Jumat, 03 Februari 2017

Taubat


(Intisari Khutbah Jum’at Hari Ini)

Hari ini saya ikut jamaah shalat Jum’at di masjid utara kampus IAIN Tulungagung. Saya lupa nama masjidnya apa, hanya saja saya bersama dengan beberapa rekan pengelola ma’had sering jamaah jum’at di sana. Maklum, mau ikut jamaah di masjid kampus terkadang kasihan kalau harus berdesakan dengan jamaah lain, karena bisa dipastikan masjid kampus membludak jamaahnya.

Sebagaimana biasa khatib terlebih dahulu berpesan kepada jamaah yang hadir untuk senantiasa berusaha meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah SWT dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Setelah itu tibalah saatnya khatib menyampaikan tema khutbah pada hari ini.

Tema khutbah yang diangkat adalah taubat. Taubat secara bahasa artinya kembali. Kembali disini maksudnya adalah kembali kepada jalan kebenaran, yaitu jalan yang diridlai Allah SWT.sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Khutbah yang disampaikan ini tidak seberapa lama. Khatib langsung menjelaskan pokok inti dari khutbah untuk selanjutnya ditutup dengan shalat jum’at sebagaimana biasa.

Dalam khutbahnya khatib menyampaikan hendaknya kita berupaya untuk senantiasa bertaubat kepada Allah dalam setiap kesempatan yang kita miliki. Sebagaimana telah kita pahami bersama bahwa tidak ada manusia sempurna yang luput dari kesalahan. Setiap manusia pasti pernah mengalami kesalahan dalam hidupnya. Oleh karena itu seyogyanya kita memperbanyak untuk bertaubat kepada Allah SWT dalam setiap waktu.

Salah satu hal yang bisa kita gunakan sebagai sarana bertaubat kehadirat Allah adalah dengan memperbanyak istighfar, demikian yang disampaikan khatib. Istighfar adalah bersungguh – sungguh mohon ampun kepada Allah SWT. Mohon ampunan atas semua dosa, kesalahan dan kelalaian yang pernah kita lakukan selama hidup kita. Jangan sampai kita menjadi orang yang sombong dengan merasa bahwa kita tidak memiliki dosa dan kesalahan.

Lebih jauh khatib menyampaiakan, dengan memperbanyak taubat dan istighfar, memohon ampun kepada Allah, maka Allah akan melimpahkan banyak rizki dan karunia-Nya kepada kita bersama. Firman Allah Surat Hud ayat;15:

وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ وَلَا تَتَوَلَّوْا مُجْرِمِينَ (52)

Artinya: “Wahai kaumku, mintalah ampun kepada Tuhan kalian kemudian bertaubatlah kepada-Nya, maka Ia akan mengutus langit kepada kalian dengan menurunkan hujan (yang barakah) dan menambahkan kepada kalian rizki sebagai bahan kekuatan kalian dan janganlah kalian berpaling dengan melakukan dosa”. (Q.S. Hud; 15)

Sebagai contoh adalah bangsa Indonesia ini. Bangsa ini telah menerima nikmat yang besar dari Allah, akan tetapi banyak sekali penduduknya yang lupa kepada Yang Memberi Nikmat (Allah). Mereka diberi nikmat tetapi kenikmatan yang mereka terima tidak mereka syukuri. Alih – alih mensyukuri nikmat mereka justru menggunakan nikmat yang diberikan Allah sebagai sarana untuk berbuat maksiat. Sebagai bukti adalah shalat jum’at yang dilaksanakan di masjid ini. Mayoritas penduduknya beragama Islam akan tetapi jumlah mereka yang mau shalat jumlah tidak imbang dengan total jumlah penduduk yang tinggal di desa ini.

Itulah sebabnya mengapa kesejahteraan dan keadilan du negeri ini belum terwujud. Masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim, nyatanya justru banyak diantara mereka yang tidak mencerminkan nilai – nilai keislaman. Tidak heran jika lantas kemudian Allah murka dan memberikan banyak ujian dan peringatan kepada bangsa ini sebagaimana kasus yang melanda bangsa ini pada beberapa bulan terakhir. Ini adalah ujian tetapi boleh jadi ini merupakan peringatan Allah atas kemaksiatan yang mereka perbuat selama ini. Firman Allah dalam Surat al-Rum; 31:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (41)

Artinya: “Telah nampak kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan ulah tangan – tangan manusia supaya mereka merasakan sebagian diantara akibat perbuatan mereka supaya mereka kembali (mengabdikan diri kepada Allah)”. (Q.S. al-Rum; 41)

Ayat ini menegaskan bahwa kerusakan yang terjadi di daratan dan di lautan merupakan sebab ulah manusia sendiri. Bencana yang merjadi merupakan peringatan dari Allah SWT agar umat mau muhasabah dan mengoreksi diri. Apa yang ditimpakan kepada mereka adalah sebagai akibat atas dosa dan kemaksiatan yang selama ini mereka lakukan agar mereka mau kembali kepada Allah SWT.

Apabila seluruh penduduk negeri ini beriman dan bertaqwa kepada Allah bukan tidak mungkin Allah akan segera mengangkat derajat mereka. Apabila penduduk negeri ini beriman dan bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan membuka bagi mereka barakah dari langit dan bumi. Langit yang menjadi tempat mereka bernaung akan menurunkan hujan yang barakah dan bermanfaat bagi kesuburan bumi, bukan hujan yang mengandung balak dan musibah. Bumi yang menjadi tempat mereka menjejakkan kaki akan mengeluarkan barakah dengan kesuburan tanahnya, kaya akan hasil alam dan bahan tambangnya. Demikian ini apabila umat manusia yang menjadi penduduk di negeri ini mau untuk bersyukur, beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Firman Allah SWT dalam al-Qur’an Surat al-A’raf; 96:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (96)

Artinya: “Dan sesungguhnnya seandainya penduduk negeri ini beriman dan bertaqwa, pasti Kami bukakan bagi mereka barakah – barakah dari langit dan bumi, tetapi mereka telah mendustakan, maka Kami ambil barakah itu dari apa yang telah merreka usahakan”. (Q.S. al-A’raf; 96)

Seandainya penduduk negeri ini mau untuk beriman dan bertaqwa kepada Allah, tidak mendustkan nikmat – nikmat yang Allah berikan kepada mereka, pastilah Allah akan membuka banyak barakah dari langit dan bumi. Tetapi sayangnya kebanyakan mereka mendustakan nikmat Allah, lupa akan nikmat Allah yang diberikan kepada mereka sehingga Allah mencabut barakah dari usaha yang mereka usahakan. Mereka bekerja tetapi hasil pekerjaan mereka tidak mampu menopang kebutuhan hidup mereka sehari – hari. Kalau demikian bagaimana mungkin kesejahteraan dan keadilan yang menjadi dambaan dari bangsa ini bisa terealisasi? Sungguh hal yang mustahil.

Mudah – mudahan kita senantiasa diberi hidayah dan kemudahan dari Allah sehingga mampu mensyukuri setiap nikmat yang diberikan Allah kepada kita. Mudah – mudahan negeri ini dijadikan barakah dan penduduknya adalah penduduk yang beriman dan bertaqwa kepada Allah. Amin…

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…

Jangan Terkecoh Dzahirnya, Tapi Lihatlah Substansinya





Berawal dari sekedar obrolan ringan yang santai kemudian menjadi diskusi kecil yang ringan namun sarat dengan ilmu dan pengetahuan. Obrolan ringan bersama Mudir Ma’had al-Jami’ah dan para Murabbi yang sedang santai sembari menunggu saat ceklok tiba. Waktu yang singkat namun bermakna setidaknya menurut saya.

Pada awalnya obrolan ini hanya sekedar mengisi waktu kekosongan, secara spontan muncul sebuah pertanyaan dari seorang diantara murabbi yang ingin mengetahui makna filosofis dari logo IAIN Tulungagung tercinta. Kampus dimana kami mengabdi dan berkarya untuk mempersiapkan anak bangsa di masa yang akan datang.

Spontan saja pertanyaan itu kemudian menjadi tranding topik yang gayeng untuk didiskusikan, meski sekali lagi diskusi ini sangat santai jauh dari suasana tegang sebagaimana yang terjadi di dalam ruang – ruang kelas saat perkuliahan. Sepemahaman saya setidaknya logo itu bisa dimaknai dengan menggunakan dua perspektif. Perspektif Islam dan Jawa.

Saya coba yang pertama dulu yakni dengan menggunakan perspektif Islam. Ya ini sejauh pemahaman yang saya tangkap dari perbincangan yang gayeng. Adapun yang saya belum paham mungkin kolega saya punya pemahaman lebih dan mungkin berbeda dengan pemahaman saya. Maklum beda kepala beda pemahaman dan pemikiran. 

Dari perspektif pertama ini logo ini bisa dipandang sebagai lafdzul jalalah (asma Allah). Dari sisi ini maka mata yang ada di atas itu bisa dimaknai sebagai tasydid. Ini memiliki arti bahwa IAIN Tulungagung ingin menegaskan bahwa tujuan dari kampus ini adalah ketauhidan yang semuanya kembali kepada nilai meng-esakan Allah SWT. Kampus IAIN ingin mengedepankan substansi dari pada sisi dzahir yang tampak. 

Sebagaimana yang kita maklumi seringkali manusia terjebak pada penampilan – penampilan dzahir yang tampak. Padahal belum tentu semua yang tampak baik itu baik secara substansinya. Meskipun ada kaidah yang mengatakan:  الظاهر  يدل على الباطن , “Dzahir itu menunjukkan bathin”. Kaidah ini mungkin berlaku bagi sementara orang yang bersikukuh pada hukum fiqih. Tetapi bagi beberapa kasus yang lain terutama mereka yang berkutat dalam dunia filsafat dan sufi mungkin kaidah ini tidak begitu berpengaruh.

Salah satu ayat al-Qur’an yang mungkin menunjukkan akan hal substansit yang terkandung dalam setiap kejadian yang harus kita cermati dan ambil pelajaran adalah Surat al-Baqarah ayat; 216:

أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئاً وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ 

Artinya: “Dan terkadang kalian membenci sesuatu padahal ia baik bagi kalian, dan terkadang kalian menyukai sesuatu padahal ia buruk bagi kalian, Dan Allah Maha Mengetahui dan kalian tidak mengetahui”.(Q.S. al-Baqarah; 216)

Secara ekplisit ayat ini menunjukkan bahwa terkadang kita membenci sesuatu padahal sesuatu itu baik, pun pula sebaliknya. Dari ayat ini pula terkandung makna implisit bahwa dalam setiap peristiwa dan kejadian yang ada didunia ini ada sesuatu yang terkadang tidak bisa kita pahami dari sisi dlahirnya saja. Akan tetapi untuk memahami hal itu perlu dilakukan kajian dan perenungan yang mendalam sehingga dapat diperoleh makna hakiki yang diharapkan.

Nah, dalam kerangka inilah IAIN Tulungagung ada. Artinya IAIN Tulungagung sebagai salah satu perguruan tinggi dibawah kementerian agama ingin menegaskan diri sebagai kampus yang tidak hanya berpegang pada symbol – symbol yang nampak saja. Lebih dari itu IAIN Tulungagung ingin mencetak generasi yang juga mampu untuk menangkap symbol – symbol yang bersifat maknawi dan substansial tentunya semua itu bermuara pada satu asma yang terdapat pada lafadz jalalah yang ada pada logo IAIN Tulungagung.

Salah satu yang menjadi indikator dari pemaknaan dengan menggunakan perspektif ini adalah penegasan IAIN Tulungagung sebagai kampus dakwah. Dakwah merupakan symbol dari ke-Islaman yang sempurna yang pada akhirnya menegakkan kalimah Allah dalam bentuk amar ma’ruf nahi mungkar. Amar ma’ruf nahi mungkar ini identik dengan dakwah. Muara dakwah itu sejatinya tetap satu yaitu membentuk manusia yang men-tauhidkan Allah SWT.

Perspektif kedua yang juga bisa diambil dari logo IAIN Tulungagung adalah perspektif Jawa. Artinya bila dihubungkan dengan sisi historisitas keberadaan tanah Jawa, tempat dimana IAIN Tulungagung berad, symbol yang ada dalam logo IAIN Tulungagung ini menunjukkan tokoh yang popular dalam dunia pewayangan bernama Semar. 

Konon di zaman dahulu tanah Jawa terkenal dengan keangkerannya. Saking angkernya maka setiap ada orang yang masuk dan hendak tinggal di Jawa maka mereka akan mati karena tidak sanggup melawah jin priyangan yang ada di Jawa. Dalam istilah Jawa ini dikenal dengan istilah “Jalma moro jalmo mati”, manusia datang, manusia mati. Karena angkernya tanah Jawa maka untuk menentramkan tanah Jawa diutuslah seseorang yang punya keahlian dalam bidang “Tumbal” yaitu Syaikh Subakir yang diyakinni sebagai orang yang numbali tanah Jawa sehingga semua jin priyangan itu lari menuju laut selatan. Konon tumbal itu di pasang di tengah – tengah pulau Jawa, tepatnya di gunung Tidar di daerah Magelang. Melihat kejadian itu Semar yang merupakan Dhayangan pulau Jawa yang menetap di gunung Semeru kaget dan ingin menemuai orang yang bisa melakukan hal yang luar biasa itu yakni Syaikh Subakir yang sampai hari ini masih sangat terkenal dan selalu disebut dalam setiap hadiah fatihah saat tahlil dan hajatan dalam kultur masyarakat Jawa.

Sebagai informasi, tokoh Semar digambarkan dalam sosok yang buruk rupa. Meski buruk rupa tetapi dia termasuk salah satu Dewa yang darinya menurunkan raja – raja Jawa. Oleh karena itu maka lagi – lagi IAIN Tulungagung ingin menegaskan jangan hanya melihat pada bentuk lahirnya tetapi lihatlah substansi yang ada didalamnya. Kembali lagi pada nilai – nilai ketauhidan yang harus menjadi sebuah tongkat pedoman yang harus tetap dipertahankan.

Berangkat dari nilai historisitas ini –terlepas kontroversinya sebagai sejarah atau mitos- IAIN Tulungagung yang berada di belantara pulau Jawa tidak ingin meninggalkan nilai – nilai yang diyakini oleh masyarakat sebagai cikal bakal akal bakal tanah Jawa. Artinya IAIN Tulungagung ingin menegaskan bahwa meskipun ia adalah perguruan tinggi yang kental dengan budaya keilmuan yang berkembang secara pesat, namun jangan sampai meninggalkan budaya dan peradaban yang telah diwariskan oleh nenek moyang dan leluhur bangsa ini. Visi ini ditegaskan oleh Rektor IAIN Tulungagung Dr. Maftukhin, M.Ag. dengan apa yang disebutnya dengan istilah kampus peradaban. Artinya IAIN Tulungagung adalah kampus yang memiliki orientasi untuk mempertahankan sekaligus mengembangkan peradaban Jawa yang lebih maju lagi.

Nilai – nilai keislaman dituangkan oleh kampus IAIN Tulungagung sebagai kampus yang berorientasi pada dakwah sedangkan nilai ke-Jawa-annya dengan peradaban. Oleh karena itu Islam di tanah Jawa memiliki ciri khas yang berbeda dengan Islam Arab. Islam Jawa tidak harus berpakaian jubah dan gamis ala orang Arab karena jubah dan gamis adalah bagian dari budaya. Tetapi boleh juga dan tidak ada salahnya orang berpakaian jubah dan gamis. Substansinya pakaian islami adalah pakaian yang menutup aurat. Oleh karena itulah dalam upaya menangkap makna substansi dai Islam Sunan Kalijaga menciptakan pakaian ala Jawa yang kemudian disempurnakan oleh Sultan Mataram yang dikenal dengan baju takwa. Inilah wilayah peradaban.

Oleh karena itu IAIN Tulungagung ingin menjadi kampus rujukan dalam pengembangan Islam Jawa. Sebagai upaya dalam merealisasikan hal itu adalah dengan dibentuknya Pusat Kajian Islam Jawa. Satu langkah yang menurut saya pribadi positif dan harus terus dikawal sebagai sebuah upaya dalam memperbaiki umat. Sebuah upaya untuk mengejawantahkan dan meneguhkan Islam di belahan Nusantara yang sarat dengan kebhinekaan.

Salah satu upaya juga yang dirintis IAIN Tulungagung adalah dengan merintis “Ma’had al-Jamiah” sebagai wujud keseriusan dalam menggarap kampus dakwah dan peradaban. Ma’had al-Jami’ah dahuluu tidak sama dengan apa yang dipahami dari Ma’had al-Jami’ah saat ini. Dahulu Ma’had al-Jami’ah hanya berkutat pada mahasantri mukim yang ada di asrama Ma’had IAIN Tulungagung. Namun, pengertian Ma’had al-Jami’ah saat ini mencakup seluruh mahasantri baik yang mukim maupun tidak yang belajar di kampus IAIN mulai dari jenjang S1 sampai dengan jenjang S3. Semua adalah mahasantri yang berada dalam naungan Ma’had al-Jami’ah IAIN Tulungagung. Dalam kerangka menegaskan orientasi IAIN Tulungagung sebagai kampus dakwah dan peradaban, saat ini Ma’had al-Jami’ah IAIN Tulungagung merintis Madrasah Diniyah ala pesantren salafi dengan kajian kitab kuning dengan metode “maknani gandul” ala pesantren. Maknani gandul adalah wujud pembelajaran yang menjadi warisan ulama’ salaf shalih yang sampai saat ini masih tetap dipertahankan karena memiliki nilai historis dan cirri khas tersendiri yang membedakan pembelajaran Islam di tanah Jawa dengan selainnya.

Logo IAIN itu tersemat dalam pintu masuk IAIN Tulungagung dengan taman kecil yang berada disebelahnya sebagai symbol dari “bokonge” Semar. Semoga upaya dalam memperbaiki umat ini mendapat ridla Allah SWT dan kampus ini menjadi kampus yang jaya dimasa yang akan datang serta mampu menjadi rujukan dari berbagai kampus di belahan Nusantara.

Inilah yang mungkin saya peroleh dari hasil diskusi ringan bersama Dr. Muhammad Teguh Ridlwan, M.Ag. , Mudirul Ma’had al-Jami’ah IAIN Tulungagung bersama dengan para murabbi. Diskusi yang mungkin hanya berkisar antara waktu setengah jam, namun sarat dengan nilai ilmu dan pengetahuan menurut saya. Terlepas dari yang pro ataupun kontra dengan pemahaman saya. Tetapi setidaknya inilah yang saya pahami dan ingin saya bagikan dengan anda semua yang mau singgah di blog saya dan membaca sekedar artikel sederhana saya.

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…


Kamis, 02 Februari 2017

Kontrolnya Ada Pada Diri Kita





Judul ini terinspirasi setelah saya melihat sebuah film yang sangat inspiratif, “Rudi Habibi”. Film yang menceritakan liku – liku perjalanan hidup Prof. Dr. Ing. Baharuddin Yusuf Habibi, mantan Presiden RI pasca tumbangnya rezim orde baru. Film yang menggugah semangat untuk semakin gigih dalam berusaha untuk mewujudkan cita – cita. Film ini syarat dengan makna kehidupan, ada sisi religius, nasionalis yang turut mewarnai disamping liku – liku yang menggambarkan susah senangnya seornag pemuda miskin yang hidup di negeri orang bersanding dengan anak para konglomerat kaya raya yang syarat dengan gemerlap kehidupan dunia yang profan.

Terselip dalam film ini sebuah pesan menarik dari ayah Rudi, “Ingatlah semua tergantung padamu, kalau kamu baik maka sekitarmu akan menjadi baik, jadilah mata air yang memberi kehidupan, yang mengubah tanah gersang menjadi tanah yang subur”. Pesan ini sederhana, namun memiliki makna yang begitu dalam. 

Dalam kehidupan tentu kita akan mengahadapi banyak masalah. Masalah yang muncul bukanlah hal yang harus kita takuti lantas kemudian kita hindari. Masalah yang muncul dalam hidup ini harus kita hadapai dan kita cari solusinya. Jangan meninggal sebuah masalah tanpa menemukan solusi. Ketika kita meninggalkan masalah tanpa sebuah solusi sebenarnya kita justru menciptakan masalah baru dalam kehidupan kita. 

Kalau kita mau berfikir secara lebih dalam lagi, sebenarnya masalah itu adalah wujud kasih sayang Tuhan kepada kita. Kasih sayang Tuhan yang Ia gunakan untuk menempa kita agar menjadi pribadi yang tangguh, handal dan tidak mudah menyerah. Dengan menghadapi dan menyelesaikan masalah pada hakikatnya kita telah dituntut untuk berfikir dan belajar dalam kehidupan ini. Selesainya masalah menunjukkan kematangan berfikir, perilaku dan kedewasaan kita dalam bersikap. Sebaliknya lari dari masalah menunjukkan kelemahan kita dan kekerdilan jiwa kita dalam menghadapi kehidupan ini.

Begitu halnya dengan seorang Rudi Habibi. Masa – masa sulit yang ia hadapi ketika berada di negeri orang menempanya menjadi pribadi yang kuat dan tangguh. Memiliki semangat juang dengan didasari pada keimanan yang kuat dalam menjalankan kehidupan religi, amanah ayahnya yang meninggal dikala sedang mengimami shalat dan jerih payah ibunya yang harus menghidupi ia dan saudara – saudaranya membuat ia tersadar dan harus bangkit dengan tidak menambah beban ibunya yang sudah mulai menua. Kecintaannya pada bangsa juga mendorongnya untuk belajar dan turut mengangankan bangsa ini menjadi bangsa yang maju dan besar dengan peradaban yang tinggi.

“Ingatlah semua tergantung padamu, jika kamu baik maka sekitarmu akan menjadi baik”. Manusia itu adalah perwujudan alam dalam bentuk kecil. Oleh karenanya ia bisa menjadi kontrol dari seluruh alam yang ada di dunia ini. Kalau kita baik maka orang yang mungkin awalnya tidak baik pada kita akan berubah menjadi baik. Lingkungan yang buruk akan menjadi lingkungan yang baik manakala keistiqamahan yang ada pada diri seseorang dalam kebaikan akan mengubah lingkungan yang buruk menjadi baik. Bukankah ketika kita berada di dekat penjual minyak wangi, maka kita akan ikut tercium wangi meski belum mand. Pun pula sebaliknya, berada di dekat comberan akan menjadikan kita berbau seperti comberan meski sudah mandi.

Kebaikan yang ada pada diri kita akan menjadi kontrol bagi sekeliling kita manakala mereka bersua dengan kita. Seseorang yang tetap teguh dan istiqamah dalam memegang keimanan akan menjadikan semua orang yang berada didekatnya lambat laun juga akan menjadi baik. 

Sebagai contoh adalah pendirian pesantren. Hampir sebagian besar pesantren didirikan didekat lingkungan yang penuh kemaksiatan. Namun, seiring dengan perkembangan waktu, lingkungan itu sedikit  demi sedikit berubah menjadi baik.

“Jadilah mata air yang memberi kehidupan, yang mengubah tanah gersang menjadi tanah yang subur” . Hidup itu tidak lama. Kita hidup mungkin hanya sekitar 60 – 100 tahun. Hidup kita hanya sekali, tidak ada yang mengalami reinkarnasi sebagaimana keyakinan konfusius di China. Oleh karena itu hidup ini harus bermanfaat.

Sebaik – baik manusia adalah yang panjang usianya dan baik amalnya, sedangkan seburuk – buruk manusia adalah yang panjang usianya dan jelek amalnya. Baik itu boleh jadi hanya berlaku untuk dirinya sendiri. Ini juga sudah baik, tetapi lebih baik lagi apabila baik itu bisa dirasakan oleh orang lain.

Pesan inilah yang diamanahkan oleh ayahnya agar hidupnya bermanfaat bagi yang lain. Kehidupan yang bermanfaat akan meninggalkan sejarah baik dan dikenang oleh banyak orang. Sebagai contoh adalah para ulama salafus shalihin, para auliya’ yang menebarkan kemanfaatan selama hidupnya. Sampai hari ini nama mereka tetap terukir dan terkenang di hati umat. Semua itu karena manfaat yang selalu ditebarkannya dalam kehidupan ini sehingga Allah mengangkat derajatnya menjadi orang yang mulia dihadapan manusia.

Penting bagi kita untuk memiliki prinsip hidup sebagaimana mata air. Mata air adalah contoh yang paling baik dalam menebar kebaikan dan manfaat. Ia menghidupkan tanah – tanah yang gersang dan tandus sehingga menjadi tanah subur yang menumbuhkan tetumbuhan hijau. Dari tetumbuhan itu dihasilkan berbagai macam buah dan makanan yang bisa dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi hajat hidupnya.

Begitu juga dengan manusia yang memiliki prinsip untuk selalu menebar kebaikan dan manfaat. Dimanapun ia berada, maka dia akan menjadi mata air yang selalu menebar kedamaian, menebar kebaikan dan menebar kemanfaatan bagi seluruh alam. Ia akan berupaya dengan segala kemampuan dan daya yang dimiliki untuk menciptakan hal – hal yang bisa membawa kepada perbaikan di masa kemudian.

Termasuk menebar kebaikan dan manfaat adalah memberikan pemahaman dan pengertian kepada umat mengenai kehidupan ini. Bagaimana mengatasi berbagai macam problematika dalam hidup agar semua umat mampu untuk menjalani hidup dengan benar sesuai dengan petunjuk yang diberikan Allah SWT.

Untuk mengawetkan ide dan pikiran kita dalam menebar kebaikan dan kemanfaatan adalah dengan menorehkannya dalam bentuk tulisan. Menulis termasuk bagian dari menebarkan manfaat. Manfaat yang ada dalam tulisan akan lebih bertahan lama menembus generasi selama tulisan itu masih ada. Dengan menulis manfaat itu tidak hanya kita rasakan sendiri, tetapi bisa dirasakan orang lain, bahkan generasi yang datang setelah kita. Betapa beruntungnya apabila kita bisa memberikan manfaat kepada orang lain dan generasi setelah kita. Yang tidak kalah penting tentunya adalah menjaga niat dalam hati. Jangan sampai niatan kita dalam menebar manfaat itu salah. Niatan yang salah akan mengurangi nilai dan manfaat dari apa yang kita kerjakan. Semoga kita bisa member manfaat bagi yang lain. Amin…

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…

Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam

  Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam   اُلله أَكْبَرُ (×٣) اُلله أَكْبَرُ (×٣) اُلله اَكبَرُ (×٣) اُلله أَكْبَرُ كُلَّمَا...