Kamis, 16 Februari 2017

Pesan Arya Kamandanu



Seuntai Pesan Arya Kamandanu

“Kalau Nada sudah siap untuk menghadapai segala macam gangguan dan godaan, boleh”,Nada menyahut: “Benar bopo?” Kamandanu berkata: “Gunakan masa mudamu untuk belajar dan melihat banyak hal, dari sana kamu akan belajar melihat  akan hidup, semakin banyak yang kamu lihat maka semakin luas pandanganmu tentang hidup”, Mei Shein berkata: “Kakang tapi Nada kan masih anak – anak?”, Kamandanu menjawab: “Tapi pikirannya lebih dewasa dari tubuhnya, biarkan ia belajar dari tempaan alam semesta, memang sebenarnya alam adalah guru yang paling utama.” (Cuplikan dialog Tutur Tinular Edisi Terakhir)

Seharian ini saya rasanya sangat capek, bukan karena kerja keras tetapi lebih karena tubuh merasa kurang gerak karena hanya menunggu anak istri yang sedang asyik menghabiskan waktu libur pilkada untuk menemani putra putri didiknya berenang di wisata “Tirta Sumbercangkring”. Berangkat pagi hari dan pulang setelah shalat dzuhur berjamaah di Masjid Darussalam di area YPISA (Yayasan Pendidikan Islam Satu Atap) tempat dimana istriku mendarmabaktikan ilmunya.

Melihat keceriaan anak – anak usia MI bersama dengan istriku rasanya ada satu kebahagiaan tersendiri yang tidak bisa saya ungkapkan dengan kata, seoalah untaian kata tak lagi mampu mewakili apa yang ada dalam hati dan perasaan, meski putri pertamnuku belum bisa ikut main berenang karena masih memerlukan tempaan mental. Hehehe..

Tanpa diduga tempat ini juga mempertemukan dengan seorang sahabat semasa belajar di MTsN dan MA setelah hampir sekitar 14 tahun lamanya kami tidak lagi bersua karena jarak rumahnya yang cukup lumayan jauh dan kesibukan masing – masing. Tentu ini merupakan moment yang sangat berarti. Sayangnya temu kangen itu tidak bisa lama karena ia datang bersamaan dengan beberapa saat sebelum anak – anak pulang. Lebih disayangkan lagi karena saat itu keenakan ngobrol lupa tidak meminta sekedar foto untuk kenangan. Tapi wis gak popo pokok oleh nomer HP ne…. hehehe..

Sesampai dirumah karena mata sudah tidak bisa diajak kompromi, saya terlelap dalam tidur sampai sore. Mungkin ini adalah tidur terlama bagi saya disiang hari, maklum selama ini belum bisa menikmati tidur berlama – lama karena aktifitas yang tidak memungkinkan. Sok sibuk… hehehe..

Malam harinya serasa sangat malas. Saya menyiapkan beberapa buku untuk sekedar saya baca, namun nyatanya mood tidak kunjung menyapa. Akhirnya kuputuskan menghibur diri dengan melihat sebuah film yang sudah lama saya download tepai belum sempat melihatnya. Film yang dahulu sangat digandrungi oleh banyak orang, semenjak masih berupa drama radio yang dibintangi oleh Veri Fadli hingga kemudian tayang di televisi dengan bintang laga terkenal Anto Wijaya yang sekarang tidak lagi terlihat nongol di televisi. Film itu berjudul “Tutur Tinular” sebuah film yang menceritakan tentang sejarah berdirinya Majapahit dengan tokoh fiksi Arya Kamandanu. Sangat menarik dan rasanya sampai hari ini saya masih tetap merasakan nuansa berbeda ketika melihat film ini. 

Kebetulan yang saya tonton ini adalah seri terakhir yang menceritakan tentang Mpu  Gajah Mada yang berhasil menumpas pemberontakan Rakuti seorang yang berasal dari kasta Sudra yang kemudian direkrut menjadi Dharmaputra yang karena istrinya Sutangsu pernah digoda oleh Sang Prabu Raja Jayanegara menaruh dendam hingga berujung pada pemberontakan. Pemberontakan yang menyebabkan keluarga istana harus mengungsi, meninggalkan istana beberapa saat sampai kekuasaan bisa direbut kembali.

Ending dari cerita ini terselip sebuah pesan yang secara tiba – tiba menggugah dan membangunkan saya dari rasa malas untuk menggerakkan jari – jari diatas keyboard. Isinya adalah pesan diatas, pesan yang disampaikan oleh Arya Kamandanu kepada anaknya Jambu Nada yang karena karma Sang ayah yang telah mempelajari Jurus Naga Puspa harus memiliki tubuh bersisik ular sedang meminta izin untuk berkelana.

“Kalau Nada sudah siap untuk menghadapai segala macam gangguan dan godaan, boleh”.  Pesan ini mengingatkan bahwa sebelum memberikan izin kepada anak untuk merantau satu hal yang harus disiapkan oleh orang tua adalah pondasi yang kuat dalam diri anak sehingga ia tidak mudah tergiur untuk melakukan hal - hal yang seringkali menggoda. Memang dunia ini adalah perhiasan kata Rasulullah SAW, tetapi yang perlu kita ingat perhiasan didunia ini fana’ sifatnya, artinya semu. Apa yang kita lihat indah didunia ini kerapkali menipu sehingga bukannya kita sampai kepada tujuan yang kita inginkan justru perhiasan itu menipu kita dengan pesonanya sehingga kita terjerumus dalam keterpurukan dan penyesalan di masa kemudian. Nah, dalam kerangka inilah mempersiapkan pondasi keimanan dalam diri anak menjadi penting. Masa sekolah dasar/ibtida’ adalah masa penanaman pondasi dan keyakinan. Pendidikan dalam diri anak dimasa ini jauh lebih mereka anggap sebagai sebuah keyakinan yang mengakar, membekas dalam diri dan sulit untuk dilupakan. Oleh karenanya sebagai orang tua hendaknya dalam masa ini betul – betul berhati – hati dalam mendidik anak. Sekali kita salah dalam mendidik anak dan keliru dalam menanamkan keyakinan maka boleh jadi kita akan menyesal untuk selama – lamanya.

“Gunakan masa mudamu untuk belajar dan melihat banyak hal, dari sana kamu akan belajar melihat  akan hidup, semakin banyak yang kamu lihat maka semakin luas pandanganmu tentang hidup”. Pesan ini menunjukkan arti pentingnya ilmu dan pengetahuan. Masa muda adalah masa yang penuh dengan ambisi. Usia muda selalu penuh dengan keinginan untuk mengetahui banyak hal. Maka disinilah saat yang tepat bagi seorang anak untuk mencari bekal sebanyak – banyaknya untuk menghadapi masa yang akan datang. Penting artinya memberikan bekal dan wawasan nyata dalam kehidupan anakk diusia mudanya. Jangan pernah memanjakan anak, karena sesungguhnya sikap itu justru membunuh dan membinasakan segala potensi yang ada dalam dirinya. Anak yang diajari bagaimana cara menghadapi kehidupan akan menjadi pribadi yang kuat dan siap untuk menghadapi segala kemungkinan dalam hidup. Dengan begitu ia akan mampu berdiri dengan tegak diatas kedua kakinya tanpa harus menyandarkan tubuhnya pada yang lain.

Semakin banyak anak belajar dan melihat setiap sisi kehidupan maka semakin matang pola pikirnya dalam menghadapi kenyataan yang kadang bersahabat, terkadang juga menjadi musuh. Dalam menentukan sikap ia akan mampu berfikir secara matang dan penuh pertimbangan. Ia tidak terburu – buru untuk menyalahkan tetapi juga tidak terbru – buru mengiyakan sebelum ia tahu duduk perkara dan persoalannya. Disinilah peran pengetahuan dan akal manusia sebagai pertimbangan, bukan selalu terburu – buru dalam bersikap dan mengambil keputusan, tidak mudah membid’ahkan dan mengkafirkan yang lain. Semakin banyak ilmu yang didapatkan semakin luas wawasan dan pengetahuan yang menjadikan kita hidup dalam toleran dan bijak dalam bertindak.

Mei Shein berkata: “Kakang tapi Nada kan masih anak – anak?”. Mei Shein adalah gambaran seorang ibu dalam kehidupan. Ibu memiliki perasaan yang peka dan kuat kepada anak. Rasa sayangnya seringkali mengalahkan akal rasionalnya, itulah gambaran seorang ibu. Seorang ibu biasanya tidak akan kuat bila melihat anaknya susah payah dan sakit. Ia lebih rela mengambil posisi itu sementara ia biarkan anaknya bahagia dan senang tanpa ada susah payah. Ya itulah ibu, tidak salah karena itu adalah kodratnya. Sama dengan ibu dalam dunia nyata, seorang ibu siapapun dia tidak akan tega melihah anaknya menderita.

Ibu selalu, selalu dan selalu menganggap anaknya masih kecil, bahkan ketika anak itu sudah menikah dan berkeluarga tetap saja ia menganggap anaknya sebagai anak kecil. Sedewasa apapun anak kebanyakan ibu tetap menganggap bahwa anaknya adalah anak kecil. Itulah mengapa kasih sayang ibu didunia ini tidak ada duanya. Tetapi ayah harus mengingatkan ibu agar jangan terlalu larut dalam perasaanya, karen ayahlah kepala keluarga. Inilah bentuk kekuatan penyeimbang yang Allah berikan melalui hubungan pernikahan. Subhanallah begitu indahnya…

Kamandanu menjawab: “Tapi pikirannya lebih dewasa dari tubuhnya, biarkan ia belajar dari tempaan alam semesta, memang sebenarnya alam adalah guru yang paling utama.” Kamandanu mengingatkan kepada Mei Shein, jangan hanya melihat bentuk fisik anak. Pikiran anak muda melebihi tubuhnya. Ya itulah kenyataannya. Fisik itu ada batasnya tetapi kemampuan dan pikiran yang ada dalam diri seorang anak yang mulai menginjak usia muda tidak ada batasnya. Semangat dan ambisinya seringkali mengalahkan otak rasionalnya. Maka sangat wajar kita melihat perubahan yang sangat frontal dalam diri seorang anak yang mulai memasuki usia remaja.

Sebagai orang tua maka sikap bijaksana harus digunakan dalam menyikapi hal ini. Bila terlalu mengekang maka anak akan memberontak. Sebaliknya bila terlalu dibebaskan boleh jadi juga tidak karu – karuan. Maka pondasi awal yang telah ditanamkan pada dirinyalah yang harus diperkuat. Berikan kebebasan padanya tetapi kebebasan yang bertanggung jawab.

Semangat pemuda itu digambarkan mampu menjebol Himalaya, maka bagaimana mungkin anda akan memangkasnya? Jangan dipangkas tetapi arahkan kea rah yang semestinya, kepada hal yang bermanfaat pada kehidupannya dimasa yang akan datang.

Alam adalah media terbaik untuk menempa diri seorang anak. Alam diciptakan oleh Sang Pencipta agar dipakai sebagai pelajaran. Alam akan mengajarkan kepada manusia berbagai pengetahuan, memberikan informasi – informasi yang sebelumnya masih menjadi rahasia dalam kehidpan ini. Jangan biarkan diri kita tunduk kepada alam, tetapi tundukkanlah alam, karena pada hakikatnya alam tercipta untuk kita, bukan kita tercipta untuk alam.

Semoga bermanfaat…
Allahu a’lam…


Selasa, 14 Februari 2017

Melacak Jejak Islam di Bumi Cirebon

Melacak Jejak Islam di Bumi Cirebon
(Resensi Buku Kerajaan Cirebon)

Judul Buku                  : Kerajaan Cirebon
Penulis                         : Didin Nurul Rosidin, M.A., Ph.D., dkk
Editor                          : Dr. Abdurrakhman, M. Hum
Jumlah halaman           : xii + 249 halaman; 14,8 x 21 cm
Cetakan                       : 1, Desember 2013
Desain & Layout         : Reza Perwira
Penerbit                       : Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI

Louis Gottschalk menyatakan, “every man has his own historian”, setiap orang memang mempunyai sejarahnya sendiri dan harus menjadi sejarah bagi dirinya sendiri. Bingkai sejarah memang menjadi sesuatu yang menarik untuk mendapatkan perhatian. Bukan hanya sebagai sebuah informasi lebih dari itu sejarah bisa memberikan banyak ragam pengetahuan yang bisa kita petik hikmahnya untuk perbaikan kehidupan kita di masa mendatang. Banyak sekali peristiwa dan kejadian yang bisa kita jadikan pelajaran dalam kehidupan saat ini yang itu kita dapatkan dari mengkaji sejarah di masa silam. Itulah kenapa al-Qur’an menegaskan hal ini dalam Surat al-Hasyr; 18, “Dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat) dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. al-Hasyr; 18)

Meminjam istilah Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia, “jas merah”, jangan lupa sejarah. Apa yang disampaikan Soekarno menunjukkan arti pentingnya sejarah bagi setiap orang. Orang yang besar tidak pernah lupa terhadap orang yang pernah berjasa dalam kehidupannya, begitulah kira – kira. Meneladani sejarah juga merupakan bentuk syukur karena menurut hadits Rasulullah SAW, “Tidak dinamakan bersyukur kepada Allah orang yang tidak mau bersyukur kepada orang yang menjadi perantara diterimanya nikmat”. Ini merupakan ungkapan yang menggambarkan pentingnya sejarah dengan tetap menyambung tali silaturrahmi dengan orang – orang yang berjasa dalam kehidupan kita.

Berbicara tentang penyebaran Islam di wilayah Cirebon tidak akan pernah bisa dilepaskan dari sosok Pangeran Cakhrabuana dan Sunan Gunung Jati. Pangeran Cakrabuana yang telah lebih dulu berada di Cirebon telah mengajarkan Islam kepada penduduk Cirebon dengan cara yang efektif dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat dengan memberdayakan masyarakat (community empowerment). Dalam mengajarkan Islam kepada masyarakat Pangeran Cakhrabuana tidak monoton dengan mengajarkan ajaran – ajaran syariat yang kaku, akan tetapi ia juga mengajarkan kepada masyarakat tata cara teknologi pertanian yang sebelumnya belum dikenal, cara bertenun yang baik sehingga menghasilkan tenunan serat gebang yang bagus. Dengan demikian masyarakat semakin tertarik dan yakin akan agama yang dipeluk oleh Pangeran Cakhrabuana sehingga secara sukarela mereka masuk agama Islam.

Setelah Ki Gedeng Alang – alang, kuwu Cirebon pertama wafat Pangeran Cakhrabuana yang saat itu menjabat sebagai wakil kuwu diangkat menjadi kuwu Cirebon kedua menggantikan Ki Gedeng Alang – alang. Semakin hari perkembangan Cirebon dibawah pemerintahan Pangeran Cakhrabuana mengalami perkembangan yang pesat. Atas prestasinya ini Pangeran Cakhrabuana yang juga putra dari Raja Pajajaran diangkat menjadi Tumenggung dengan gelar Tumenggung Sri Mangana. Selama menjadi fatsa Kerajaan Galuh Pajajaran, Pangeran Cakhrabuana sangat loyal kepada rajanya dengan mengirim Bulu Bekti (upeti) berupa garam dan trasi.

Namun setelah kedatangan Syeikh Syarif Hidayatullah ke Cirebon yang kemudian ia nobatkan sebagai Raja Cirebon pertama dengan gelar Ingkang Sinuhun Sunan Jati Purba Wisesa tradisi mengirimkan Bulu Bekti itu dihentikan. Semenjak itu wilayah Cirebon menjadi sebuah kerajaan yang berdaulat penuh. Selain itu ketua Dewan Wali Sanga R. Ali Rahmatullah atau yang dikenal dengan Sunan Ampeldenta juga melantik Syeikh Syarif Hidayatullah menjadi Sunan Carbon Sinarat Sunda untuk menggantikan Syeikh Nurjati yang telah mangkat dengan gelar Ingkang Sinuhun Sunan Jati Purba Wisesa Panetep Panatagama Auliyaallahu Kutubil Zaman Kholifatu Rasulillah Shalallahu ‘alaihi wasallam pada tahun 1404 saka atau 1482 M.

Dengan dilantiknya Sunan Gunung jati sebagai Raja Cirebon maka pusat dakwah Islam berada dalam genggamannya. Wilayah Cirebon yang dahulu berada dibawah kendali kekuasaan Maharaja Pakuan Pajajaran memproklamirkan diri sebagai kerajaan sendiri yang berdaulat dibawah pimpinan Sunan Gunung Jati sebagai raja pertamanya.

Segera setelah terbentuknya kerajaan Cirebon baru Sunan Gunung Jati membangun struktur baru pemerintahan yang berbeda dari corak Hindu – Budha sebagaimana yang berlaku pada kerajaan Sunda Pajajaran yang berpusat di Pakuan. Ia membangun protetipe kerajaan Islam yang merdeka. Dengan demikian penyebaran agama Islam tidak hanya melalui jalur kultural semata tetapi telah merambah ke wilayah politik dalam sistem pemerintahan.

Pemisahan diri kerajaan Cirebon dari kerajaan induknya Pajajaran bukan berarti tanpa mengalami pergolakan. Demi menertibkan kondisi Cirebon Sri Baduga Raja Pakuan Pajajaran mengutus Tumenggung Jagabaya ke Cirebon. Tetapi naas Tumenggung Jagabaya yang waktu itu disergap oleh pasukan Demak yang dibawa Raden Patah ketika menghadiri penobatan Sunan Gunung Jati bersama pasukannya justru berbelot memeluk Islam. Tidak ada alasan yang pasti tentang alasan mereka memeluk agama baru, Islam.

Selain melalui pemerintahan proses islamisasi di Cirebon juga dilakukan dengan memanfaatkan media seni sebagai sarana dakwahnya. Di tangan Sunan Gunung Jati seni sastra dan tembang maju pesat dan berubah menjadi media informasi dan sosialisasi Islam. Di tangan wali sanga yang termasuk di dalamnya Sunan Gunung Jati, seni menjadi bermartabat dan terhormat, tidak lagi menjadi konsumsi orang – orang bejat dan para pemabuk. Beberapa kesenian yang dijadikan media islamisasi di Cirebon diantaranya: Brai (Gembyung), Gamelan Sekaten, Wayang dan Topeng. Penyebaran agama Islam di Cirebon menurut Ridin Sofwan memiliki sifat dan kearifan lokal dalam menghadapi budaya sebelumnya, hal ini terjadi karena adanya persamaan spiritual dengan budaya pra Islam.

Buku Kerajaan Cirebon yang ditulis oleh Didin Nurul Rosidin dkk ini memberikan banyak data dan informasi bagi tumbuhkembangnya Islam di bumi Cirebon. Penulisan buku ini juga menggunakan gaya bahasa sederhana yang mudah untuk dicerna dan dipahami. Oleh karena itu bagi para pemerhati dan peminat kajian Islam Jawa khususnya Cirebon buku ini layak untuk dibaca.

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…

FTIK IAIN Tulungagung Gelar Istighatsah dan Do'a Bersama




Senin 13 Februari 2017 kampus IAIN secara resmi mengawali perkuliahan regular di semester genap 2017. Ada yang unik dalam pembukaan awal perkuliahan ini khususnya pada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, yakni mahasiswa diwajibkan untuk membawa tumpeng di hari pertama masuk kuliah ini.

Sudah beberpa tahun terakhir ini Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan khususnya dan kampus IAIN Tulungagagung pada umumnya selalu mengawali perkuliahan dengan istighatsah dan do’a bersama. Istighatsah ini dilaksanakan oleh masing – masing fakultas mengingat belum tersedianya lokasi yang cukup untuk menampung seluruh mahasiswa IAIN pada satu tempat.

Pada hari ini Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan mengambil lokasi untuk mengadakan istighatsah dan do’a bersama di gedung baru SBSN tepatnya di lantai dua. Meski keadaannya yang masih belum siap pakai mengingat masih dalam tahap persiapan pakai setelah selesai pembangunan dengan indikasi masih banyaknya material yang berserakan disana sini, akan tetapi hal itu tidak lantas menyurutkan niat dan semangat warga Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan untuk ikut ambil bagian dalam acara istighatsah dan do’a bersama yang digelar hari ini. Hal ini terbukti dengan membludaknya peserta sampai lokasi tidak mampu memuat sehingga banyak yang lantas mengambil tempat di lorong – lorong dan diruang kelas. Diperkirakan jumlah peserta yang hadir baik dari unsur mahasiswa, dosen dan tenaga kependidikan berjumlah kurang lebih empat ribu peserta.

Hadir dalam kesempatan ini Rektor IAIN Tulungagung Dr. H.  Maftukhin, M.Ag., Wakil Rektor I bidang akademik Prof. Dr. H.  Imam Fuadi, M.Ag., Direktur Pascasarjana IAIN Tulungagung Prof. Dr. H. Achmad Patoni, M.Ag., Ketua LPM Dr. K.H. As’aril Muhajir, M.Ag. dan sejumlah pejabat IAIN Tulungagung. Kehadiran para petinggi ini tentu memiliki arti penting bagi warga Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

Dalam sambutannya Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Dr. H. Abdul Azis, M.Pd.I memberikan wejangan dan motivasi bagi seluruh warga Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Sebagai fakultas tertua dan terbesar di IAIN Tulungagung Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan harus mampu menjadi teladan dari fakultas yang lain. Teladan dalam arti secara prestasi akademik, perilaku, tata cara berpakaian, bergaul dan lain sebagainya. Beliau juga mengingatkan agar selalu menjaga etika dalam pergaulan baik sesame mahasiswa, mahasiswa dengan dosen dan lain sebagainya. Selain itu beliau juga tidak lupa mengingatkan kepada seluruh yang hadir aga tidak melupakan sisi spiritual dengan mengisi ruhani melalui aktifitas – aktifitas religius. Beliau juga tidak bosan – bosan mengingatkan motto Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan yaitu edukatif, religius dan berkarakter. Semua komponen disitu hendaknya dikembangkan sehingga terwujud insan yang beraqidah benar.

Sementara itu dalam sambutannya Rektor IAIN Tulungagung menyampaikan tentang pentingnya membangun kampus IAIN menjadi kampus dakwah dan peradaban. Mengingat bahwa pada dekade terakhir ini banyak bermunculan akidah – akidah yang dinilai kurang sesuai dengan nafas Islam dalam berbangsa dan bernegara sehingga mengancam keutuhan NKRI yang memiliki cirri khas dengan kebhinekaannya, maka sangat penting untuk memberikan pemahaman yang  benar tentang akidah Islam. Oleh karena itu menjadi keharusan bagi mahasiswa untuk ‘melek kitab kuning’, kajian kutub al-turats yang menjadi bagian yang tak terpisahkan dari khazanah keilmuan Islam Nusantara. Dengan pemahaman Islam yang benar maka diharapkan seluruh sivitas akademika dan out put dari IAIN Tulungagung akan menjadi kekuatan penyeimbang untuk menjaga keutuhan NKRI dan selalu memperjuangkan dakwah islamiyah sesuai tuntunan Rasulullah SAW dan ulama salaf al-shalih. Sebagai upaya dalam merealisasikan hal ini IAIN telah membuka program madin, dirasah ‘ulya, dan dirasah qur’aniyyah bagi mahasantri IAIN. Program ini diselenggarakan oleh UPT Ma’had al-Jami’ah IAIN Tulungagung yang diasuh oleh Dr. K.H. Teguh, M.Ag.

Pada kesempatan ini beliau juga memberikan kabar gembira bagi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan dengan turunnya SK Prodi baru yaitu Tadris Fisika dan Kimia. Kedepan IAIN Tulungagung juga akan mengepakkan sayap tidak hanya berhenti pada lapangan ilmu agama tetapi juga kajian – kajian ilmu eksakta. Oleh karena itu diharapkan agar seluruh sivitas akademika agar berbenah diri untuk semakin mengembangkan kemampuan dan ketrampilannya pada tiap bidang yang menjadi fokus konsentrasi bidangnya. Dengan dibukanya berbagai prodi baru dibidang eksakta ini tentu menjadi angin segar bagi terwujudnya IAIN Tulungagung sebagai kampus dakwah dan peradaban. Meminjam istilah Koentjaraningrat bahwa peradaban salah satunya diartikan sebagai majunya ilmu pengetahuan yang kompleks. Dengan semakin banyaknya program studi dan jurusan di IAIN Tulungagung tentu sangat membantu bagi terwujudnya IAIN sebagai kampus dakwah dan peradaban.

Selain istighatsah dan do’a bersama acara pembukaan awal kuliah ini juga menjadi momentum yang menggembirakan bagi mahasiswa berprestasi. Pada kesempatan ini Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan memberikan penghargaan kepada mahasiswa berprestasi yang memiliki indeks prestasi tertinggi 1, 2, dan 3 pada jurusannya masing - masing. Kepada mereka diberikan penghargaan yang ditandai dengan diserahkannya sertifikat dan fandel. Meski hanya sederhana tetapi tentu pemberian sertifikat dan fandel ini memiliki arti tersendiri bagi mahasiswa.

Tidak lupa juga pada kesempatan ini diberikan penghargaan kepada mahasiswa peraih indeks prestasi tertinggi di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Sedianya fakultas hanya memberikan satu penghargaan kepada satu orang terbaik, akan tetapi mengingat bahwa beberapa diantara mahasiswa memiliki indeks prestasi yang sama maka Rektor IAIN Dr. H. Maftukhin, M.Ag. meminta mereka untuk maju semuanya. Kepada mereka Rektor IAIN memberikan apresiasi dengan memberikan sejumlah uang. Ini tentu menjadi reward yang positif bagi mahasiswa untuk semakin berkompetisi dalam berprestasi.

Akhirnya acara istighatsah dan do’a bersama ini diakhiri dengan acara jamuan di kantor dekanat. Sementara itu mahasiswa menyantap tumpeng yang dibawanya bersama sahabat – sahabatnya satu kelas.

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…


Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam

  Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam   اُلله Ø£َÙƒْبَرُ (×Ù£) اُلله Ø£َÙƒْبَرُ (×Ù£) اُلله اَكبَرُ (×Ù£) اُلله Ø£َÙƒْبَرُ ÙƒُÙ„َّÙ…َا...