Jumat, 03 Februari 2017

Jangan Terkecoh Dzahirnya, Tapi Lihatlah Substansinya





Berawal dari sekedar obrolan ringan yang santai kemudian menjadi diskusi kecil yang ringan namun sarat dengan ilmu dan pengetahuan. Obrolan ringan bersama Mudir Ma’had al-Jami’ah dan para Murabbi yang sedang santai sembari menunggu saat ceklok tiba. Waktu yang singkat namun bermakna setidaknya menurut saya.

Pada awalnya obrolan ini hanya sekedar mengisi waktu kekosongan, secara spontan muncul sebuah pertanyaan dari seorang diantara murabbi yang ingin mengetahui makna filosofis dari logo IAIN Tulungagung tercinta. Kampus dimana kami mengabdi dan berkarya untuk mempersiapkan anak bangsa di masa yang akan datang.

Spontan saja pertanyaan itu kemudian menjadi tranding topik yang gayeng untuk didiskusikan, meski sekali lagi diskusi ini sangat santai jauh dari suasana tegang sebagaimana yang terjadi di dalam ruang – ruang kelas saat perkuliahan. Sepemahaman saya setidaknya logo itu bisa dimaknai dengan menggunakan dua perspektif. Perspektif Islam dan Jawa.

Saya coba yang pertama dulu yakni dengan menggunakan perspektif Islam. Ya ini sejauh pemahaman yang saya tangkap dari perbincangan yang gayeng. Adapun yang saya belum paham mungkin kolega saya punya pemahaman lebih dan mungkin berbeda dengan pemahaman saya. Maklum beda kepala beda pemahaman dan pemikiran. 

Dari perspektif pertama ini logo ini bisa dipandang sebagai lafdzul jalalah (asma Allah). Dari sisi ini maka mata yang ada di atas itu bisa dimaknai sebagai tasydid. Ini memiliki arti bahwa IAIN Tulungagung ingin menegaskan bahwa tujuan dari kampus ini adalah ketauhidan yang semuanya kembali kepada nilai meng-esakan Allah SWT. Kampus IAIN ingin mengedepankan substansi dari pada sisi dzahir yang tampak. 

Sebagaimana yang kita maklumi seringkali manusia terjebak pada penampilan – penampilan dzahir yang tampak. Padahal belum tentu semua yang tampak baik itu baik secara substansinya. Meskipun ada kaidah yang mengatakan:  الظاهر  يدل على الباطن , “Dzahir itu menunjukkan bathin”. Kaidah ini mungkin berlaku bagi sementara orang yang bersikukuh pada hukum fiqih. Tetapi bagi beberapa kasus yang lain terutama mereka yang berkutat dalam dunia filsafat dan sufi mungkin kaidah ini tidak begitu berpengaruh.

Salah satu ayat al-Qur’an yang mungkin menunjukkan akan hal substansit yang terkandung dalam setiap kejadian yang harus kita cermati dan ambil pelajaran adalah Surat al-Baqarah ayat; 216:

أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئاً وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ 

Artinya: “Dan terkadang kalian membenci sesuatu padahal ia baik bagi kalian, dan terkadang kalian menyukai sesuatu padahal ia buruk bagi kalian, Dan Allah Maha Mengetahui dan kalian tidak mengetahui”.(Q.S. al-Baqarah; 216)

Secara ekplisit ayat ini menunjukkan bahwa terkadang kita membenci sesuatu padahal sesuatu itu baik, pun pula sebaliknya. Dari ayat ini pula terkandung makna implisit bahwa dalam setiap peristiwa dan kejadian yang ada didunia ini ada sesuatu yang terkadang tidak bisa kita pahami dari sisi dlahirnya saja. Akan tetapi untuk memahami hal itu perlu dilakukan kajian dan perenungan yang mendalam sehingga dapat diperoleh makna hakiki yang diharapkan.

Nah, dalam kerangka inilah IAIN Tulungagung ada. Artinya IAIN Tulungagung sebagai salah satu perguruan tinggi dibawah kementerian agama ingin menegaskan diri sebagai kampus yang tidak hanya berpegang pada symbol – symbol yang nampak saja. Lebih dari itu IAIN Tulungagung ingin mencetak generasi yang juga mampu untuk menangkap symbol – symbol yang bersifat maknawi dan substansial tentunya semua itu bermuara pada satu asma yang terdapat pada lafadz jalalah yang ada pada logo IAIN Tulungagung.

Salah satu yang menjadi indikator dari pemaknaan dengan menggunakan perspektif ini adalah penegasan IAIN Tulungagung sebagai kampus dakwah. Dakwah merupakan symbol dari ke-Islaman yang sempurna yang pada akhirnya menegakkan kalimah Allah dalam bentuk amar ma’ruf nahi mungkar. Amar ma’ruf nahi mungkar ini identik dengan dakwah. Muara dakwah itu sejatinya tetap satu yaitu membentuk manusia yang men-tauhidkan Allah SWT.

Perspektif kedua yang juga bisa diambil dari logo IAIN Tulungagung adalah perspektif Jawa. Artinya bila dihubungkan dengan sisi historisitas keberadaan tanah Jawa, tempat dimana IAIN Tulungagung berad, symbol yang ada dalam logo IAIN Tulungagung ini menunjukkan tokoh yang popular dalam dunia pewayangan bernama Semar. 

Konon di zaman dahulu tanah Jawa terkenal dengan keangkerannya. Saking angkernya maka setiap ada orang yang masuk dan hendak tinggal di Jawa maka mereka akan mati karena tidak sanggup melawah jin priyangan yang ada di Jawa. Dalam istilah Jawa ini dikenal dengan istilah “Jalma moro jalmo mati”, manusia datang, manusia mati. Karena angkernya tanah Jawa maka untuk menentramkan tanah Jawa diutuslah seseorang yang punya keahlian dalam bidang “Tumbal” yaitu Syaikh Subakir yang diyakinni sebagai orang yang numbali tanah Jawa sehingga semua jin priyangan itu lari menuju laut selatan. Konon tumbal itu di pasang di tengah – tengah pulau Jawa, tepatnya di gunung Tidar di daerah Magelang. Melihat kejadian itu Semar yang merupakan Dhayangan pulau Jawa yang menetap di gunung Semeru kaget dan ingin menemuai orang yang bisa melakukan hal yang luar biasa itu yakni Syaikh Subakir yang sampai hari ini masih sangat terkenal dan selalu disebut dalam setiap hadiah fatihah saat tahlil dan hajatan dalam kultur masyarakat Jawa.

Sebagai informasi, tokoh Semar digambarkan dalam sosok yang buruk rupa. Meski buruk rupa tetapi dia termasuk salah satu Dewa yang darinya menurunkan raja – raja Jawa. Oleh karena itu maka lagi – lagi IAIN Tulungagung ingin menegaskan jangan hanya melihat pada bentuk lahirnya tetapi lihatlah substansi yang ada didalamnya. Kembali lagi pada nilai – nilai ketauhidan yang harus menjadi sebuah tongkat pedoman yang harus tetap dipertahankan.

Berangkat dari nilai historisitas ini –terlepas kontroversinya sebagai sejarah atau mitos- IAIN Tulungagung yang berada di belantara pulau Jawa tidak ingin meninggalkan nilai – nilai yang diyakini oleh masyarakat sebagai cikal bakal akal bakal tanah Jawa. Artinya IAIN Tulungagung ingin menegaskan bahwa meskipun ia adalah perguruan tinggi yang kental dengan budaya keilmuan yang berkembang secara pesat, namun jangan sampai meninggalkan budaya dan peradaban yang telah diwariskan oleh nenek moyang dan leluhur bangsa ini. Visi ini ditegaskan oleh Rektor IAIN Tulungagung Dr. Maftukhin, M.Ag. dengan apa yang disebutnya dengan istilah kampus peradaban. Artinya IAIN Tulungagung adalah kampus yang memiliki orientasi untuk mempertahankan sekaligus mengembangkan peradaban Jawa yang lebih maju lagi.

Nilai – nilai keislaman dituangkan oleh kampus IAIN Tulungagung sebagai kampus yang berorientasi pada dakwah sedangkan nilai ke-Jawa-annya dengan peradaban. Oleh karena itu Islam di tanah Jawa memiliki ciri khas yang berbeda dengan Islam Arab. Islam Jawa tidak harus berpakaian jubah dan gamis ala orang Arab karena jubah dan gamis adalah bagian dari budaya. Tetapi boleh juga dan tidak ada salahnya orang berpakaian jubah dan gamis. Substansinya pakaian islami adalah pakaian yang menutup aurat. Oleh karena itulah dalam upaya menangkap makna substansi dai Islam Sunan Kalijaga menciptakan pakaian ala Jawa yang kemudian disempurnakan oleh Sultan Mataram yang dikenal dengan baju takwa. Inilah wilayah peradaban.

Oleh karena itu IAIN Tulungagung ingin menjadi kampus rujukan dalam pengembangan Islam Jawa. Sebagai upaya dalam merealisasikan hal itu adalah dengan dibentuknya Pusat Kajian Islam Jawa. Satu langkah yang menurut saya pribadi positif dan harus terus dikawal sebagai sebuah upaya dalam memperbaiki umat. Sebuah upaya untuk mengejawantahkan dan meneguhkan Islam di belahan Nusantara yang sarat dengan kebhinekaan.

Salah satu upaya juga yang dirintis IAIN Tulungagung adalah dengan merintis “Ma’had al-Jamiah” sebagai wujud keseriusan dalam menggarap kampus dakwah dan peradaban. Ma’had al-Jami’ah dahuluu tidak sama dengan apa yang dipahami dari Ma’had al-Jami’ah saat ini. Dahulu Ma’had al-Jami’ah hanya berkutat pada mahasantri mukim yang ada di asrama Ma’had IAIN Tulungagung. Namun, pengertian Ma’had al-Jami’ah saat ini mencakup seluruh mahasantri baik yang mukim maupun tidak yang belajar di kampus IAIN mulai dari jenjang S1 sampai dengan jenjang S3. Semua adalah mahasantri yang berada dalam naungan Ma’had al-Jami’ah IAIN Tulungagung. Dalam kerangka menegaskan orientasi IAIN Tulungagung sebagai kampus dakwah dan peradaban, saat ini Ma’had al-Jami’ah IAIN Tulungagung merintis Madrasah Diniyah ala pesantren salafi dengan kajian kitab kuning dengan metode “maknani gandul” ala pesantren. Maknani gandul adalah wujud pembelajaran yang menjadi warisan ulama’ salaf shalih yang sampai saat ini masih tetap dipertahankan karena memiliki nilai historis dan cirri khas tersendiri yang membedakan pembelajaran Islam di tanah Jawa dengan selainnya.

Logo IAIN itu tersemat dalam pintu masuk IAIN Tulungagung dengan taman kecil yang berada disebelahnya sebagai symbol dari “bokonge” Semar. Semoga upaya dalam memperbaiki umat ini mendapat ridla Allah SWT dan kampus ini menjadi kampus yang jaya dimasa yang akan datang serta mampu menjadi rujukan dari berbagai kampus di belahan Nusantara.

Inilah yang mungkin saya peroleh dari hasil diskusi ringan bersama Dr. Muhammad Teguh Ridlwan, M.Ag. , Mudirul Ma’had al-Jami’ah IAIN Tulungagung bersama dengan para murabbi. Diskusi yang mungkin hanya berkisar antara waktu setengah jam, namun sarat dengan nilai ilmu dan pengetahuan menurut saya. Terlepas dari yang pro ataupun kontra dengan pemahaman saya. Tetapi setidaknya inilah yang saya pahami dan ingin saya bagikan dengan anda semua yang mau singgah di blog saya dan membaca sekedar artikel sederhana saya.

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…


Kamis, 02 Februari 2017

Kontrolnya Ada Pada Diri Kita





Judul ini terinspirasi setelah saya melihat sebuah film yang sangat inspiratif, “Rudi Habibi”. Film yang menceritakan liku – liku perjalanan hidup Prof. Dr. Ing. Baharuddin Yusuf Habibi, mantan Presiden RI pasca tumbangnya rezim orde baru. Film yang menggugah semangat untuk semakin gigih dalam berusaha untuk mewujudkan cita – cita. Film ini syarat dengan makna kehidupan, ada sisi religius, nasionalis yang turut mewarnai disamping liku – liku yang menggambarkan susah senangnya seornag pemuda miskin yang hidup di negeri orang bersanding dengan anak para konglomerat kaya raya yang syarat dengan gemerlap kehidupan dunia yang profan.

Terselip dalam film ini sebuah pesan menarik dari ayah Rudi, “Ingatlah semua tergantung padamu, kalau kamu baik maka sekitarmu akan menjadi baik, jadilah mata air yang memberi kehidupan, yang mengubah tanah gersang menjadi tanah yang subur”. Pesan ini sederhana, namun memiliki makna yang begitu dalam. 

Dalam kehidupan tentu kita akan mengahadapi banyak masalah. Masalah yang muncul bukanlah hal yang harus kita takuti lantas kemudian kita hindari. Masalah yang muncul dalam hidup ini harus kita hadapai dan kita cari solusinya. Jangan meninggal sebuah masalah tanpa menemukan solusi. Ketika kita meninggalkan masalah tanpa sebuah solusi sebenarnya kita justru menciptakan masalah baru dalam kehidupan kita. 

Kalau kita mau berfikir secara lebih dalam lagi, sebenarnya masalah itu adalah wujud kasih sayang Tuhan kepada kita. Kasih sayang Tuhan yang Ia gunakan untuk menempa kita agar menjadi pribadi yang tangguh, handal dan tidak mudah menyerah. Dengan menghadapi dan menyelesaikan masalah pada hakikatnya kita telah dituntut untuk berfikir dan belajar dalam kehidupan ini. Selesainya masalah menunjukkan kematangan berfikir, perilaku dan kedewasaan kita dalam bersikap. Sebaliknya lari dari masalah menunjukkan kelemahan kita dan kekerdilan jiwa kita dalam menghadapi kehidupan ini.

Begitu halnya dengan seorang Rudi Habibi. Masa – masa sulit yang ia hadapi ketika berada di negeri orang menempanya menjadi pribadi yang kuat dan tangguh. Memiliki semangat juang dengan didasari pada keimanan yang kuat dalam menjalankan kehidupan religi, amanah ayahnya yang meninggal dikala sedang mengimami shalat dan jerih payah ibunya yang harus menghidupi ia dan saudara – saudaranya membuat ia tersadar dan harus bangkit dengan tidak menambah beban ibunya yang sudah mulai menua. Kecintaannya pada bangsa juga mendorongnya untuk belajar dan turut mengangankan bangsa ini menjadi bangsa yang maju dan besar dengan peradaban yang tinggi.

“Ingatlah semua tergantung padamu, jika kamu baik maka sekitarmu akan menjadi baik”. Manusia itu adalah perwujudan alam dalam bentuk kecil. Oleh karenanya ia bisa menjadi kontrol dari seluruh alam yang ada di dunia ini. Kalau kita baik maka orang yang mungkin awalnya tidak baik pada kita akan berubah menjadi baik. Lingkungan yang buruk akan menjadi lingkungan yang baik manakala keistiqamahan yang ada pada diri seseorang dalam kebaikan akan mengubah lingkungan yang buruk menjadi baik. Bukankah ketika kita berada di dekat penjual minyak wangi, maka kita akan ikut tercium wangi meski belum mand. Pun pula sebaliknya, berada di dekat comberan akan menjadikan kita berbau seperti comberan meski sudah mandi.

Kebaikan yang ada pada diri kita akan menjadi kontrol bagi sekeliling kita manakala mereka bersua dengan kita. Seseorang yang tetap teguh dan istiqamah dalam memegang keimanan akan menjadikan semua orang yang berada didekatnya lambat laun juga akan menjadi baik. 

Sebagai contoh adalah pendirian pesantren. Hampir sebagian besar pesantren didirikan didekat lingkungan yang penuh kemaksiatan. Namun, seiring dengan perkembangan waktu, lingkungan itu sedikit  demi sedikit berubah menjadi baik.

“Jadilah mata air yang memberi kehidupan, yang mengubah tanah gersang menjadi tanah yang subur” . Hidup itu tidak lama. Kita hidup mungkin hanya sekitar 60 – 100 tahun. Hidup kita hanya sekali, tidak ada yang mengalami reinkarnasi sebagaimana keyakinan konfusius di China. Oleh karena itu hidup ini harus bermanfaat.

Sebaik – baik manusia adalah yang panjang usianya dan baik amalnya, sedangkan seburuk – buruk manusia adalah yang panjang usianya dan jelek amalnya. Baik itu boleh jadi hanya berlaku untuk dirinya sendiri. Ini juga sudah baik, tetapi lebih baik lagi apabila baik itu bisa dirasakan oleh orang lain.

Pesan inilah yang diamanahkan oleh ayahnya agar hidupnya bermanfaat bagi yang lain. Kehidupan yang bermanfaat akan meninggalkan sejarah baik dan dikenang oleh banyak orang. Sebagai contoh adalah para ulama salafus shalihin, para auliya’ yang menebarkan kemanfaatan selama hidupnya. Sampai hari ini nama mereka tetap terukir dan terkenang di hati umat. Semua itu karena manfaat yang selalu ditebarkannya dalam kehidupan ini sehingga Allah mengangkat derajatnya menjadi orang yang mulia dihadapan manusia.

Penting bagi kita untuk memiliki prinsip hidup sebagaimana mata air. Mata air adalah contoh yang paling baik dalam menebar kebaikan dan manfaat. Ia menghidupkan tanah – tanah yang gersang dan tandus sehingga menjadi tanah subur yang menumbuhkan tetumbuhan hijau. Dari tetumbuhan itu dihasilkan berbagai macam buah dan makanan yang bisa dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi hajat hidupnya.

Begitu juga dengan manusia yang memiliki prinsip untuk selalu menebar kebaikan dan manfaat. Dimanapun ia berada, maka dia akan menjadi mata air yang selalu menebar kedamaian, menebar kebaikan dan menebar kemanfaatan bagi seluruh alam. Ia akan berupaya dengan segala kemampuan dan daya yang dimiliki untuk menciptakan hal – hal yang bisa membawa kepada perbaikan di masa kemudian.

Termasuk menebar kebaikan dan manfaat adalah memberikan pemahaman dan pengertian kepada umat mengenai kehidupan ini. Bagaimana mengatasi berbagai macam problematika dalam hidup agar semua umat mampu untuk menjalani hidup dengan benar sesuai dengan petunjuk yang diberikan Allah SWT.

Untuk mengawetkan ide dan pikiran kita dalam menebar kebaikan dan kemanfaatan adalah dengan menorehkannya dalam bentuk tulisan. Menulis termasuk bagian dari menebarkan manfaat. Manfaat yang ada dalam tulisan akan lebih bertahan lama menembus generasi selama tulisan itu masih ada. Dengan menulis manfaat itu tidak hanya kita rasakan sendiri, tetapi bisa dirasakan orang lain, bahkan generasi yang datang setelah kita. Betapa beruntungnya apabila kita bisa memberikan manfaat kepada orang lain dan generasi setelah kita. Yang tidak kalah penting tentunya adalah menjaga niat dalam hati. Jangan sampai niatan kita dalam menebar manfaat itu salah. Niatan yang salah akan mengurangi nilai dan manfaat dari apa yang kita kerjakan. Semoga kita bisa member manfaat bagi yang lain. Amin…

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…

Rabu, 01 Februari 2017

Tamsil al-Qur’an


 
Kajian al-Qur’an selalu menjadi hal menarik perhatian. Al-Qur’an itu bagaikan  samudera luas tak bertepi. Semakin menelusuri setiap ayat dan surat yang ada didalamnya semakin kita akan dibuat terpesona. Bahasanya yang mengandung sastra nan tinggi sampai hari ini belum ada yang mampu menandingi. Al-Qur’an bisa menjadi petunjuk setiap orang yang berada dalam kesesatan, menjadi obat bagi yang sakit. Anehnya, semakin al-Qur’an sering dibaca bukannya kita merasa bosan, tetapi semakin kita merasakan kerinduan yang mendalam kepada al-Qur’an. Itulah al-Qur’an kalam Allah yang terwujud di alam dunia.

Salah satu bidang kajian yang ada dalam al-Qur’an adalah tamsil. Tamsil adalah perumpamaan – perumpamaan yang terdapat pada ayat – ayat al-Qur’an. Tujuan adanya tamsil dalam al-Qur’an adalah agar manusia mau melakukan kajian terhadap kandungan al-Qur’an, baik yang berkaitan dengan ekosistem, ekologi, astronomi, anatomi, teologi, biologi, sosiologi, dan ilmu – ilmu lain termasuk untuk mengambil pelajaran dari kejadian yang dialami oleh umat – umat yang terdahulu. Pada dasarnya semua bermuara pada satu tujuan yaitu untuk semakin meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. 

Untuk memahami tamsil yang ada dalam al-Qur’an sudah barang tentu dibutuhkan akal pikiran yang sehat dan cerdas. Tanpa akal sehat dan cerdas mustahil seseorang dapat memahami tamsil yang terdapat dalam al-Qur’an. Mengenai hal ini al-Qur’an menyinggung dalam satu ayat, yakni Surat al-Ankabut; 43:

وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ وَمَا يَعْقِلُهَا إِلَّا الْعَالِمُونَ (43)

Artinya: “Dan perumpamaan – perumpamaan ini Kami buat untuk manusia, dan tiada yang memahaminya kecuali orang – orang yang berilmu”. (Q.S. al-Ankabut; 43)

Ayat di atas sekaligus menegaskan bahwa tamsil yang ada dalam al-Qur’an hanya bisa dipahami oleh orang yang berakal. Oleh karenanya penting bagi umat islam khususnya untuk mempotensikan karunia akal yang diberikan kepadanya. Jangan sampai nikmat akal yang diberikan Allah tidak kita syukuri yang pada akhirnya bisa jadi berujung pada dicabutnya nikmat tersebut.

Bagi orang mukmin yang mau mengambil pelajaran dari tamsil yang diberikan Allah yang termaktub dalam al-Qur’an, tamsil ini menjadi penguat keimanan dan ketaqwaan mereka kepada Allah SWT. Keberadaan tamsil al-Qur’an bagi mereka merupakan bukti superioritas Allah SWT sebagai Tuhan yang haq dan Maha Kuasa. Semakin sering ia bersinggungan dengan ayat – ayat yang menunjukkan tamsil semakin bertambah keimanan dan ketaqwaan mereka kepada Allah.

Lain halnya bagi orang – orang munafik dan kafir. Keberadaan ayat – ayat tamsil dalam al-Qur’an bukannya menambah keimanan mereka. Alih – alih beriman, mereka justru semakin ingkar dan menentang ke-Tuhan-an Allah SWT. Ayat tamsil bagi mereka semakin menambahkan kekufuran dan ketersesatan mereka dari jalan yang benar. Al-Qur’an menyinggung ini dalam Surat al-Baqarah; 26:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَحْيِي أَنْ يَضْرِبَ مَثَلًا مَا بَعُوضَةً فَمَا فَوْقَهَا فَأَمَّا الَّذِينَ آَمَنُوا فَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَأَمَّا الَّذِينَ كَفَرُوا فَيَقُولُونَ مَاذَا أَرَادَ اللَّهُ بِهَذَا مَثَلًا يُضِلُّ بِهِ كَثِيرًا وَيَهْدِي بِهِ كَثِيرًا وَمَا يُضِلُّ بِهِ إِلَّا الْفَاسِقِينَ (26)

Artinya: “Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang – orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: “Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?”. Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada orang yang disesatkan Allah kecuali orang – orang fasik.” (Q.S. al-Baqarah; 26)

Orang mukmin akan meyakini bahwa semua tamsil itu adalah benar berasal dari Allah SWT untuk menunjukkan superioritas dan kekauasaan Allah SWT. Berbeda halnya dengan orang – orang fasik. Orang fasik cenderung akan mempertanyakan keberadaan tamsil itu. Mereka akan bertanya – tanya tentang tujuan Allah menciptakan tamsil itu, bahkan boleh jadi mereka menentang tamsil itu disebabkan karena akal mereka tidak mampu menjangkau maksud dan tujuan yang dikehendaki Allah.

Sebagai contoh sederhana adalah penciptaan Allah terhadapa nyamuk atau bahkan makhluk yang lebih rendah semisal kutu, tengu, amuba dan semisalnya. Orang fasik akan mempertanyakan mengapa Allah menciptakan makhluk yang rendah seperti itu? Apakah Allah kurang kerjaan? Pertanyaan ini muncul karena ketidakmampuan mereka dalam memahami tamsil Allah yang tertuang dalam kitab suci al-Qur’an.

Memang sepintas ketika kita memperhatikan nyamuk adalah makhluk yang rendah. Hidupnya ditempat – tempat yang kotor, penuh dengan sampah dan makanannya adalah darah. Seolah – olah makhluk ini tidak ada manfaatnya sama sekali. Inilah yang mungkin menjadi penyebab banyak diantara orang fasik yang tidak mampu untuk mengambil hikmah dan pelajaran dari penciptaan ini.

Bagi orang mukmin mereka akan meyakini bahwa semua itu berasal dari Allah SWT. Memang sekilas ketika diperhatikan remeh, tetapi bila diteliti dan dikaji secara mendalam betapa dahsyatnya ciptaan Allah ini. Kita mungkin tidak bisa membayangkan bagaimana Allah menciptakan makhluk yang begitu kecil dengan struktur tubuhnya yang rapi dan teratur. Kita manusia yang terhebat dan tercerdas pun tidak akan mampu menciptakan yang serupa dengannya.

Selain itu orang mukmin akan berusaha untuk mengungkap berbagai rahasia yang ada di dalam penciptaan itu. Mereka akan terus menggali dan mencari hikmah dari setiap penciptaan. Dengan menemukan rahasia dibalik penciptaan maka seorang mukmin akan semakin bertambah imannya, semakin merasa ta’jub akan keagungan Allah SWT.

Tamsil terkadang bisa memberikan petunjuk kepada seseorang. Tamsil akan menjadi petunjuk bagi mereka yang beriman kepada Allah SWT. Tetapi terkadang tamsil juga menyesatkan. Orang tersesat karena tamsil adalah orang – orang fasik. Orang yang tidak mau mengambil hikmah dan pelajaran dari apa yang mereka lihat, dengar dan temui dari berbagai peristiwa dan kejadian yang bisa kita jadikan sebagai pelajaran dalam hidup. Itulah pentingnya kita belajar.

Al-Qur’an adalah sumber pengetahuan yang selalu sesuai dengan konteks perkembangan. Sudah seharusnya kita lebih tekun dan lebih mencintai al-Qur’an. Dengan semakin tekun mempelajari al-Qur’an maka kita akan semakin tercerahkan dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Di dunia ini kita mengemban amanat dari Allah yang harus kita jalankan sebagai makhluk yang telah di daulat menjadi khalifah Allah fil ardli.

Memang untuk mempelajari al-Qur’an bukanlah perkara yang mudah. Mereka yang belajar bertahun – tahun belumlah mampu menjangkau seluruh isi dan kandungan al-Qur’an. Meski demikian Allah menjamin orang – orang yang mau belajar al-Qur’an, mereka akan dimudahkan dalam mempelajarinya. Firman Allah dalam Surat al-Qamar; 17:

وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآَنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ (17)

Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (Q.S. al-Qamar; 17)

Dalam ayat ini Allah menegaskan sumpahnya dengan lam qasam dan qad bahwa Ia akan memudahkan siapa saja yang mau mempelajari al-Qur’an. Sayangnya banyak umat Islam yang tidak merespon sumpah Allah  ini. Banyak diantara umat Islam yang lebih memilih untuk mempelajari hal lain yang lebih menjanjikan bagi karir dan kekayaan daripada menekuni al-Qur’an. Janji Allah ini nyata. Sepanjang sejarah satu – satunya kitab suci yang paling dihafal oleh banyak umatnya adalah al-Qur’an. Ini cukup menjadi bukti campur tangan Allah dalam memudahkan orang yang mau belajar al-Qur’an. Tentunya pilihan ada ditangan manusianya sendiri. Bidang kajian al-Qur’an sisi mana yang akan didalaminya.

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam….

Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam

  Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam   اُلله أَكْبَرُ (×٣) اُلله أَكْبَرُ (×٣) اُلله اَكبَرُ (×٣) اُلله أَكْبَرُ كُلَّمَا...