Senin, 27 Maret 2017

Bahaya yang Mengancam Agama



Bahaya yang Mengancam Agama


Pada dasarnya setiap manusia memiliki kecenderungan beragama. Di akui maupun tidak setiap manusia pasti menyadari bahwa ada kekuatan yang maha dahsyat di luar dirinya. Kekuatan itulah yang mengatur dan mengelola seluruh alam sehingga memiliki berjalan secara sistemik dan teratur tanpa terjadi benturan antar yang satu dengan lainnya. Mustahil, bila semua itu berjalan dengan sendirinya tanpa ada dzat yang mengatur dan mengelolanya.

Meski secara kodrati ada kecenderungan bagi setiap orang untuk beragama, nyatanya, tidak semua orang beragama dengan baik dan benar. Adakalanya mereka beragama secara baik dan tekun sehingga tercermin keshalihan hidup dari dalam dirinya, pun pula sebaliknya, ada yang bersifat setengah – setengah sehingga yang nampak hanya sesuatu yang kelihatannya ‘mogol’. Di sisi  lain adapula seseorang yang beragama sebagai sebuah formalitas, dalam arti agama di gunakan sebagai sebuah kedok untuk meraup keuntungan pribadi belaka.

Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW. memberikan peringatan akan adanya bahaya yang mengancam agama. Sabda beliau:

أفة الدين ثلاثة: فقيه فاجر، و‘إمام جائر، ومجتهد جاهل (رواه الديلمي عن ابن عباس)

Artinya: Penyakit yang mengancam agama ada tiga, seorang ahli fiqih yang rusak perilakunya,, pemimpin yang dlalim dan seorang mujtahid yang bodoh (H.R. al-Dailami dari Ibnu Abbas)

Menurut keterangan hadits di atas ada tiga macam bahaya yang mengancam agama, yaitu; ahli fiqih yang rusak perilakunya, pemimpin yang dlalim dan seorang mujtahid yang bodoh. Ahli fiqih adalah panutan umat dalam berperilaku. Ahli fikih yang berperilaku baik sesuai dengan apa yang dimiliki dan disandangnya akan membawa umat pada kebaikan. Umat akan menjadi baik manakala ahli fikihnya juga baik. Sebaliknya apabila seorang ahli fiqih berperilaku tidak baik, maka umat dengan sendirinya akan berperilaku tidak baik pula. Lisan hal yang berupa perbuatan yang dilakukan seorang fakih akan lebih berdampak bila dibandingkan dengan ucapannya. Ucapan seringkailii di dengar namun dengan cepatnya juga akan dilupakan. Oleh karena itu seorang fakih yang rusak perilakunya termasuk ke dalam kategori bahaya yang bisa merusak agama.

Dalam hadits di atas juga terselip sebuah pesan bahwa seberapa banyak ilmu yang dimiliki oleh seseorang tidak lantas secara otomatis menjadikan orang tersebut baik. Banyaknya ilmu apabila tidak disertai dengan hidayah Allah, justru akan menjadikan pemiliknya jauh dari Allah SWT. Oleh karena itu dalam menilai seseorang kita tidak bisa hanya dengan melihat status ilmunya saja. Ilmu penting tetapi yang lebih penting lagi adalah bagaiman ilmu yang dimilikinya memberikan pengaruh positif pada perilaku dan perbuatannya.

Berikutnya yang menjadi bahaya agama adalah pemimpin yang dzalim. Dzalim artinya meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya. Pemimpin adalah panutan umat. Pemimpin selalu dinanti – nantikan kebijakannya yang bisa menaungi dan mengayomi seluruh kepentingan umat. Apabila seorang pemimpin telah rusak, maka kemana umat ini akan dibawa? Oleh karena itu memilih seorang pemimpin termasuk bagian dari tuntunan agama yang harus diperhatikan oleh umat. Salah memilih pemimpin hancurlah bangunan yang ingin dibangun oleh umat ini.

Bagaimana memilih pemimpin yang baik? Islam mengajarkan kepada umatnya untuk meminta petunjuk kepada-Nya. Di antara cara yang bisa digunakan sebagai sarana meminta petunjuk kepada Allah SWT adalah dengan istikharah dan berdo’a. 

Istikharah adalah memohon petunjuk kepada Allah dalam suatu urusan agar dipilihkan yang terbaik untuk diri dan agamanya. Dalam konteks kepemimpinan tentunya untuk pemimpin dan masyarakat yang dipimpin. Siapa yang seharusnya dipilih agar kemudian bisa membawa kemaslahatan untuk umat baik maslahat di dunia maupun di akhirat.

Islam tidak pernah mengajarkan cara – cara curang dalam berperilaku dalam segala aspek kehidupan. Untuk mendapatkan hasil yang baik tentu cara mendapatkannya harus dengan proses yang baik pula. Bila prosesnya jelek, maka hasilnya hampir bisa dipastikan kurang baik atau bahkan jelek. Inilah yang harus diperhatikan.

Pemimpin yang adil akan membawa umat yang dipimpinnya menjadi makmur, sejahtera dan mendapat ridla dari Allah. Sebaliknya pemimpin yang dzalim akan membawa umatnya pada kehancuran. Hal ini harus dimengerti dan di perhatikan oleh semua umat Islam.

Memilih pemimpin seakidah termasuk di antara bagian yang penting dalam memilih pemimpin. Mengapa? Karena dengan memilih pemimpin yang seakidah minimal tujuan agama kita akan terlindungi. Tetapi jangan juga melakukan kecurangan pada pihak lawan. Rasulullah SAW tidak pernah mengajarkan kecurangan, bahkan kecurangan itu adalah bagian dari sifat dan tanda orang munafik. Inilah yang perlu kita perhatikan. Masih melekat pada ingatan kita sebuah pernyataan yang menggelitik, penuh dengan nuansa kritik, adalah apa yang disamapaikan oleh cak Nurkolis Madjid (kalau tidak salah), “Islam Yes, Partai Islam No”. Bila kita mau mengkritisi, sesungguhnya pernyataan ini mengandung kritik yang dalam. Islam sebagai agama sudah seharusnya kita terima dan yakini kebenarannya serta kemaslahatannya untuk semua umat. Tetapi partai Islam? Apakah demikian? 

Inilah yang harus kita cermati. Suka tidak suka banyak orang partai yang seringkali –karena masih banyak pula yang tidak- berperilaku oportunis. Mereka sering melakukan sesuatu untuk kepentingan sendiri bukan kepentingan umat lebih – lebih agama. Partai Islam hanya digunakan sebagai sebuah simbol dan daya pikat kepada umat masyarakat awam agar memilihnya. Inilah yang tidak dibenarkan. Oleh karena itulah dalam memilih pemimpin seyogyanya umat Islam meminta petunjuk kepada Allah, siapa yang harusnya dipilih. Kalau tidak minimal berdo’a memohon kepada Allah agar pemimpin yang dipilih menjadi pemimpin yang bisa bermanfaat untuk umat masyarakat dan agamanya. Bukankah do’a itu adalah otaknya ibadah?

Nah, memilih pemimpin tidak hanya sekedar kita beradu argumentasi dengan menggunakan berbagai dalil. Bagaimana dalil yang anda miliki bisa menjadi sesuatu yang bermanfaat. Hati – hati dalam menggunakan ayat – ayat al-Qur’an dan al-Hadits terutama dalam hal politik, karena keduanya adalah warisan Rasulullah SAW yang siapa saja mengikuti keduanya maka dijamin tidak akan tersesat selama – lamanya. Bukankah begitu sabda Nabi?

Selanjutnya adalah mujtahid yang bodoh. Ijtihad diperlukan dalam agama. Tidak semua hal termaktub secara eksplisit dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Kita yakin al-Qur’an lengkap dan sempurna mencakup seluruh aspek kehidupan, kebenarannya tak terbantahkan dan jangkauannya tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Tetapi untuk mengetahui semua petunjuk al-Qur’an itu kita memerlukan berbagai alat untuk mendapatkan pemahaman yang benar. Inilah yang perlu kita perhatikan.

Tidak semua orang boleh melakukan ijtihad –dalam arti menggali sebuah hukum agama dari al-Qur’an maupun al-Hadits sebagai panutan umat. Yang diperbolehkan adalah mereka yang telah memenuhi syarat – syarat tertentu yang telah dibenarkan oleh syara’. Mengapa demikian? Karena al-Qur’an dan al-Hadits ditakdirkan oleh Allah dengan menggunakan bahasa Arab. Oleh karena itu mereka yang ingin melakukan penafsiran terhadap al-Qur’an maupun mengkaji al-Hadits wajib memiliki kemampuan bahasa Arab yang cukup. Bila tidak boleh jadi justru akan berbahaya bagi umat.

Lapangan ijtihad adalah hal – hal yang belum terdapat secara ekspilist di dalam al-Qur’an maupun al-Hadits. Dalam hal ini seorang mujtahid akan berusaha menggali dengan segenap kemampuan yang dimilikinya terhadap kandungan yang ada dalam al-Qur’an maupun al-Hadits yang kemudian di komparasikan dengan kenyataan yang dihadapi sehingga didapatlah rumusan hal yang minimal mendekati kebenaran. Oleh karena itu seorang mujtahid harus pandai dan mumpuni, bukan orang bodoh.

Mujtahid yang bodoh hanyalah orang yang akan menciptakan bahaya dalam agama. Oleh karenanya dalam menentukan seorang mujtahid diperlukan syarat – syarat dan kapasitas tertentu sehingga tidak terjadi hal – hal yang tidak diinginkan. Tetapi di akhir zaman, fenomena ini akal muncul sebagai tanda bahwa kiamat sudah dekat. Kita hanya bisa bermohon kepada Allah SWT mudah – mudahan diselamatkan dari para mujtahid bodoh yang hanya menjadi bahaya agama.

Semoga bermanfaat...
Allahu A'lam

Jumat, 24 Maret 2017

Allah Menciptaka Makhluk dalam Kegelapan



Allah Menciptakan Makhluk dalam Kegelapan

Allahlah yang menciptakan semua makhluk. Dia menciptakan makhluk dari tiada menjadi ada. Tetapi tahukah anda bahwa sebenarnya Allah menciptakan makhluk itu dalam kegelapan? Dalam sebuah hadits disebutkan:

قال صلى الله عليه وسلم : إن الله خلق خلقه فى ظلمة فألقى علي من نوره، فمن أصابه من ذلك النور اهتدى ومن أخطأه ضل (رواه أحمد والترمذي والحاكم عن ابن عمر)

Artinya: Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT menciptakan makhluk-Nya di dalam keadaan gelap, maka Allah SWT memancarkan atas diriku dari nur-Nya, maka barangsiapa terkena pancaran nur tadi, ia akan mendapat petunjuk dan barangsiapa yang tidak terkena pancaran nur itu, maka ia kan tersesat.” (H.R. Ahmad dan Turmudzi dari Ibnu Umar)

Hadits di atas menjelaskan bahwa pada dasarnya makhluk ini diciptakan Allah dalam keadaan gelap tanpa cahaya. Kemudian Allah memancarkan nur-Nya kepada Rasulullah SAW. Dengan pancaran nur ini lah makhluk akan mendapatkan petunjuk.

Secara tersirat dalam hadits di atas ada sebuah perintah kepada kita, umat Islam untuk senantiasa berhubungan batin kepada Rasulullah SAW. agar kita mendapatkan petunjuk ke jalan yang benar. Memang secara fisik Rasulullah SAW telah wafat, namun wafatnya beliau tidak lantas menghentikan syafaatnya. Dalam kitab Jami’ul Ushul disebutkan:

لأن روحانيته صلى الله عليه وسلم كجسمانيته فى الإمداد ومنبع العون ومطلع الهداية والإرشاد فى كل أن ومكان

Artinya: Sesungguhnya ruhaniyah beliau SAW. itu seperti jasmaniyahnya (semasa hidup maupun setelah wafat) dalam hal membimbing dan sebagai sumbernya pertolongan dan sebagai tempat keluarnya hidayah dan petunjuk Allah SWT kapan saja dan dimanapun.

Menurut keterangan tersebut meski Rasulullah SAW telah wafat tetapi ruhaninya memiliki kedudukan yang sama dengan jasadnya dalam hal memberikan bimbingan dan tarbiyah kepada umat. Siapapun orangnya yang meminta pertolongan/syafaat kepada beliau dengan sungguh – sungguh pasti akan ditolong. Sebaliknya mereka yang tidak mau meminta pertolongan kepadanya tidak akan diberikan syafaat.

Keterangan di atas semakin memperkuat anjuran kepada kita umat Islam untuk senantiasa berhubungan secara ruhani dengan beliau Rasulullah SAW. Hubungan secara ruhani itu bisa di bangun dengan memperbanyak mujahadah dan bershalawat atas Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…

Jangan Duduk Bersama Orang Alim?



Jangan Duduk Bersama Orang Alim?

Seorang alim adalah mereka yang di anugerahi pengetahuan luas oleh Allah SWT. mereka memiliki keluasan ilmu yang dengannya ia dapat berjuang untuk memperbaiki diri, keluarga dan umatnya agar sadar kepada Allah SWT wa Rasulihi SAW.

Berkumpul dengan para alim untuk mendapatkan berkah ilmunya sangat di anjurkan. Dengan berkumpul bersama para alim ulama maka sedikit demi sedikit pengetahuan kita akan bertambah. Dengan bertambahnya ilmu yang kita miliki diharapkan kematangan dan kedewasaan dalam berpikir, bersikap dan bertindak serta dalam aspek ubudiyah semakin menunjukkan perubahan kea rah yang lebih positif dari sebelumnya.

Akan tetapi ternyata tidak semua orang alim boleh kita dekati. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW. bersabda:

لاتجلسوا عند كل عالم إلا لعالم يدعوكم من خمس إلى خمس: من الشك إلى اليقين ومن الرياء إلى الإخلاص ومن الكبر إلى التواضع ومن الرغبة إلى الزهد ومن العداوة إلى النصيحة (ذكر فى إحياء علوم الدين الجزء الأول ص. 19)

Artinya: Janganlah kalian duduk di sisi setiap orang alim kecuali orang alim yang mengajak meninggalkan lima hal menuju lima hal yang lain; dari ragu – ragu kepada yakin, dari riya’ menuju ikhlas, dari seifat sombong menuju rendah hati, dari cinta dunia menuju zuhud, dan dari permusuhan menuju kebaikan (persatuan). (Disebutkan dalam kitab Ihya’ Ulumi al-Din, juz 1, hal. 49)

Dalam hadits di atas Rasulullah SAW melarang kita duduk bersama orang – orang alim, kecuali orang alim yang mengajak meninggalkan lima hal menuju lima hal yang lain:

Pertama, dari ragu – ragu kepada yakin. Apa maksudnya? Ragu – ragu akan ke-uluhiyah- an Allah. Meyakini seyakin – yakinnya bahwa Allah adalah satu – satunya Tuhan yang patut di sembah. Dia-lah Dzat Yang menciptakan dan mengatur seluruh alam beserta isinya. Keyakinan semacam ini harus benar – benar tertancap dan mengakar dalam hati bukan hanya sebatas pengetahuan secara lisan. Seorang alim yang patut kita duduk di sisinya untuk menimba ilmu dan pengetahuan adalah seorang alim yang mampu menunjukkan jalan dan mengantar kita pada kesadaran kepada Allah sehingga meyakini keberadaan-Nya, dan ke-uluhiyah-an-Nya dalam setiap detik waktu yang kita lalui. Bila tidak meski ilmunya seluas samudera nan luas, berdasarkan hadits di atas laa tajlisuu.

Kedua, dari riya’ menuju ikhlas. Riya’ adalah salah satu penyakit hati yang menyebabkan setiap amal perbuatan menjadi hancur. Hancur dalam arti sampai pada akar – akarnya karena riya’ merusak bangunan asal setiap amal. Tidak semua orang alim mengajak kita untuk meninggalkan perbuatan riya’ –dalam arti yang hakiki. Banyak orang alim mengajak meninggalkan riya’ tetapi ya hanya sebatas dzahirnya saja. Sementara batinnya? Ia jauh dari upaya mengajak seorang murid untuk meninggalkan perbuatan riya’. Orang yang terjebak dalam perbuatan riya’ meski ilmunya luas, gaya bicaranya menakjubkan tetapi untuk perjalanan menuju wushul kepada Allah, ia tidak bisa dijadikan sebagai panutan. Berguru kepada orang alim semacam ini adalah sebuah kesalahan, - dalam arti berguru dalam menempuh perjalanan wushul kepada Allah. Adapun kalau hanya sebatas berguru untuk menimba ilmu secara syariat ya tidak masalah.

Ketiga, dari sifat sombong menuju rendah hati. Sombong adalah perasaan yang melihat bahwa dirinya memiliki kekuatan dan kemampuan. Orang yang memiliki rasa dalam dirinya mampu untuk melakukan sesuatu pada dasarnya dalam dirinya masih terdapat sifat sombong. Sikap sombong adalah sikap yang sangat tercela. Sombong adalah pakaian khusus yang hanya di miliki oleh Allah. Adapun makhluk, maka mereka sangat terkecam apabila dalam dirinya terdapat sikap sombong. Orang yang di dalam hatinya masih terdapat sifat sombong, maka ia tidak akan bisa merasakan kenikmatan surga. Ilmu tidaklah menjadi jaminan bagi seseorang untuk menjadi orang yang dekat dengan Allah. Ya, ilmu memang membuat seseorang semakin mudah untuk menuju surga. Mengapa demikian? Dengan ilmu yang di miliki seseorang bisa membedakan antara yang benar dan salah, bisa mengetahui mana yang diterima Allah dan mana yang ditolak. Dengan pengetahuan itu tentunya seharusnya ia terbantu menuju kepada kebaikan. Nyatanya, banyak orang yang tahu tetapi ia tidak mau tahu. Tahu itu perbuatan maksiat tetapi tetap juga masih dijalankan dan seterusnya. Nah, hadits di atas melarang kita bergaul dengan orang alim yang sombong. Sebaliknya apabila orang alim tersebut mau mengajak kita untuk meninggalkan kesombongan menuju ketawadlu’an, maka inilah yang kita ikuti. Orang tawadlu’ adalah orang yang selalu merasa rendah di hadapan Allah dan sesama makhluk. Ia tidak pernah memamerkan apa yang di miliki, tetapi ia menyadari bahwa semua itu hanyalah titipan dari-Nya.

Keempat, cinta dunia menujuu zuhud. Cinta dunia adalah pokok setiap kejahatan. Gara – gara cinta dunia, maka seringkali seseorang melakukan hal – hal yang di luar batas kewajaran. Hal ini lah yang sangat di kecam oleh agama. Banyak orang yang alim tetapi ilmunya tidak menjadikannya sebagai orang zuhud. Sebaliknya kealimannya seringkali di gunakan sebagai alat untuk meraup berbagai keuntungan. Orang alim seperti ini tidaklah patut kita dekati. Mendekati mereka sama halnya masuk ke dalam api neraka yang menyala – nyala. Kita boleh duduk tetapi bersama para alim yang mengajak kepada zuhud. Zuhud adalah sikap hati yang benci kepada dunia. Artinya bukan benci kemudian tidak mau sama sekali, tetapi yang dimaksud adalah tidak menjadikan dunia sebagai bagian dari apa yang ada dalam hati kita. Zuhud adalah sikap dalam menata hati agar tidak terpedaya oleh tipu daya dunia yang fana.

Kelima, permusuhan menuju kebaikan (persatuan). Banyak orang alim tetapi banyak pula di antara mereka yang lantas menggunakan kealimannya untuk memusuhi yang lainnya. Banyak orang alim berebut charisma, santri dan pengikut. Ini adalah hal uang sangat terkecam dalam Islam. Islam adalah agama yang cinta damai. Islam tidak pernah mengajarkan kepada umatnya untuk menyerang terlebih dahulu. Islam hanya akan berperang dalam kondisi terdesak untuk mempertahankan diri. Orang alim yang patut kita belajar darinya adalah mereka yang mengajarkan kedamaian, bukan mereka yang mengajarkan permusuhan meski dengan dalih agama.

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam …

Rabu, 22 Maret 2017

SUPLEMEN BARU PENGGUGAH SEMANGAT



SUPLEMEN PENGGUGAH SEMANGAT


Buku Hasil Besutan Bersama Dosen IAIN Tulungagung
 
Alhamdulillah siang tadi, Selasa 21 Maret 2017, telah saya terima sebuah buku antologi hasil besutan bersama para sahabat dosen di lingkup IAIN Tulungagung. Satu buku yang berjudul “Inspirasi dari Ruang Kuliah”. Buku sederhana, tetapi –bagi saya- adalah hal yang istimewa. Buku ini lahir dari Inspirasi seorang pegiat literasi yang namanya sudah malang melintang  seantero nusantara, siapa lagi kalau bukan Dr. Ngainun Naim, M.Ag. Dosen yang sangat menikmati dan menekuni dunia literasi, seolah setiap kedipan mata dan naik turunnya nafas beliau adalah untuk menulis.

Inspirasi ini mungkin muncul sebagai sebuah upaya yang ingin dilakukan beliau untuk membangkitkan gairah dan semangat sivitas akademika yang kebetulan masih mengalami kebekuan dalam menulis. Memang harus di akui, menulis tidak semudah yang dibayangkan, butuh ketelatenan, keuletan, kesabaran dan keistiqamahan. Bagaimana tidak, lha wong semua orang sibuk.

Di dunia ini tidak ada orang yang tidak sibuk. Semua orang sibuk dengan aktifitasnya masing – masing untuk bertarung melawan kejamnya zaman. Zaman tidak pernah pilih kasih. Kepada siapa saja ia perlakukan sama, sehari semalam adalah 24 jam. Satu detik waktumu terbuang, siapapun engkau, apapun jabatanmu dan seberapa muliamu di hadapan kaummu, bagi zaman tak ada bedanya.

Buku ini berisi tentang catatan – catatan para dosen yang berkisah tentang relasi yang terbangun antara dosen dan mahasiswa. Ada keseruan, ungkapan keprihatinan, pergeseran gaya hidup dan lain sebagainya yang turut serta mewarnai dunia perkuliahan bersama mahasiswa. 

Buku ini menjadi istimewa bagi saya karena buku ini adalah buku pertama yang terbit yang di dalamnya saya ikut menumpang nama. Ko’ bisa numpang? Ya, namanya juga masih belajar, boleh kan? Ya boleh ndak boleh yang penting numpang.


 Tulisan Saya Yang Ikut Nebeng

Kehadiran buku ini bagi saya, menjadi satu suplemen yang menberikan daya dorong untuk terus belajar dalam menekuni dunia literasi. Dunia yang mungkin saya anggap baru karena telah sekian lama telah di nina bobokan oleh zaman. 

Saya menaruh harapan besar dari terbitnya buku antologi ini untuk memunculkan inspirasi – inspirasi baru yang nantinya akan mampu menggugah semangat para dosen khususnya dosen muda dalam berkarya. Tentu hal ini membutuhkan dukungan, bimbingan, dan motivasi dari para senior dan pendahulu yang terlebih dahulu melanglang buana dalam dunia literasi.

Akhirnya semoga kehadiran buku antologi ini bisa bermanfaat khususnya untuk saya dan setiap orang yang membaca. Inyaallah setelah ini ada dua antologi lagi yang akan terbit bersama dengan para pegiat literasi. Semoga Allah SWT membuka pintu cakrawala pengetahuan kita sehingga menjadikan kita sebagai hamba-Nya yang taat dan istiqamah dalam memperjuangkan agama-Nya. 

Semoga bermanfaat..
Allahu A’lam…

Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam

  Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam   اُلله أَكْبَرُ (×٣) اُلله أَكْبَرُ (×٣) اُلله اَكبَرُ (×٣) اُلله أَكْبَرُ كُلَّمَا...