Ingin Naik Kelas
Ingin naik kelas? Sudah tahu
syaratnya? Inilah syaratnya naik kelas menurut pendapat al-Syaikh Abu al-Hasan
al-Syadzili:
لايترقى
مريد قط إلا إن صحت له محبة الحق تعالى، ولامحبة الحق تعالى حتى يبغض الدنيا
وأهلها، ويزهد نعيم الدارين (منح السنية ص 3)
Artinya: “Seorang murit tidak
akan pernah naik kelas sama sekali kecuali apabila telah benar baginya cinta
kepada Allah Ta’ala yang Maha Benar, dan tidak dinamakan cinta kepada Allah
Ta’ala yang Maha benar sehingga ia membenci dunia serta isinya dan zuhud dari
kenikmatan dunia dan akhirat.” (Minah al-Saniyah, h. 3)
Imam Abu al-Hasan al-Syadzili
seorang ulama yang sangat masyhur dengan thariqah Syadziliyahnya ini mengatakan
bahwa seorang murit tidak akan bisa naik kelas kecuali apabila cintanya kepada
Allah SWT sudah benar. Naik kelas disini tentunya bukanlah naik kelas
sebagaimana sekolah. Tetapi yang
dimaksud dengan naik kelas disini adalah kelas secara ruhani dalam maqam dunia
tasawuf.
Seorang murit dalam hal ini adalah
seseorang yang menempuh jalan menuju Allah (al-wushul ilallah) tidak
berpindah naik ke satu maqam menuju maqam yang lain sehingga ia telah memiliki
rasa mahabbah yang benar kepada Allah SWT. Oleh karena itu mahabbah kepada
Allah harus dipupuk dan ditumbuhkan dalam diri seorang murit agar bisa
meningkat dari satu maqam ke maqam yang lain yang lebih tinggi.
Bagaimana mahabbah kepada Allah
dikatakan sebagai mahabbah yang benar? Banyak orang yang menyatakan cinta
kepada Allah akan tetapi cintanya masih perlu diuji. Seringkali orang mengaku
cinta kepada Allah akan tetapi perilakunya masih jauh dari cinta kepada Allah.
Menurut Imam Abu Hasan al-Syadzili
seorang dikatakan telah benar mahabbah atau cintanya kepada Allah apabila ia
telah mampu untuk membenci dunia beserta isinya. Benci disini bukan lantas
tidak mau bersinggungan dan mencari sekedar rizki yang digunakannya untuk
menyembah Allah SWT, akan tetapi lebih kepada penataan hati agar tidak memiliki
setitik rasa cinta kepada dunia.
Cinta kepada dunia akan membawa
seseorang pada gelapnya mata hati yang seringkali menjadikannya sebagai orang
yang lupa kepada Allah SWT. Banyak sekali orang yang karena cintanya kepada
dunia lantas melupakan kewajibannya untuk beribadah kepada Allah. Orang yang
cinta kepada dunia cendeung tidak bisa memandang sesuatu secara obyektif dan
benar. Kecenderungan orang yang cinta dunia selalu mengedepankan kepentingan
dirinya untuk meraih keuntungan. Hal inilah yang biasanya menyebabkan seseorang
cenderung menuruti keinginan nafsunya.
Apabila seseorang telah memiliki
rasa cinta yang benar kepada Allah maka dia tidak akan lagi berpikir untuk
sekedar memenuhi hasrat nafsunya. Kehidupannya dalam keseharian lebih
diperuntukkan dalam rangka pengabdian kepada Allah SWT.
Kecintaan kepada Allah juga menuntut
seseorang untuk berperilaku zuhud baik di dunia maupun di akhirat. Zuhud pada
awalnya memiliki arti benci. Zuhud dunia artinya benci dengan kehidupan dunia
dan zuhud akhirat benci dengan kehidupan akhirat. Tetapi apakah yang sebenarnya
dimaksudkan dengan zuhud di dunia dan akhirat ini?
Zuhud di dunia yang dimaksudkan
disini adalah dalam menjalankan semua aktifitas dan amal kita tidak ada pamrih
dan tujuan – tujuan yang bersifat duniawi. Kalaulah kita beramal maka amal yang
dilakukan itu semata – mata dikerjakan karena Allah tidak karena yang lain.
Tidak ada keinginan untuk meraih kehidupan dunia. Bagi seorang sufi semuanya
harus dilaksanakan semata karena mengabdikan diri dan cinta kepada Allah SWT.
Zuhud di akhirat memiliki arti bahwa
dalam melaksanakan amal ibadah juga tidak kita niatkan untuk meraih surga
ataupun dijauhkan dari neraka. Surga dan neraka bagi seorang sufi adalah
makhluk Allah SWT. Oleh karena itu tidak sepatutnya kita melakukan ibadah
dengan pamrih untuk mendapatkan makhluk yang sifatnya hanya fana belaka.
Ibadah yang dilakukan harus benar –
benar murni karena Allah. Salah satu sikap sufi yang mencerminkan hal ini
adalah sikap yang ditunjukkan oleh Rabi’ah al-Adawiyyah ketika ia sedang
tergopoh – gopoh membawa setimba air dan sebuah obor. Rabi’ah mengatakan kalau
seandainya aku menyembah Allah karena ingin surga maka saat ini juga akan aku
bakar surga dengan api yang ada pada oborku ini. Sebaliknya jika aku beribadah
kepada Allah karena takut pada neraka maka akan aku padamkan api neraka dengan
air yang aku bawa ini.
Lantas untuk apa Rabi’ah beribadah
kepada Allah? Rabi’ah beribadah kepada Allah semata – mata karena ia cinta
kepada Allah. Ia beribadah hanya karena Allah dan tidak karena yang lainnya.
Bila demikian maka perjumpaan dengan Allah, Dzat Yang Maha segala – galanya
itulah yang menjadi tujuan dari ibadah bukan lagi yang lain.
Seorang murit yang telah jatuh cinta
kepada Allah maka dalam hatinya tidak lagi ada pamrih yang sifatnya duniawi
maupun ukhrawi. Yang ada dalam hatinya adalah rasa mahabbah kepada Allah dan
tujuan hidupnya tidak lain adalah untuk mengabdi kepada Allah. Urusan apakah ia
akan dimasukkan ke surga atau neraka itu tidak menjadi penting bagi seorang
sufi. Apabila ia telah mampu memiliki perasaan yang demikian maka ia mampu naik
ke kelas yang lebih tinggi.
Semoga bermanfaat...
Allahu A'lam...
Komentar
Posting Komentar