkat negara, khususnya menaati presiden sebagai
pemegang tinggi kekuasaan di negara kita. Lantas, ketaatan seperti apa yang
dimaksudkan? Apakah taat dalam arti mutlak? Ataukah ketaatan yang bagaimana?
Dalam hal ini, Al-Qur’an
memberikan penjelasan kepada kita bahwa ketaatan kepada ulil amri yang dimaksud
adalah ketaatan yang tidak menyalahi
pada aturan syariat yang benar. Taat pada peraturan yang berlaku, yang tidak
bertentangan dengan nilai-nilai dan ajaran agama yang haq. Bukan ketaan secara
total, meski salah tetap patuh dan taat. Jika memang secara nyata, perintah
para pemimpin/ulil amri bertentangan, seperti misalnya, perintah untuk menindas
yang lemah, misalnya, menghalalkan perjudian, atau membolehkan praktik korupsi,
kolusi dan kecurangan misalnya, maka prinsip yang mesti dipegang adalah
لاطاعة لمخلوق لمعصية الله
Artinya: Tidak ada ketaatan
pada makhluk untuk bermaksiat kepada Allah.
\Lantas bagaimana sikap muslim jika
dalam kehidupan berbangsa dan bernegaranya, ia menemukan hal yang tidak
disetujuinya dari ulil amri? Al-Qur’an menjelaskan dalam Surat Al-Nisa’ (4); 59
tersebut, agar kita mengembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika ada sesuatu
yang kurang tepat, maka kita punya kewajiban untuk mengingatkan, jika kita
tidak punya kemampuan dan kesempatan menyampaikan secara lisan, maka do’a kita
untuk para pemimpin adalah suatu kewajiban.
Jama’ah jum’ah yang dimuliakan
Allah,
Menjadi seorang ulil amri bukan
hal mudah. Mengurus Negara Indonesia, dengan bentang wilayah mulai Sabang
sampai Merauke dengan ribuan pulau, jutaan penduduk dengan aneka ragam
perbedaan karakter, suku, budaya, selera dan sebagainya bukan hal mudah. Tentu,
melelahkan dan banyak ujian. Karenanya, tidak mengherankan bagi kita, siapapun
yang menjadi pemimpin, badai ujian baik dalam bentuk kritikan, atau bahkan
cacian dan makian terkadang turut menghadang. Namun, sebagai muslim kita tetap
berpegang pada firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى
أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ
خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلا تَنَابَزُوا بِالألْقَابِ
بِئْسَ الاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الإيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ
الظَّالِمُونَ
Artinya: Hai orang-orang yang
beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi
mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan
jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh
jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang
mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu
panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk
sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah
orang-orang yang lalim. (Qs. Al-Hujurat (49);11)
Ma’asyiral ikhwan rahimakumullah,
Ini lah prinsip yang harus kita
pegang. Jangan sampai kita mengolok-olok, ataupun mencaci maki. Boleh jadi para
pemimpin/ulil amri telah berusaha semaksimal mungkin untuk berbuat yang terbaik
untuk bangsa dan negara ini, namun karena berbagai keterbatasan, hal itu
mungkin belum sesuai dengan apa yang kita harapkan, maka jangan mengolok atau
pun mencaci. Tetaplah berdo’a semoga Allah berikan hidayah dan taufiq-Nya untuk
mereka sehingga mereka bisa mengemban amanah besar untuk memajukan bangsa ini.
Terlebih, hari-hari ini adalah
tahun politik. Kemarin sudah dimulai pendaftaran capres dan cawapres. Sebagai bagian
dari bangsa ini, maka kita berkewajiban mensukseskan pesta demokrasi ini. Sebagai
bagian dari bangsa ini, kita berkewajiban untuk memilih calon ulil amri bagi
bangsa ini. Siapa? Tentu sesuai dengan hati nurani kita, yang kita anggap
amanah, terpercaya dan bisa mengemban tugas untuk memajukan bangsa ini. Tanpa ulil
amri, bangsa ini akan hancur. Jika kita tidak turut serta ambil bagian, sama
artinya kita setuju untuk menghancurkan bangsa ini.
Kita berdo’a, semoga siapapun
nantinya yang terpilih sebagai pemimpin bangsa ini, semoga mereka adalah yang diridhai
Allah. Semoga mereka semua bisa memegang amanah dengan sebaik-baiknya. Dan semoga
mereka bisa memajukan bangsa ini, menjadi bangsa yang berkemajuan dan
berkeadaban. Bangsa yang baldatun thayyibatun warabbun ghafur. Aamiin
Komentar
Posting Komentar