Kamis, 02 Februari 2017

Kontrolnya Ada Pada Diri Kita





Judul ini terinspirasi setelah saya melihat sebuah film yang sangat inspiratif, “Rudi Habibi”. Film yang menceritakan liku – liku perjalanan hidup Prof. Dr. Ing. Baharuddin Yusuf Habibi, mantan Presiden RI pasca tumbangnya rezim orde baru. Film yang menggugah semangat untuk semakin gigih dalam berusaha untuk mewujudkan cita – cita. Film ini syarat dengan makna kehidupan, ada sisi religius, nasionalis yang turut mewarnai disamping liku – liku yang menggambarkan susah senangnya seornag pemuda miskin yang hidup di negeri orang bersanding dengan anak para konglomerat kaya raya yang syarat dengan gemerlap kehidupan dunia yang profan.

Terselip dalam film ini sebuah pesan menarik dari ayah Rudi, “Ingatlah semua tergantung padamu, kalau kamu baik maka sekitarmu akan menjadi baik, jadilah mata air yang memberi kehidupan, yang mengubah tanah gersang menjadi tanah yang subur”. Pesan ini sederhana, namun memiliki makna yang begitu dalam. 

Dalam kehidupan tentu kita akan mengahadapi banyak masalah. Masalah yang muncul bukanlah hal yang harus kita takuti lantas kemudian kita hindari. Masalah yang muncul dalam hidup ini harus kita hadapai dan kita cari solusinya. Jangan meninggal sebuah masalah tanpa menemukan solusi. Ketika kita meninggalkan masalah tanpa sebuah solusi sebenarnya kita justru menciptakan masalah baru dalam kehidupan kita. 

Kalau kita mau berfikir secara lebih dalam lagi, sebenarnya masalah itu adalah wujud kasih sayang Tuhan kepada kita. Kasih sayang Tuhan yang Ia gunakan untuk menempa kita agar menjadi pribadi yang tangguh, handal dan tidak mudah menyerah. Dengan menghadapi dan menyelesaikan masalah pada hakikatnya kita telah dituntut untuk berfikir dan belajar dalam kehidupan ini. Selesainya masalah menunjukkan kematangan berfikir, perilaku dan kedewasaan kita dalam bersikap. Sebaliknya lari dari masalah menunjukkan kelemahan kita dan kekerdilan jiwa kita dalam menghadapi kehidupan ini.

Begitu halnya dengan seorang Rudi Habibi. Masa – masa sulit yang ia hadapi ketika berada di negeri orang menempanya menjadi pribadi yang kuat dan tangguh. Memiliki semangat juang dengan didasari pada keimanan yang kuat dalam menjalankan kehidupan religi, amanah ayahnya yang meninggal dikala sedang mengimami shalat dan jerih payah ibunya yang harus menghidupi ia dan saudara – saudaranya membuat ia tersadar dan harus bangkit dengan tidak menambah beban ibunya yang sudah mulai menua. Kecintaannya pada bangsa juga mendorongnya untuk belajar dan turut mengangankan bangsa ini menjadi bangsa yang maju dan besar dengan peradaban yang tinggi.

“Ingatlah semua tergantung padamu, jika kamu baik maka sekitarmu akan menjadi baik”. Manusia itu adalah perwujudan alam dalam bentuk kecil. Oleh karenanya ia bisa menjadi kontrol dari seluruh alam yang ada di dunia ini. Kalau kita baik maka orang yang mungkin awalnya tidak baik pada kita akan berubah menjadi baik. Lingkungan yang buruk akan menjadi lingkungan yang baik manakala keistiqamahan yang ada pada diri seseorang dalam kebaikan akan mengubah lingkungan yang buruk menjadi baik. Bukankah ketika kita berada di dekat penjual minyak wangi, maka kita akan ikut tercium wangi meski belum mand. Pun pula sebaliknya, berada di dekat comberan akan menjadikan kita berbau seperti comberan meski sudah mandi.

Kebaikan yang ada pada diri kita akan menjadi kontrol bagi sekeliling kita manakala mereka bersua dengan kita. Seseorang yang tetap teguh dan istiqamah dalam memegang keimanan akan menjadikan semua orang yang berada didekatnya lambat laun juga akan menjadi baik. 

Sebagai contoh adalah pendirian pesantren. Hampir sebagian besar pesantren didirikan didekat lingkungan yang penuh kemaksiatan. Namun, seiring dengan perkembangan waktu, lingkungan itu sedikit  demi sedikit berubah menjadi baik.

“Jadilah mata air yang memberi kehidupan, yang mengubah tanah gersang menjadi tanah yang subur” . Hidup itu tidak lama. Kita hidup mungkin hanya sekitar 60 – 100 tahun. Hidup kita hanya sekali, tidak ada yang mengalami reinkarnasi sebagaimana keyakinan konfusius di China. Oleh karena itu hidup ini harus bermanfaat.

Sebaik – baik manusia adalah yang panjang usianya dan baik amalnya, sedangkan seburuk – buruk manusia adalah yang panjang usianya dan jelek amalnya. Baik itu boleh jadi hanya berlaku untuk dirinya sendiri. Ini juga sudah baik, tetapi lebih baik lagi apabila baik itu bisa dirasakan oleh orang lain.

Pesan inilah yang diamanahkan oleh ayahnya agar hidupnya bermanfaat bagi yang lain. Kehidupan yang bermanfaat akan meninggalkan sejarah baik dan dikenang oleh banyak orang. Sebagai contoh adalah para ulama salafus shalihin, para auliya’ yang menebarkan kemanfaatan selama hidupnya. Sampai hari ini nama mereka tetap terukir dan terkenang di hati umat. Semua itu karena manfaat yang selalu ditebarkannya dalam kehidupan ini sehingga Allah mengangkat derajatnya menjadi orang yang mulia dihadapan manusia.

Penting bagi kita untuk memiliki prinsip hidup sebagaimana mata air. Mata air adalah contoh yang paling baik dalam menebar kebaikan dan manfaat. Ia menghidupkan tanah – tanah yang gersang dan tandus sehingga menjadi tanah subur yang menumbuhkan tetumbuhan hijau. Dari tetumbuhan itu dihasilkan berbagai macam buah dan makanan yang bisa dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi hajat hidupnya.

Begitu juga dengan manusia yang memiliki prinsip untuk selalu menebar kebaikan dan manfaat. Dimanapun ia berada, maka dia akan menjadi mata air yang selalu menebar kedamaian, menebar kebaikan dan menebar kemanfaatan bagi seluruh alam. Ia akan berupaya dengan segala kemampuan dan daya yang dimiliki untuk menciptakan hal – hal yang bisa membawa kepada perbaikan di masa kemudian.

Termasuk menebar kebaikan dan manfaat adalah memberikan pemahaman dan pengertian kepada umat mengenai kehidupan ini. Bagaimana mengatasi berbagai macam problematika dalam hidup agar semua umat mampu untuk menjalani hidup dengan benar sesuai dengan petunjuk yang diberikan Allah SWT.

Untuk mengawetkan ide dan pikiran kita dalam menebar kebaikan dan kemanfaatan adalah dengan menorehkannya dalam bentuk tulisan. Menulis termasuk bagian dari menebarkan manfaat. Manfaat yang ada dalam tulisan akan lebih bertahan lama menembus generasi selama tulisan itu masih ada. Dengan menulis manfaat itu tidak hanya kita rasakan sendiri, tetapi bisa dirasakan orang lain, bahkan generasi yang datang setelah kita. Betapa beruntungnya apabila kita bisa memberikan manfaat kepada orang lain dan generasi setelah kita. Yang tidak kalah penting tentunya adalah menjaga niat dalam hati. Jangan sampai niatan kita dalam menebar manfaat itu salah. Niatan yang salah akan mengurangi nilai dan manfaat dari apa yang kita kerjakan. Semoga kita bisa member manfaat bagi yang lain. Amin…

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…

Rabu, 01 Februari 2017

Tamsil al-Qur’an


 
Kajian al-Qur’an selalu menjadi hal menarik perhatian. Al-Qur’an itu bagaikan  samudera luas tak bertepi. Semakin menelusuri setiap ayat dan surat yang ada didalamnya semakin kita akan dibuat terpesona. Bahasanya yang mengandung sastra nan tinggi sampai hari ini belum ada yang mampu menandingi. Al-Qur’an bisa menjadi petunjuk setiap orang yang berada dalam kesesatan, menjadi obat bagi yang sakit. Anehnya, semakin al-Qur’an sering dibaca bukannya kita merasa bosan, tetapi semakin kita merasakan kerinduan yang mendalam kepada al-Qur’an. Itulah al-Qur’an kalam Allah yang terwujud di alam dunia.

Salah satu bidang kajian yang ada dalam al-Qur’an adalah tamsil. Tamsil adalah perumpamaan – perumpamaan yang terdapat pada ayat – ayat al-Qur’an. Tujuan adanya tamsil dalam al-Qur’an adalah agar manusia mau melakukan kajian terhadap kandungan al-Qur’an, baik yang berkaitan dengan ekosistem, ekologi, astronomi, anatomi, teologi, biologi, sosiologi, dan ilmu – ilmu lain termasuk untuk mengambil pelajaran dari kejadian yang dialami oleh umat – umat yang terdahulu. Pada dasarnya semua bermuara pada satu tujuan yaitu untuk semakin meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. 

Untuk memahami tamsil yang ada dalam al-Qur’an sudah barang tentu dibutuhkan akal pikiran yang sehat dan cerdas. Tanpa akal sehat dan cerdas mustahil seseorang dapat memahami tamsil yang terdapat dalam al-Qur’an. Mengenai hal ini al-Qur’an menyinggung dalam satu ayat, yakni Surat al-Ankabut; 43:

وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ وَمَا يَعْقِلُهَا إِلَّا الْعَالِمُونَ (43)

Artinya: “Dan perumpamaan – perumpamaan ini Kami buat untuk manusia, dan tiada yang memahaminya kecuali orang – orang yang berilmu”. (Q.S. al-Ankabut; 43)

Ayat di atas sekaligus menegaskan bahwa tamsil yang ada dalam al-Qur’an hanya bisa dipahami oleh orang yang berakal. Oleh karenanya penting bagi umat islam khususnya untuk mempotensikan karunia akal yang diberikan kepadanya. Jangan sampai nikmat akal yang diberikan Allah tidak kita syukuri yang pada akhirnya bisa jadi berujung pada dicabutnya nikmat tersebut.

Bagi orang mukmin yang mau mengambil pelajaran dari tamsil yang diberikan Allah yang termaktub dalam al-Qur’an, tamsil ini menjadi penguat keimanan dan ketaqwaan mereka kepada Allah SWT. Keberadaan tamsil al-Qur’an bagi mereka merupakan bukti superioritas Allah SWT sebagai Tuhan yang haq dan Maha Kuasa. Semakin sering ia bersinggungan dengan ayat – ayat yang menunjukkan tamsil semakin bertambah keimanan dan ketaqwaan mereka kepada Allah.

Lain halnya bagi orang – orang munafik dan kafir. Keberadaan ayat – ayat tamsil dalam al-Qur’an bukannya menambah keimanan mereka. Alih – alih beriman, mereka justru semakin ingkar dan menentang ke-Tuhan-an Allah SWT. Ayat tamsil bagi mereka semakin menambahkan kekufuran dan ketersesatan mereka dari jalan yang benar. Al-Qur’an menyinggung ini dalam Surat al-Baqarah; 26:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَحْيِي أَنْ يَضْرِبَ مَثَلًا مَا بَعُوضَةً فَمَا فَوْقَهَا فَأَمَّا الَّذِينَ آَمَنُوا فَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَأَمَّا الَّذِينَ كَفَرُوا فَيَقُولُونَ مَاذَا أَرَادَ اللَّهُ بِهَذَا مَثَلًا يُضِلُّ بِهِ كَثِيرًا وَيَهْدِي بِهِ كَثِيرًا وَمَا يُضِلُّ بِهِ إِلَّا الْفَاسِقِينَ (26)

Artinya: “Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang – orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: “Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?”. Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada orang yang disesatkan Allah kecuali orang – orang fasik.” (Q.S. al-Baqarah; 26)

Orang mukmin akan meyakini bahwa semua tamsil itu adalah benar berasal dari Allah SWT untuk menunjukkan superioritas dan kekauasaan Allah SWT. Berbeda halnya dengan orang – orang fasik. Orang fasik cenderung akan mempertanyakan keberadaan tamsil itu. Mereka akan bertanya – tanya tentang tujuan Allah menciptakan tamsil itu, bahkan boleh jadi mereka menentang tamsil itu disebabkan karena akal mereka tidak mampu menjangkau maksud dan tujuan yang dikehendaki Allah.

Sebagai contoh sederhana adalah penciptaan Allah terhadapa nyamuk atau bahkan makhluk yang lebih rendah semisal kutu, tengu, amuba dan semisalnya. Orang fasik akan mempertanyakan mengapa Allah menciptakan makhluk yang rendah seperti itu? Apakah Allah kurang kerjaan? Pertanyaan ini muncul karena ketidakmampuan mereka dalam memahami tamsil Allah yang tertuang dalam kitab suci al-Qur’an.

Memang sepintas ketika kita memperhatikan nyamuk adalah makhluk yang rendah. Hidupnya ditempat – tempat yang kotor, penuh dengan sampah dan makanannya adalah darah. Seolah – olah makhluk ini tidak ada manfaatnya sama sekali. Inilah yang mungkin menjadi penyebab banyak diantara orang fasik yang tidak mampu untuk mengambil hikmah dan pelajaran dari penciptaan ini.

Bagi orang mukmin mereka akan meyakini bahwa semua itu berasal dari Allah SWT. Memang sekilas ketika diperhatikan remeh, tetapi bila diteliti dan dikaji secara mendalam betapa dahsyatnya ciptaan Allah ini. Kita mungkin tidak bisa membayangkan bagaimana Allah menciptakan makhluk yang begitu kecil dengan struktur tubuhnya yang rapi dan teratur. Kita manusia yang terhebat dan tercerdas pun tidak akan mampu menciptakan yang serupa dengannya.

Selain itu orang mukmin akan berusaha untuk mengungkap berbagai rahasia yang ada di dalam penciptaan itu. Mereka akan terus menggali dan mencari hikmah dari setiap penciptaan. Dengan menemukan rahasia dibalik penciptaan maka seorang mukmin akan semakin bertambah imannya, semakin merasa ta’jub akan keagungan Allah SWT.

Tamsil terkadang bisa memberikan petunjuk kepada seseorang. Tamsil akan menjadi petunjuk bagi mereka yang beriman kepada Allah SWT. Tetapi terkadang tamsil juga menyesatkan. Orang tersesat karena tamsil adalah orang – orang fasik. Orang yang tidak mau mengambil hikmah dan pelajaran dari apa yang mereka lihat, dengar dan temui dari berbagai peristiwa dan kejadian yang bisa kita jadikan sebagai pelajaran dalam hidup. Itulah pentingnya kita belajar.

Al-Qur’an adalah sumber pengetahuan yang selalu sesuai dengan konteks perkembangan. Sudah seharusnya kita lebih tekun dan lebih mencintai al-Qur’an. Dengan semakin tekun mempelajari al-Qur’an maka kita akan semakin tercerahkan dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Di dunia ini kita mengemban amanat dari Allah yang harus kita jalankan sebagai makhluk yang telah di daulat menjadi khalifah Allah fil ardli.

Memang untuk mempelajari al-Qur’an bukanlah perkara yang mudah. Mereka yang belajar bertahun – tahun belumlah mampu menjangkau seluruh isi dan kandungan al-Qur’an. Meski demikian Allah menjamin orang – orang yang mau belajar al-Qur’an, mereka akan dimudahkan dalam mempelajarinya. Firman Allah dalam Surat al-Qamar; 17:

وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآَنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ (17)

Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (Q.S. al-Qamar; 17)

Dalam ayat ini Allah menegaskan sumpahnya dengan lam qasam dan qad bahwa Ia akan memudahkan siapa saja yang mau mempelajari al-Qur’an. Sayangnya banyak umat Islam yang tidak merespon sumpah Allah  ini. Banyak diantara umat Islam yang lebih memilih untuk mempelajari hal lain yang lebih menjanjikan bagi karir dan kekayaan daripada menekuni al-Qur’an. Janji Allah ini nyata. Sepanjang sejarah satu – satunya kitab suci yang paling dihafal oleh banyak umatnya adalah al-Qur’an. Ini cukup menjadi bukti campur tangan Allah dalam memudahkan orang yang mau belajar al-Qur’an. Tentunya pilihan ada ditangan manusianya sendiri. Bidang kajian al-Qur’an sisi mana yang akan didalaminya.

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam….

Selasa, 31 Januari 2017

Melawan Lupa





Membaca judul ini mungkin mengingatkan kita pada salah satu acara di televisi nasional. Tetapi, sejatinya judul ini melintas begitu saja saat menelusuri belantara pemikiran Dr. Ngainun Naim, M.Ag. dalam bukunya “The Power of Writing” yang saya beli beberapa waktu lalu.

Tuhan memberikan kelebihan kepada setiap manusia yang menjadikannya lebih mulia bila dibandingkan dengan makhluk yang lain. Kelebihan itu berupa akal, yang dengan akal itu kita mampu mencerna, berfikir dan mengambil keputusan yang tepat dalam kehidupan. Dengan keputusan yang tepat tentunya kita akan mendapatkan hasil yang maksimal sesuai dengan apa yang kita harapkan dan kita cita – citakan.

Dalam menciptakan makhluk-Nya, Tuhan selalu memberikan keseimbangan di dalamnya. Keseimbangan disini dimaksudkan agar tercipta kemaslahatan tentunya kembali kepada pribadi makhluk itu sendiri. Akan tetapi dalam proses perjalanannya tidak semua makhluk mampu untuk menjaga keseimbangan yang pada mulanya telah diamanatkan oleh Tuhan kepadanya. Sebagai contoh adalah keseimbangan Tuhan dalam menciptakan ala mini. Semua yang ada di alam ini diciptakan secara seimbang. Ekosistem alam yang seimbang ini menjadi timpang gara – gara polah manusia yang sering berbuat sekehendaknya sendiri. Populasi antara ular sawah dan tikus misalnya, sebenarnya Tuhan ciptakan dalam keadaan yang seimbang, akan tetapi karena manusia banyak membunuh ular sawah pada akhirnya tikus menjadi merajalela sehingga tanaman mereka yang mestinya menghasilkan panen yang bisa menopang hidupnya seringkali mengalami ‘gagal panen’ karena serangan tikus. Pun pula bila kita mencoba memperhatikan beberapa kasus di beberapa tempat. Ada beberapa tempat yang saat ini tidak kita jumpai lagi tanaman pohon kelapa. Mengapa? Alasannya setiap menanam kelapa meski masih kecil sudah habis dimakan ‘kwawong’. Lagi – lagi ini juga polah dari manusia yang dengan membabi buta memberangus si tupai.

Apa korelasi uraian saya di atas dengan judul tulisan ini? Saya hanya ingin menyampaikan bahwa kelebihan yang diberikan oleh Tuhan kepada kita berupa akal pikiran itu harus kita syukuri dan kita potensikan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Tuhan. Tuhan memberikan akal fikiran tentunya adalah agar kita gunakan untuk berfikir, mencerna setiap kejadian yang kita lihat dan alami untuk kemudian mengambil sikap dan tindakan demi kebaikan kedepan. Itu saja.

Kok melawan lupa? Bukankah setiap kejadian yang kita lihat dan alami adalah sebagai sarana untuk belajar? Bagaimana mungkin kita bisa belajar dari setiap peristiwa dan kejadian yang kita alami serta kita lihat manakala kita lupa dengan kejadian itu? Inilah kata kuncinya.

Ya, Tuhan menciptakan akal untuk manusia memang termasuk diantaranya adalah untuk mengingat, tetapi tentunya tidak semua peristiwa bisa kita ingat dan perlu kita ingat. Ada beberapa peristiwa dan kejadian yang harus kita ingat, tetapi ada juga beberapa peristiwa yang harus kita lupakan. Beberapa kejadian harus kita lupakan, misalnya adalah kejadian – kejadian yang membuat kita menjadi takut, trauma dan sebagainya harus kita lupakan. Bila tidak, boleh jadi justru kita akan menjadi stress dan berputus asa dalam menjalani kehidupan.

Di sisi lain kejadian yang membahagiakan perlu untuk kita ingat sebagai sebuah motivasi dalam menjalani kehidupan berikutnya. Semangat kita dalam hidup akan tumbuh manakala kejadian – kejadian yang membahagiakan itu kita ingat, semisal kesuksesan dalam meraih sesuatu dalam hidup. Ini penting untuk diingat.

Sekarang urusannya adalah soal ilmu pengetahuan. Ilmu adalah sarana membuka cakrawala kehidupan. Tentu ilmu itu harus kita ingat dan kita ikat dalam pikiran kita sehingga dalam menjalani kehidupan ini kita semakin terarah kepada hal yang positif dan progressif. Masalahnya? Seringkali dalam mengingat informasi dan ilmu pengetahuan itu kita kesulitan. Banyak orang yang telah menghabiskan waktunya untuk membaca tetapi selesai dia membaca, dia telah melupakan kandungan isi buku yang dibacanya. Boro – boro mengingat isinya, terkadang mengingat ‘Judul Buku’ yang dibaca saja tidak ingat. Terus bagaimana?

Di sinilah sebenarnya masalah yang harus kita atasi. Memang kapasitas akal manusia itu terbatas. Tidak semua hal itu bisa direkam dan diingat oleh akal. Tetapi Tuhan memberikan kepada kita sepasang tangan, yang dengan tangan itu, kita bisa menorehkan sekedar catatan untuk membantu kerja akal dalam mengingat. Membuat catatan tentang apa yang sudah kita pelajari, kita baca dan alami menjadi sesuatu yang penting untuk melawan lupa yang ada pada diri kita.

Nah, dalam buku “The Power of Writing” ini Dr. Ngainun Naim, M.Ag. mengajak kita selain menjadi seorang yang rakus dalam membaca, juga menjadi orang yang giat dalam menorehkan catatan – catatan meski hanya dalam sebuah buku tulis murahan. Jangan melihat ‘murahannya’ tetapi lihat fungsinya. Tidak ada bedanya antara buku tulis murahan dengan yang ‘mahal’, fungsinya sama, bedanya hanya dalam hal kualitas kertasnya.

Membaca itu penting, karena membaca bisa menambah wawasan kita. Dengan membaca kita bisa membuka cakrawala dunia yang masih tertutup. Beliau mengatakan, “Membacalah yang mampu membuat seseorang keluar dari tempurung pengetahuannya yang kerdil.” Ya, acap kali memang seseorang merasa bahwa dirinya adalah orang yang cerdas. Bahkan memproklamirkan diri sebagai orang tercerdas di lingkungannya. Mungkin, karena seringnya dipakai oleh masyarakat dalam event – event tertentu, semisal maulidan, tahlilan dan hari besar lainnya. Wajar dong bila lantas ‘GR’ dan merasa orang terhebat, padahal  ya, bila dipertemukan dengan yang lainnya atau diluar daerahnya, ya belum ada apa – apanya. Inilah mungkin yang saya pahami dari ‘tempurung pengetahuannya yang kerdil’.

Karena otak kita tidak bisa merekam dan mengingat semuanya, di sinilah kita bisa melawan lupa itu dengan cara mencatat. Mencatat sebenarnya adalah bagian dari menulis. Menulis yang paling sederhana tanpa embel – embel ‘analisis’ yang ribet. Tentu mudah hanya sekedar mencatat apa yang didengar, dibaca atau dilihat. Kelihatannya sih mudah. Tetapi nyatanya mencatat yang menjadi bagian dari media melawan lupa itu juga tidak semudah yang dibayangkan. Buktinya, ada banyak orang yang tidak mau atau tidak telaten dalam mencatat. Mereka lebih senang mendengar, melihat dan berbicara. Padahal usia kan semakin bertambah. Dengan bertambahnya usia sudah barang tentu urusan yang kita hadapi semakin bertumpuk dan boleh jadi menjadi beban dalam pikiran kita. Nah, semakin banyaknya urusan kita dan seiring dengan usia yang menua tentunya kekuatan akal semakin berkurang. Akibatnya seringkali hal – hal penting yang mestinya kita ingat menjadi kita lupakan begitu saja.

Namun demikian, bagi sebagian orang mencatat adalah hal yang mudah karena mereka selalu membiasakan membuat catatan. Taruhlah sebagai contoh ‘Diary’ yang menjadi media bagi cewek – cewek khususnya, -mungkin juga cowok- sekedar untuk mengabadikan peristiwa yang mereka alami dalam kehidupan sehari – hari. Tentu hal ini memiliki satu nilai tersendiri yang membuat mereka bisa mengingat – ingat peristiwa yang ‘bersejarah’ dalam hidupannya. Begitu pula dengan mencatat ilmu pengetahuan.

Dr. Ngainun Naim, M. Ag. Menyitir sebuah pepatah, “Ingatan lupa, maka catatan akan ingat”. Di sinilah sebenarnya nilai pentingnya mencatat ilmu pengetahuan. Meminjam istilah Imam Ali bin Abi Thalib, “Ikatlah ilmu dengan pena”. Sebenarnya ungkapan beliau ini juga memiliki makna yang sama dengan pepatah di atas. Meski Imam Ali seorang yang di sabdakan Rasul SAW sebagai ‘Gerbang Pengetahuan’, nyatanya beliau masih menyarankan pentingnya menulis ilmu dengan pena.

Terlepas dari semua pendapat yang setuju dan tidak dengan tulisan ini, saya hanya ingin mengingatkan diri saya khususnya, syukur – syukur ada yang mau mengikuti, memang membaca itu penting, tetapi jangan hanya berhenti dengan bacaan kita, cobalah goreskan tinta kita, sayang bila tinta itu kering tanpa kita gunakan. Cobalah menggerakkan jari – jari lentik itu di atas ‘keyboard’ barangkali saja bisa menghasilkan tulisan. Cobalah publish tulisan itu dalam media sosial kali saja ada orang yang mau membaca, syukur – syukur menjalankan. Bila tidak ya, tidaklah mengapa yang penting kita sudah berupaya berkarya. Barangkali saja kita akan tertawa suatu ketika, begitu melihat tulisan kita yang berantakan di media dan jejaring maya. Hehehe…

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…

Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam

  Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam   اُلله أَكْبَرُ (×٣) اُلله أَكْبَرُ (×٣) اُلله اَكبَرُ (×٣) اُلله أَكْبَرُ كُلَّمَا...