Kontrolnya Ada Pada Diri Kita





Judul ini terinspirasi setelah saya melihat sebuah film yang sangat inspiratif, “Rudi Habibi”. Film yang menceritakan liku – liku perjalanan hidup Prof. Dr. Ing. Baharuddin Yusuf Habibi, mantan Presiden RI pasca tumbangnya rezim orde baru. Film yang menggugah semangat untuk semakin gigih dalam berusaha untuk mewujudkan cita – cita. Film ini syarat dengan makna kehidupan, ada sisi religius, nasionalis yang turut mewarnai disamping liku – liku yang menggambarkan susah senangnya seornag pemuda miskin yang hidup di negeri orang bersanding dengan anak para konglomerat kaya raya yang syarat dengan gemerlap kehidupan dunia yang profan.

Terselip dalam film ini sebuah pesan menarik dari ayah Rudi, “Ingatlah semua tergantung padamu, kalau kamu baik maka sekitarmu akan menjadi baik, jadilah mata air yang memberi kehidupan, yang mengubah tanah gersang menjadi tanah yang subur”. Pesan ini sederhana, namun memiliki makna yang begitu dalam. 

Dalam kehidupan tentu kita akan mengahadapi banyak masalah. Masalah yang muncul bukanlah hal yang harus kita takuti lantas kemudian kita hindari. Masalah yang muncul dalam hidup ini harus kita hadapai dan kita cari solusinya. Jangan meninggal sebuah masalah tanpa menemukan solusi. Ketika kita meninggalkan masalah tanpa sebuah solusi sebenarnya kita justru menciptakan masalah baru dalam kehidupan kita. 

Kalau kita mau berfikir secara lebih dalam lagi, sebenarnya masalah itu adalah wujud kasih sayang Tuhan kepada kita. Kasih sayang Tuhan yang Ia gunakan untuk menempa kita agar menjadi pribadi yang tangguh, handal dan tidak mudah menyerah. Dengan menghadapi dan menyelesaikan masalah pada hakikatnya kita telah dituntut untuk berfikir dan belajar dalam kehidupan ini. Selesainya masalah menunjukkan kematangan berfikir, perilaku dan kedewasaan kita dalam bersikap. Sebaliknya lari dari masalah menunjukkan kelemahan kita dan kekerdilan jiwa kita dalam menghadapi kehidupan ini.

Begitu halnya dengan seorang Rudi Habibi. Masa – masa sulit yang ia hadapi ketika berada di negeri orang menempanya menjadi pribadi yang kuat dan tangguh. Memiliki semangat juang dengan didasari pada keimanan yang kuat dalam menjalankan kehidupan religi, amanah ayahnya yang meninggal dikala sedang mengimami shalat dan jerih payah ibunya yang harus menghidupi ia dan saudara – saudaranya membuat ia tersadar dan harus bangkit dengan tidak menambah beban ibunya yang sudah mulai menua. Kecintaannya pada bangsa juga mendorongnya untuk belajar dan turut mengangankan bangsa ini menjadi bangsa yang maju dan besar dengan peradaban yang tinggi.

“Ingatlah semua tergantung padamu, jika kamu baik maka sekitarmu akan menjadi baik”. Manusia itu adalah perwujudan alam dalam bentuk kecil. Oleh karenanya ia bisa menjadi kontrol dari seluruh alam yang ada di dunia ini. Kalau kita baik maka orang yang mungkin awalnya tidak baik pada kita akan berubah menjadi baik. Lingkungan yang buruk akan menjadi lingkungan yang baik manakala keistiqamahan yang ada pada diri seseorang dalam kebaikan akan mengubah lingkungan yang buruk menjadi baik. Bukankah ketika kita berada di dekat penjual minyak wangi, maka kita akan ikut tercium wangi meski belum mand. Pun pula sebaliknya, berada di dekat comberan akan menjadikan kita berbau seperti comberan meski sudah mandi.

Kebaikan yang ada pada diri kita akan menjadi kontrol bagi sekeliling kita manakala mereka bersua dengan kita. Seseorang yang tetap teguh dan istiqamah dalam memegang keimanan akan menjadikan semua orang yang berada didekatnya lambat laun juga akan menjadi baik. 

Sebagai contoh adalah pendirian pesantren. Hampir sebagian besar pesantren didirikan didekat lingkungan yang penuh kemaksiatan. Namun, seiring dengan perkembangan waktu, lingkungan itu sedikit  demi sedikit berubah menjadi baik.

“Jadilah mata air yang memberi kehidupan, yang mengubah tanah gersang menjadi tanah yang subur” . Hidup itu tidak lama. Kita hidup mungkin hanya sekitar 60 – 100 tahun. Hidup kita hanya sekali, tidak ada yang mengalami reinkarnasi sebagaimana keyakinan konfusius di China. Oleh karena itu hidup ini harus bermanfaat.

Sebaik – baik manusia adalah yang panjang usianya dan baik amalnya, sedangkan seburuk – buruk manusia adalah yang panjang usianya dan jelek amalnya. Baik itu boleh jadi hanya berlaku untuk dirinya sendiri. Ini juga sudah baik, tetapi lebih baik lagi apabila baik itu bisa dirasakan oleh orang lain.

Pesan inilah yang diamanahkan oleh ayahnya agar hidupnya bermanfaat bagi yang lain. Kehidupan yang bermanfaat akan meninggalkan sejarah baik dan dikenang oleh banyak orang. Sebagai contoh adalah para ulama salafus shalihin, para auliya’ yang menebarkan kemanfaatan selama hidupnya. Sampai hari ini nama mereka tetap terukir dan terkenang di hati umat. Semua itu karena manfaat yang selalu ditebarkannya dalam kehidupan ini sehingga Allah mengangkat derajatnya menjadi orang yang mulia dihadapan manusia.

Penting bagi kita untuk memiliki prinsip hidup sebagaimana mata air. Mata air adalah contoh yang paling baik dalam menebar kebaikan dan manfaat. Ia menghidupkan tanah – tanah yang gersang dan tandus sehingga menjadi tanah subur yang menumbuhkan tetumbuhan hijau. Dari tetumbuhan itu dihasilkan berbagai macam buah dan makanan yang bisa dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi hajat hidupnya.

Begitu juga dengan manusia yang memiliki prinsip untuk selalu menebar kebaikan dan manfaat. Dimanapun ia berada, maka dia akan menjadi mata air yang selalu menebar kedamaian, menebar kebaikan dan menebar kemanfaatan bagi seluruh alam. Ia akan berupaya dengan segala kemampuan dan daya yang dimiliki untuk menciptakan hal – hal yang bisa membawa kepada perbaikan di masa kemudian.

Termasuk menebar kebaikan dan manfaat adalah memberikan pemahaman dan pengertian kepada umat mengenai kehidupan ini. Bagaimana mengatasi berbagai macam problematika dalam hidup agar semua umat mampu untuk menjalani hidup dengan benar sesuai dengan petunjuk yang diberikan Allah SWT.

Untuk mengawetkan ide dan pikiran kita dalam menebar kebaikan dan kemanfaatan adalah dengan menorehkannya dalam bentuk tulisan. Menulis termasuk bagian dari menebarkan manfaat. Manfaat yang ada dalam tulisan akan lebih bertahan lama menembus generasi selama tulisan itu masih ada. Dengan menulis manfaat itu tidak hanya kita rasakan sendiri, tetapi bisa dirasakan orang lain, bahkan generasi yang datang setelah kita. Betapa beruntungnya apabila kita bisa memberikan manfaat kepada orang lain dan generasi setelah kita. Yang tidak kalah penting tentunya adalah menjaga niat dalam hati. Jangan sampai niatan kita dalam menebar manfaat itu salah. Niatan yang salah akan mengurangi nilai dan manfaat dari apa yang kita kerjakan. Semoga kita bisa member manfaat bagi yang lain. Amin…

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…

Komentar