Menjauhkan Diri dari Perbuatan Syirik


 
Syirik merupakan dosa terbesar diantara dosa – dosa besar yang lain. Syirik diartikan sebagai perbuatan menyekutukan Allah. Setiap umat Islam harus berusaha dengan segenap kemampuannya agar terhindar dari perbuatan syirik ini. Apabila seseorang tidak bisa menghindarkan diri dari perbuatan ini maka ia telah terjerumus ke dalam dosa besar yang tidak akan diampuni dosanya oleh Allah SWT. Firman Allah SWT dalam Surat al-Nisa’; 116:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا (116)

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh – jauhnya.” (Q.S. al-Nisa’; 16)

Secara tegas ayat ini menjelaskan ancaman bagi pelaku dosa syirik. Allah SWT masih bisa mengampuni dosa selain dosa syirik bagi siapa saja yang Ia kehendaki, baik dosa itu termasuk ke dalam dosa besar maupun dosa kecil. Berbeda dengan dosa syirik, dosa ini tidak akan diampuni oleh Allah. Orang yang telah berbuat syirik sama halnya dengan orang yang tersesat sejauh – jauhnya.

Selain dosa syirik mendapat ancaman tidak akan diampuni oleh Allah, dosa syirik juga digolongkan kedalam dosa yang paling besar diantara yang lain. Rasulullah SAW menerangkan hal itu melalui haditsnya yang diriwayatkan dari Abdullah ibnu Mas’ud, beliau bersabda:

حديث عبد الله ابن مسعود قال: سألت النبي صلى الله عليه وسلم أي الذنب أعظم عند الله؟ قال: أن تجعل لله ندا وهو خلقك، قلت إن ذلك لعظيم، قلت ثم أي؟ قال: وأن تقتل ولدك تخاف أن يطعم معك، قلت ثم أي؟ قال: أن تزاني حليلة جارك. اخرجه البخاري فى : 65 كتاب التفسير، تفسير سورة البقرة : 3- باب قوله تعالى فلا تجعلوا لله أندادا

Artinya: “Hadits Abdullah bin Mas’ud dimana ia berkata: “Saya bertanya kepada Nabi SAW: “Apakah dosa yang paling besar menurut Allah?”. Beliau menjawab: “Kamu menjadikan sekutu bagi Allah padahal Dia yang menciptakan kamu”. Saya berkata: “Perbuatan itu sungguh dosa yang sangat besar”. Saya bertanya: “Kemudian apa?”. Beliau menjawab: “Kamu membunuh anakmu karena khawatir ia akan makan bersama kamu”. Saya bertanya lagi: “Kemudian apa?”. Beliau menjawab: “Kamu berzina dengan istri tetanggamu”. (al-Bukhari mentakhrij hadits ini dalam “Kitab Tafsir” tentang tafsir Surat al-Baqarah, yaitu tafsir firman Allah Ta’ala (yang artinya): “Maka janganlah kamu menjadikan sekutu – sekutu bagi Allah)

Perbuatan syirik termasuk perbuatan dosa paling besar diantara yang lain yang terancam dengan tidak adanya ampunan dari Allah SWT. Oleh karena itu menjaga diri agar tidak terjerumus ke dalam dosa syirik adalah satu keharusan bagi setiap muslim. Agar terhindar dari perbuatan syirik ini maka seorang mukmin harus senantiasa berusaha untuk mengagumi setiap ciptaan Allah dan mensyukuri setiap nikmat yang diberikan Allah. Dalam hal urusan duniawi hendaklah seorang muslim berusaha untuk melihat seseorang yang ada di bawahnya sehingga yang keluar dari lisannya dan yang terbesit dalam hatinya adalah ungkapan syukur. Sebaliknya dalam urusan ubudiyah hendaknya ia selalu melihat kepada orang yang berada diatasnya sehingga ia akan semakin giat dalam beribadah kepada-Nya. Jangan sampai sebaliknya, urusan dunia melihat ke atas, urusan ubudiyah melihat ke bawah, ini terbalik.

Secara garis besar para ulama membagi syirik menjadi dua macam, syirik khafi dan syirik jali. Syirik khafi adalah perbuatan menyekutukan Allah yang itu tidak tampak oleh pandangan mata. Tidak tampak disini dikarenakan syirik khafi ini berupa sesuatu yang terbesit dalam hati saja, tidak terlahir dalam bentuk perbuatan ataupun bahasa yang diucapkan dengan lisan. Syirik khafi inilah yang semestinya lebih mendapatkan perhatian serius oleh karena sifatnya yang sangat lembut. Tanpa disadari syirik khafi seringkali dilakukan oleh seorang muslim. Termasuk kategori syirik khafi meurut para ulama adalah munculnya rasa ke-aku – akuan (ananiyah) dalam diri seseorang. Rasa ke-aku – akuan ini nampaknya seringkali muncul dalam diri seseorang yang diberi kelebihan baik berupa ilmu, harta ataupun jabatan. Jika dibiarkan maka rasa ini akan meningkat menjadi ujub, riya’ dan kemudian puncaknya adalah munculnya sifat takabbur. Takabbur adalah bagian dari syirik khafi yang menggerogoti diri karena merasa bahwa dia memiliki kemampuan dan kelebihan disbanding yang lain, padahal semua itu hanyalah milik Allah semata yang dititipkan kepada manusia. Syirik model ini jarang dipahami dan dikenali oleh pelakunya karena secara lahiriyah ibadahnya masih tetap berjalan sebagaimana biasa. Hanya semuanya diaku sebagai miliknya sendiri.

Berbeda dengan syirik jali. Syirik model ini mudah dikenali dan diantisipasi oleh banyak orang karena memang secara lahir tampak dan bisa dilihat. Termasuk diantara syirik jali adalah menyembahh kayu, batu, bulan, bintang, matahari, api dan sebagainya. Syirik model ini mudah dikenali. Oleh karena itu antisipasinya juga relatif lebih mudah. Beda halnya dengan ujub, siapa yang tahu? Yang tahu hanya pelakunya dan Allah, selain itu hanya menerka dan mengira. Itulah mengapa ada peribahasa yang mengatakan, “Sedalam – dalamnya lautan masih bisa diterka tetapi sedalam – dalamnya hati manusia siapa yang tahu”.

Perbuatan syirik memang perbuatan yang tercela dan harus dihindarkan oleh setiap mukmin. Oleh karenanya tidak cukup hanya dengan belajar ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan semakin banyak yang kita kumpulkan boleh jadi malah membawa seseorang jatuh pada perbuatan syirik karena munculnya rasa bangga dan ta’jub pada ilmu yang dimiliki. Boleh jadi karena kehebatannya dalam ilmu pengetahuan maka seseorang lupa bahwa masih ada Dzat Yang Lebih Tahu daripada Dia yaitu Allah SWT.

Oleh karena ilmu saja tidak cukup, maka dibutuhkan olah hati dengan memperbanyak riyadlah dan mujahadah. Riyadlah dengan semakin meningkatkan “Nglempit Usus Meres Motho”, memperbanyak puasa dan tidak tidur diwaktu malam. Selain itu juga dengan senantiasa mengingat Allah dalam setiap waktu dan kesempatan. Dengan demikian Insyaallah seseorang akan terhindar dari perbuatan mensekutukan Allah.

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…

Komentar