Selasa, 07 Maret 2017

Mencoba, Mencoba dan Terus Mencoba



Mencoba, Mencoba dan Terus Mencoba

Istilah yang semakna dengan ini mungkin adalah belajar, belajar dan terus belajar. Tugas kita di dunia ini memang harus terus belajar selain ibadah tentunya. Manusia diberi keistimewaan berupa akal pikiran yang dengan akal itu ia memiliki kedudukan istimewa dibandingkan dengan makhluk Allah yang lain. Tetapi tentunya titel ini tidak untuk seluruh manusia. Titel ini hanya diberikan kepada manusia yang mampu menjalankan tugasnya secara baik sebagai khalifah Allah fil ardli tentunya. Bagi mereka yang tidak bisa melaksanakan tugas dengan baik, maka bagi mereka titel yang sepadan dengan apa yang mereka kerjakan.

Catatan ustadz yang menarik dengan judul kearab – araban meski ‘arab pati genah’, bila ditinjau dari sisi bahasanya kiranya cukup menarik untuk sekedar jadi bahan renungan dan sekaligus koreksi diri. Istilah yang dipakai itu adalah ‘Man Talattaina Fanaina’. Konon dalam catatan tersebut, judul ini beliau dapatkan dari seorang alumni pondok pesantren Lirboyo. Pondok yang memiliki nama besar bagi warga nahdliyyin tentunya. Kalimat tersebut katanya berasal dari almaghfurlah Kia Mahrus Ali Lirboyo. Meski kata – katanya agak aneh tetapi memiliki makna yang dalam.

Man Talattaina Fanaina, barangsiapa yang telaten maka ia akan menuai/panen. Kira – kira begitulah arti dari kalimat itu. Ya memang benar, mereka yang memiliki keuletan dan ketelatenan dalam melakukan sebuah usaha, apapun itu pasti ia akan menuai hasil dari apa yang ia kerjakan. Ketelatenan dalam menekuni sebuah profesi tentunya menjadi sesuatu yang amat penting bagi siapapun yang bergelut dalam bidang profesi.

Ketelatenan dalam menekuni sesuatu mengindikasikan adanya perjuangan yang keras untuk meraih sukses dalam bidang yang ditekuni. Perjuangan itu tentunya akan melibatkan semua kekuatan dan daya kemampuan yang dimiliki baik berupa tenaga, fikiran maupun biaya. Semakin seseorang menekuni bidang garapan yang digeluti semakin banyak informasi dan pengetahuan yang ia dapatkan. Ia akan semakin mantap dalam bertindak, jeli dalam membaca peluang dan sigap dalam berbagai tantangan.

Kenyataan ini tentunya akan semakin menguntungkan bagi siapa saja. Belajar dan terus mencoba adalah hal sangat dianjurkan bagi siapa saja yang ingin sukses. Tanpa keberanian untuk selalu mencoba dan mencoba mustahi seseorang akan bisa meraih apa yang diinginkan.

Dalam hidup kita dihadapkan pada pelbagai pilihan. Apa yang kita pilih mencerminkan sikap dan kepribadian kita. Oleh karena itu dalam mengambil sikap jangan berlaku setengah – setengah. Perilaku setengah – setengah hanya akan menjadikan kita sebagai pribadi yang konyol. Ibarat ketela, ketela yang mogol. Akibatnya nasib kita juga mogol. 

Kaitannya dengan mengasah kemampuan yang kita miliki maka telaten adalah kata kuncinya. Apapun yang kita miliki sebaik apapun dan sehebat apapun itu, tidak akan ada artinya tanpa adanya ketelatenan. Bahkan mungkin anugerah Allah terbesar yang kita miliki akan tercabut dari diri kita bila kita tidak mau mengasahnya. Ibarat pisau, setajam apapun ia, tetapi bila tidak pernah diasah, pasti akan ‘kethul’ dan ‘teyengen’.

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…

Senin, 06 Maret 2017

Penghalang Wushul



Penghalang Wushul

Dalam dunia tasawuf hal paling utama yang diharapkan oleh seorang salik/murid adalah sampai kepada Allah atau yang dikenal dengan istilah wushul. Salik adalah orang yang sedang menempuh perjalanan untuk sampai kepada Allah, sedangkan murid adalah orang yang memiliki keinginan untuk sampai kepada Allah. Dua istilah ini sebenarnya memiliki pengertian yang sama, tujuannya juga sama yaitu sampai kepada Allah.

Setiap orang bisa mencapai wushul atau sampai kepada Allah. Hanya saja dalam proses perjalanannya ada diantara salik yang mampu untuk menyingkirkan dan melewati semua rintangan tetapi banyak juga yang tidak mampu sehingga mereka berhenti atau bahkan terjatuh. Semua proses itu memerlukan perjuangan yang tidak ringan, mulai dari perjuangan yang bersifat fisik sampai yang bersifat ruhani. 

Perjuangan secara fisik mungkin saja berat tetapi seberat – beratnya perjuangan fisik masih lebih berat perjuangan secara ruhani. Perjuangan secara fisik membutuhkan keberanian untuk sedikit mengosongkan isi perut dan mengurangi porsi untuk tidur. Sementara perjuangan secara ruhani mengharuskan seseorang untuk teliti dan jeli melihat berbagai kemungkinan dikuasainya hati oleh nafsu dan setan. Terkadang secara fisik ibadah yang dilakukan salik sudah mengindikasikan bahwa dia adalah orang yang dekat kepada Allah, akan tetapi ternyata nafsu dan setan membuat usaha dan perjuangan fisik itu tidak berguna dengan mengibarkan rasa aku, ‘ujub, takabbur dan riya’. Terkadang juga seseorang seolah sudah dekat dengan Allah, bahkan asrar bathiniyahnya sudah dibuka oleh Allah. Ia menjadi orang yang karamah, banyak orang menyebutnya sebagai wali dan seterusnya, tetapi banyak juga yang lantas berhenti pada karamah sehingga tidak sampai kepada Allah. Dalam hal ini al-Syaikh Ibnu ‘Athaillah al-Sakandari mengingatkan:

من عمل لله فهو عبد الله ومن عمل لأجل الكرامة أو الدرجة فهو عبد لها

Artinya: “Barangsiapa beramal semata karena Allah, maka ia adalah hamba Allah, barangsiapa yang beramal semata karena karamah atau derajat (yang ingin dicapai), maka ia adalah hambanya (karamah dan derajat)”.

Demikianlah sulitnya perjalanan seorang yang menghendaki wushul kepada Allah. Oleh karena itu para ulama mengingatkan agar seorang yang menghendaki sampai kepada Allah harus mencari seorang mursyid. Mursyid adalah seorang yang telah sempurna imannya dan mampu untuk menyempurnakan iman muridnya. Kedudukan seorang mursyid dalam perjalanan menuju wushul mutlak diperlukan oleh seorang salikk agar dalam perjalanannya ia tidak terpedaya dan tertipu oleh bujuk rayuan setan dan nafsu.

Semua orang bisa mencapai wushul namun terdapat penghalang yang menyebabkan seseorang harus berjuang untuk menyingkirkannya sehingga tidak ada lagi penghalang antara dia dan Allah. Imam Sahal rahimahullah mengatakan:

إنما حجب الخلق عن الوصول ومشاهدة الملكوت بشيئين: سوء الطعمة، وأذى الخلق

Artinya: “Sesungguhnya makhluk itu terhalang dari wusul dan menyaksikan alam malakut sebab dua hal: buruknya makanan dan menyakiti makhluk lain.”

Qaul Imam Sahal rahimahullah diatas memberikan pencerahan kepada kita agar berhati – hati dalam hal makanan dan hubungan sosial. Seseorang yang menghendaki wushul kepada Allah harus memperhatikan dua hal diatas agar bisa sampai pada tujuan akhir yakni wushul ilallah.

Makanan memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Bayangkan saja apabila tanpa makanan tentu manusia dan makhluk hidup pada umumnya tidak akan mampu bertahan hidup. Ya hidup dan mati memang Allah yang memberi dan menentukan, tetapi yang perlu kita ingat Allah selalu menciptakan sarana dan wasilahnya. Wasilah kehidupan kita adalah dengan menyantap makanan yang telah Allah sediakan bagi kita di dunia.

Makanan yang masuk ke dalam perut akan diproses oleh tubuh sehingga akan berubah menjadi daging, darah dan sari yang lain yang dibutuhkan oleh tubuh. Mengingat penyokong tubuh berasal dari makanan, maka penting untuk memperhatikan dan selektif terhadap berbagai makanan yang masuk ke dalam tubuh. Bila makanan yang masuk ke tubuh adalah makanan sehat, bergizi dan berasal dari bahan yang halal tentu makanan itu akan menjadi pendorong bagi dia untuk beribadah kepada Allah SWT. Makanan halal yang msuk ke tubuh akan membuat tubuh pemakannya menjadi ringan untuk diajak mengabdikan diri kepada Allah SWT.

Sebaliknya, bila makanan yang masuk ke dalam tubuh berasal dari makanan yang buruk, makanan yang berasal dari zat – zat yang haram dan dilarang oleh syariat, tentuu efeknya juga berbeda. Makanan itu akan menyebabkan pemakannya menjadi orang yang keras hatinya dan sulit untuk diajak melakukan perintah Allah SWT.  Lebih dari itu ibadah yang dilakukan orang tersebut tidak akan diterima Allah SWT sebagaimana keterangan yang ada dalam kitab “Sulam al-Taufiq” berkaitan dengan syarat diterimanya shalat yang termasuk didalamnya adalah makanannya berasal dari sesuatu yang halal.

Jelaslah dari sini kalau ibadahnya orang yang makan haram saja tidak bisa diterima disisi Allah, lantas bagaimana ia bisa menggapai wushul kepada Allah?. Inilah mungkin sedikit rahasia yang bisa kita dapatkan dari qaul Imam Sahal.

Hal kedua yang menjadi penghalang seseorang untuk menggapai wushul ilallah adalah menyakiti makhluk Allah yang lain. Dari keterangan ini kita dapat menyimpulkan bagaimana kepribadian seorang sufi yang sebenarnya. Seorang sufi adalah orang yang selalu menjaga hak – hak lainnya. Ia tidak akan melakukan hal – hal yang bisa menyakiti orang lain. Makhluk disini tidak hanya manusia akan tetapi semua makhluk Allah yang ada di bumi sampai binatang dan tetumbuhan.

Seorang sufi harus mampu menjelma sebagai rahmat bagi seluruh alam layaknya khalifah Allah di bumi. Seorang mukmin yang sebenarnya harus mampu menjadi penebar kesejahteraan dan keselamatan diseluruh bumi. Oleh karenanya jangan sampai berbuat dlalim terhadap makhluk Allah yang lain.

Dlalim artinya meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya. Jadi seorang yang memasukii dunia sufi yang hendak menuju wushul kepada Allah harus berusaha semaksimal mungkin untuk menjauhi segala hal yang bisa menyebabkannya berlaku dlalim. Dlalim kepada dirinya sendiri maupun dlalim kepada makhluk yang lain. Kaidah ushul mengatakan:

لا ضرر ولا ضرار

Artinya: “Tidak boleh berbuat bahaya (untuk diri sendiri) dan berbuat bahaya (untuk orang lain)”.

Para salikin dan muridin harus senantiasa menjaga dirinya agar tidak terjerumus pada perbuatan yang bisa menyakiti makhluk Allah yang lain. Tangan, lisan, hati dan perbuatannya harus berusaha diarahkan untuk kesadaran kepada Allah SWT wa Rasulihi SAW. 

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…

Minggu, 05 Maret 2017

Kewajiban Mencintai Rasulullah Muhammad SAW



Kewajiban Mencintai Rasulullah SAW

Rasulullah Muhammad SAW adalah makhluk pilihan  dan kekasih-Nya. Tidak ada makhluk didunia ini yang sepadan dengan kedudukannya dihadapan Allah SWT. Keistimewaan kedudukan beliau juga tergambar dalam kalimat syahadat dimana persaksian ke-Tuhan-an Allah harus juga disertai dengan persaksian atas kerasulannya (Nabi Muhammad SAW) sebagai syarat sahnya keislaman seseorang yang menyatakan diri masuk islam.

Sebagai Rasul terakhir yang menjadi penutup para nabi dan rasul, Allah memberikan keistimewaan kepadanya dengan berbagai keistimewaan yang sebelumnya belum pernah Allah berikan kepada nabi selainnya, diantaranya adalah al-Qur’an sebagai mu’jizat terbesar sepanjang zaman dan ketinggian akhlak yang tiada tandingnya.

Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat Jibril yang sampai kepada kita dengan jalan mutawatir, bernilai mu’jizat dan membacanya termasuk ibadah. Kitab ini merupakan satu – satunya kitab samawi yang sampai hari ini diyakini masih otentik dan tidak tercampuri oleh tangan – tangan manusia. Kehebatan al-Qur’an kiranya sudah tidak perlu diperdebatkan lagi. Kekuatannya dalam menyelesaikan setiap masalah yang muncul di setiap zaman tetap tak terbantahkan. Tantangannya kepada siapa saja yang hendak membuat yang semisal dengannya meski satu surat masih tetap berlaku sampai akhir zaman, toh nyatanya sampai saat ini belum dan yakin tidak aka nada yang bisa melakukannya. Memang sejarah telah mencatat beberapa nama sastrawan besar yang ingin menandingi al-Qur’an, nyatanya mereka justru terpuruk dan menjadi bahan cemoohan.

Keindahan sastranya juga telah banyak mengetuk hati orang yang dahulunya keras menentang suara kebenaran yang diserukan oleh baginda Rasul SAW. Sebut saja Umar ibnu Khaththab, seorang yang berperangai keras, namun cerdas, bahkan karena kecerdasannya banyak orang yang menjulukinya Abu al-Faiz, dibuat luluh hatinya sehingga berbalik dari menentang menjadi orang yang sangat cinta kepada al-Qur’an dan baginda Rasul.

Disamping sebagai sosok yang memiliki mu’jizat terbesar berupa al-Qur’an beliau juga dikenal memiliki kepribadian agung yang belum ada satu orang pun di dunia ini yang setara dengan keagungan kepribadiannya. Akhlaknya yang luar bisa telah membuat jutaan manusia yang keras hati dan kepala terbelalak hingga berbondong – bonding mengikuti ajarannya. Ketinggian akhlaknya telah diabadikan oleh al-Qur’an dengan pujian yang diberikan Allah kepada beliau. Surat al-Qalam; (68); 4: telah menjadi saksi:

وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ (4)

Artinya: “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar – benar memiliki akhlak yang agung”. (Q.S. al-Qalam; (68); 4)

Keagungan akhlak Rasulullah SAW telah memaksa orang – orang yang dahulunya memusuhi beliau berubah menjadi orang – orang yang cinta kepada beliau. Sejarah telah mencatat banyaknya kisah yang meriwayatkan keislaman seorang sahabat dikarenakan akhlak agung Rasulullah SAW.  Keagungan akhlaknya teruji dalam peristiwa besar saat beliau diusir dan dilempari batu oleh penduduk Thaif yang menolak seruan beliau. Rasulullah berdarah – darah hingga para Malaikat penjaga gunung marah dan meminta agar Rasulullah SAW mengangkat kedua tangannya, memohon kepada Allah SWT agar bangsa Thaif di azab. Malaikat penjaga gunung siap untuk menghimpit bangsa Thaif dengan bukit yang ada disekitar Thaif. Namun, akhlak Rasulullah SAW yang agung justru berkata lain, “Jangan wahai malaikat, seandainya saja diantara mereka tidak ada yang beriman kepada Allah, maka aku berharap anak – anak mereka mau beriman kepada Allah, andai anak – anak merekapun tidak ada yang beriman, aku masih berharap mudah – mudahan diantara cucu – cucu mereka ada yang beriman kepada Allah”. Lantas beliau mengangkat kedua tangannya:

اللهم اهد قومي فإنهم لايعلمون

Artinya: “Ya Allah berilah petunjuk kaumku, sesungguhnya mereka (melakukan hal itu) karena mereka belum tahu.”

Begitulah keagungan akhlak Rasulullah SAW yang tiada tandingnya. Andai beliau masih hidup saat ini tentulah beliau akan menjadi cahaya yang menerangi hati setiap umat muslim hingga mereka tak lagi saling menebar benih permusuhan, apalagi saling mengkafirkan antar satu dengan yang lain. Andai muncul suatu masalah tentulah beliau akan berusaha untuk menetralisir, bukan justru memperbesar masalah hingga menghalalkan darah sesama manusia.

Sebagai seorang muslim, maka kewajiban kita adalah mencontoh suri tauladan yang telah diberikan oleh beliau dalam kehidupan ini. Bagaimana sikap kita kepada sesama umat islam, kepada sesama warga Negara, kepada mereka yang berbeda agama dan pandangan. Semua itu membutuhkan kedewasaan kita dalam berpikir, bersikap dan berperilaku.

Satu keharusan yang tidak bisa ditawar bagi setiap muslim adalah mencintai Rasulullah SAW. Cinta tidak hanya sekedar di mulut, tetapi cinta membutuhkan pembuktian. Cinta kepada Rasulullah SAW akan menjadikan kita sebagai pribadi yang selalu meneladani akhlaknya serta berbagai aspek kehidupan yang telah beliau tuntunkan untuk kita semua. Berkaitan dengan kewajiban untuk mencintai Rasulullah SAW dalam kitab Sa’adat al-Daraini disebutkan:

أنه صلى الله عليه وسلم محبوب الله عز وجل عظيم القدر عند الله، وقد صلى عليه هو وملائكته وأمر المؤمنين بالصلاة والسلام عليه صلى الله عليه وسلم فوجبت محبة المحبوب والتقرب إلى الله بمحبته وتعظيمه والصلاة عليه والإقتداء بصلاته تعالى وصلاة ملائكته عليه (سعادة الداين ص 530)

Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah SAW itu kekasih Allah SWT yang tinggi kedudukannya di sisi Allah SWT, dan sesungguhnya Allah SWT dan para malaikat-Nya telah bershalawat kepada-nya (Nabi SAW). Maka wajiblah mencintai kekasih Allah SWT dan taqarrub/mendekatkan diri kepada Allah SWt dengan mencintai, mengagungkan serta menghaturkan shalawat kepada kekasih Allah SWT dan juga mengikuti shalawat-Nya (Allah) serta shalawatnya para malaikat-Nya (Allah SWT).”

Keterangan ini menjadi dasar akan kewajiban umat Islam untuk mencintai Rasulullah SAW.  Beliau adalah kekasih Allah, oleh karena itu wajib bagi kita umat islam untuk mencintai orang yang dicintai Allah SWT. 

Selain itu dalam keterangan di atas juga terselip perintah tawasul kepada Rasulullah SAW bagi mereka yang menghendaki menempuh perjalanan taqarrub kehadirat Allah SWT.  Mereka yang menghendaki untuk mendekat kepada Allah SWT maja wajib bagi mereka mencintai kekasih Allah, mengagungkannya serta menghaturkan shalawat kepada-nya (Nabi SAW). Inilah rahasia dibalik diutusnya beliau sebagai rahmat bagi seluruh alam.

Beliau selain memiliki tugas menyeru kepada umat juga diberi tugas untuk memegang kunci rahmat Allah. Maka barangsiapa menghendaki sampai kepada Allah SWT (istilah lainnya adalah wushul ilallah), maka wajiblah baginya melalui pintuu yang telah disediakan Allah yakni lewat baginda Agung Rasulullah Muhammad SAW. Tanpa itu justru tidak dibenarkan, ibarat orang mau masuk rumah tetapi ia tidak melalui pintu, melainkan menjebol jendela.

Semoga Allah memberikan hidayah dan petunjuk-Nya sehingga kita mampu menjadi pribadi yang memiliki rasa mahabbah kepada Rasulullah SAW. Mahabbah dalam arti yang sejati, tidak hanya mahabbah yang terucap dari lisan namun hampa dalam hati dan perbuatan.

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam …

Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam

  Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam   اُلله أَكْبَرُ (×٣) اُلله أَكْبَرُ (×٣) اُلله اَكبَرُ (×٣) اُلله أَكْبَرُ كُلَّمَا...